ISTIMEWA

Koran Sulindo – Penyanyi Didi Prasetyo atau lebih terkenal dengan nama panggung Didi Kempot wafat pagi ini di Rumah Sakit Kasih Ibu Solo, Jawa Tengah dan sore ini langsung dimakamkan di Ngawi, Jawa Timur.

Didi diduga meninggal dunia karena henti jantung. Ia masuk rumah sakit sekitar pukul 07.42 WIB dan meninggal sekitar 20 menit kemudian.

Henti jantung merupakan kondisi saat jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba. Kondisi ini umumnya ditandai oleh hilangnya kesadaran dan napas yang terhenti. Henti jantung berbeda dengan serangan jantung.Henti jantung umumnya disertai dengan beberapa gejala sepert tiba-tiba jatuh, tak ada denyut nadi, tak bernapas, dan hilang kesadaran. Dalam beberapa kasus, henti jantung juga ditandai oleh beberapa gejala awal seperti rasa tidak nyaman pada dada, kesulitan bernapas, rasa lemas, dan jantung atau berdebar-debar. Saat jantung berhenti berdetak, aliran darah yang tak mengalir dapat menyebabkan kematian dalam hitungan menit.

Didi meninggal pada usia 53 tahun.

Tim medis yang bekerja di rumah sakit memiliki beberapa emergency code yang dipakai untuk komunikasi antartenaga medis. Tim medis memasukkan kondisi Didi Kempot ketika dilarikan ke rumah sakit sebagai code blue. Kode ini dipakai jika ada pasien atau misal pengunjung RS atau karyawan RS yang mengalami kegawatan medis, sepert henti jantung atau henti napas, dan perlu bantuan resusitasi segera.

Didi Kempot, legenda kelahiran Solo pada 21 Desember 1966 ini bernama lengkap Dionisius Prasetyo.

Ia anak seniman ketoprak dan pelawak Ranto Edi Gudel. atau lebih dikenal dengan nama Mbah Ranto. Kakaknya, Mimiek Prakoso, adalah pelawak senior Srimulat.

Ia memulai kariernya sebagai musisi jalanan di Surakarta sejak 1984 hingga 1986. Bermodalkan ukulele dan gendang, dia mulai mengamen di kota kelahirannya Solo selama 3 tahun (1984-1986).

Setelah menjalani kehidupannya sebagai pengamen di Solo, Didi Kempot mengadu nasib ke Yogyakarta, ia menjadikan Malioboro sebagai tempat unjuk kebolehan. Selama itu, dia menyanyikan lagu keroncong dangdut (congdut) yang kemudian dikenal masyarakat dengan musik campursari.

Pada 1988 penyanyi campursari asal Solo tersebut mulai menginjakkan kaki di Jakarta. Didi Kempot kerap berkumpul dan mengamen bersama teman-temannya di daerah Slipi, Palmerah, Cakung, maupun Senen. Saat inilah julukan Kempot yang merupakan kependekan dari kelompok pengamen trotoar terbentuk.

Sambil jalan Didi Kempot mencoba rekaman. Kemudian, menitipkan kaset rekaman ke beberapa studio musik di Jakarta; beberapa kali gagal sebelum akhirnya berhasil menarik perhatian label Musica Studio.

Pada 1989, Didi kempot mulai meluncurkan album pertamanya. Salah satu lagu andalan di album tersebut adalah Cidro. Lagu ini diangkat dari kisah asmaranya yang gagal. Sejak saat itu hampir semua lagu Didi Kempot bertema patah hati.

Pada 1993, penyanyi asal Solo tersebut mulai tampil di luar negeri, tepatnya di Suriname, Amerika Selatan. Lagu Cidro yang dibawakan sukses meningkatkan pamornya sebagai musisi terkenal di Suriname.

Setelah Suriname, Didi Kempot lanjut menginjakkan kakinya di Benua Eropa. Pada 1996, ia mulai menggarap dan merekam lagu berjudul Layang Kangen di Rotterdam, Belanda.

Pulang kampung sekitar masa-masa reformasi, Didi mengeluarkan lagu “Stasiun Balapan” dan meledak, terutama di wilayah-wilayah yang berbahasa Jawa.

Namanya kembali meroket setelah mengeluarkan lagu “Kalung Emas” pada 2013 lalu. Pada 2016, penyanyi asal Solo tersebut mengeluarkan lagu “Suket Teki”.

Hampir sebagian karya musik yang ditulisnya bertemakan patah hati, karena itu ia dihormati dengan nama The Godfather of Broken Heart, Bapak Loro Ati Nasional, Bapak Patah Hati Indonesia…

Julukan The Godfather of Broken Heart tercetus saat Didi Kempot tampil di acara Bakdan Ing Balekambang di Taman Balekambang Solo, 9 Juni 2019. Kemudian, gelar tersebut disahkan dalam Musyawarah Nasional Pengukuhan Awal Solo Sad Bois Club, di Rumah Blogger Indonesia,15 Juni 2019.

Karyanya dinikmati kalangan berusia muda yang bahkan belum lahir ketika lagu-lagu dahsyatnya mulai populer dulu. Mereka, Sadboys dan Sadgirls itu, tergabung dalam “Sobat Ambyar”. [RED, dari berbagai sumber]