Mahathir Mohamad berbicara kepada wartawan di Putrajaya, Malaysia, Senin (28/1/2019). Foto: AP/Yam G-Jun

Koran Sulindo – Perdana Menteri Mahathir Mohamad bersikap tegas terhadap Israel. Ia melarang warga Israel ikut dalam setiap acara dan turnamen apa pun di negaranya.

Akibatnya, Malaysia dibatalkan sebagai tuan rumah persiapan Paralimpik Tokyo 2020, kejuaraan renang dunia bagi penyandang disabilitas, yang rencananya digelar di Kuching pada 29 Juli sampai 4 Agustus 2019. Komite Paralimpik Internasional (IPC) telah resmi mengeluarkan keputusan tersebut.

“Ketika negara tuan rumah mengecualikan atlet dari negara tertentu karena alasan politik, kami tidak memiliki alternatif lain selain mencari tuan rumah baru yang bersedia menggelar kejuaraan tersebut,” kata Presiden IPC Andrew Parsons melalui pernyataannya, Senin (28/1).

IPC, lanjutnya, sebenarnya telah memperingatkan Malaysia untuk menjamin atlet dari seluruh negara bisa berpartisipasi ketika menunjuk sebagai tuan rumah turnamen renang dunia. “Namun, sejak terjadi perubahan kepemimpinan pemerintah dan politik, Malaysia memiliki gagasan yang berbeda,” tuturnya. “Politik dan olahraga tidak pernah menjadi campuran yang baik dan kami kecewa atlet Israel tidak diizinkan berlomba di Malaysia.”

Mahathir sebagai Perdana Menteri Malaysia bersikap seperti itu karena ia menilai Israel adalah negara kriminal. Juga suka membangun permukiman di wilayah orang lain serta mengucilkan warga asli di wilayah itu.

Israel, kata Mahathir lagi, diciptakan dari sepotong tanah Palestina, tanpa diadakan referendum dan orang-orang Palestina diusir dari Palestina tanpa kompensasi atas tanah dan rumah-rumah yang dirampas Israel. “Kemudian Israel merebut lebih banyak tanah Palestina sehingga Israel menjadi lebih besar. Israel juga membangun banyak pemukiman di tanah Palestina tanpa persetujuan dari bangsa Palestina. Palestina dilarang dari pemukiman ini,” kata Mahathir sebagaimana dikutip banyak media negaranya, Senin (28/1).

Lebih lanjut ia mengatakan, ketika orang-orang Palestina menentang dan melemparkan batu ke tank-tank Israel dan mobil-mobil lapis baja, para prajurit Israel menembakkan peluru tajam ke arah anak-anak Palestina. Juga menangkap banyak dari mereka.

“Orang-orang Palestina yang ditangkap kemudian ditahan selama bertahun-tahun tanpa pengadilan. Mereka digunakan untuk bertukar dengan tentara Israel yang ditangkap oleh Palestina,” ujarnya.

Jalur Gaza pun diblokade pasukan Israel dan kapal-kapal bantuan yang membawa makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan disortir di perairan internasional dan dipaksa mendarat di Israel. Bahkan, dalam satu peristiwa, 10 aktivis terbunuh dan tindakan-tindakan oleh Israel itu secara terang-terangan menentang hukum internasional.

“Ketika orang-orang Palestina menembakkan roket yang sia-sia ke Israel, Israel menjatuhkan bom dan menembakkan peluru kendali ke kota-kota dan desa-desa Palestina. Sekolah dan rumah sakit hancur, pasien dan anak-anak terbunuh atau cacat,” tutur Mahathir.

Blokade Gaza, tambahnya, merupakan tindakan ilegal, tapi tidak ada negara yang mengutuk Israel karena melanggar hukum internasional dan kode moral. “Hari ini, Israel menyatakan Yerusalem adalah ibu kotanya. Ketika Palestina menampar tentara Israel, mereka ditembak dan dibunuh dan banyak yang ditahan,” ujarnya.

Israel juga membangun dinding tinggi untuk membagi desa dan kota di Palestina. Orang-orang Palestina pun tidak dapat mengunjungi kerabatnya tanpa menjadi sasaran penghinaan di banyak tempat pemeriksaan yang didirikan Israel.

“Orang Palestina dilarang melakukan perjalanan di jalan-jalan yang dibangun Israel di tanah Palestina. Ribuan warga Palestina terbunuh atau terluka oleh aksi militer Israel,” kata Mahathir.