Ilustrasi: Peter A Rohi/rosodaras.wordpress.com

Koran Sulindo – Peter Apollonius Rohi, dikenal akrab dengan Peter A Rohi, tokoh pers Indonesia wafat di di Rumah Sakit Katolik St Vincentius a Paulo (RKZ), Surabaya, Jawa Timur, hari ini pukul 06.45 WIB.

“Semalam sakit bapak kumat lagi sehingga oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Tetapi tadi pagi sekitar pukul 06.45 WIB bapak sudah meninggal,” kata anak almarhum, Don Peter.

Rohi sudah beberapa tahun terakhir sakit stroke. Ia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya, Jatim.

Rohi wafat akibat penyakit infeksi paru karena itu pemakamannya dilakukan dengan protokol COVID-19.

“Beliau karena kondisinya seperti ini (sakit infeksi paru) dikategorikan sebagai pasien PDP COVID-19, dan dimakamkan dengan prosedur COVID-19,” kata Zurqoni.

Rohi lahir di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada  14 November 1942. Ia pernah menjadi wartawan Harian Sinar Harapan. Bahkan, ketika harian ini terbit kembali Juli 2001, almarhum bersama sejumlah wartawan senior Sinar Harapan lainnya ikut bergabung dan mendidik para wartawan muda.

Sebelum sakit Rohi adalah wartawan Koran Sulindo.

Rohi dikenal sebagai penelusur jejak Soekarno. Dua bukunya tentang Soekarno adalah Soekarno Sebagai Manoesia dan Ayah Bunda Bung Karno.

Penerima kartu gold sebagai wartawan utama dari Dewan Pers ini dikenal energik pernah menjadi marinir tapi hijrah menjadi wartawan sejak 1970-an. Hingga sebelum terkena stroke, ia masih aktif menulis.

Ketua IKA Stikosa-AWS, M Zurqoni, Rohi memilih jalan lain untuk menjadi manfaat bagi sesama dengan menerbitkan tulisan yang mengkritisi pemerintah.

“Ya begitulah beliau itu musuhnya Soeharto tapi kalau dulu potensi untuk kaya raya itu sangat mudah. Tinggal kolaborasi sama Cendana sudah selesai. Tapi Pak Peter tidak begitu, dia memilih jalan yang dia yakini lebih manfaat,” kata  Zurqoni, di Surabaya, Rabu (10/6/2020).

Hingga wafatnya, sosok yang dekat dengan tokoh-tokoh nasionalis itu  tinggal di sebuah gang kecil di Jalan Kampung Malang VII/6 Surabaya.

Saat pemerintahan Orde Baru mengatakan Soekarno lahir di Blitar, Rohi membantah dan meyakini Soekarno lahir di Kampung Pandean, Surabaya. Ia melakukan riset sendiri. Ia menapaktilasi di mana Soekarno sekolah mulai kecil, besar sampai meninggal.

Rohi menjadi wartawan sejak  1970 setelah mengundurkan diri dari kesatuannya di Batalyon Tank Amfibi KKO.

Pertama kali ia menjadi wartawan majalah Sketmasa yang terbit di Kota Pahlawan itu. Lalu malang melintang di media massa antara lain Sinar Harapan (Jakarta), Pikiran Rakyat (Bandung), Memorandum (Surabaya), Suara Indonesia (Malang), Jayakarta (Jakarta), Surya (Surabaya), dan Suara Pembaruan.

Pada 1998, Rohi terlibat dalam penerbitan kembali Sinar Harapan usai lengsernya pemerintahan Soeharto. Terakhir, dia mendirikan Koran Indonesia yang yang tak berumur panjang. [RED]