Koran Sulindo – Lemahnya perlindungan hukum terhadap buruh migran yang bekerja di sektor rumah tangga akan terus menjadi persoalan. Itu pula sebabnya, buruh migran yang menjadi pekerja rumah tangga itu nyaris tanpa hak dan renta mengalami eksploitasi disertai kekerasan yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurut Direktur Eksekutif Tenaganita, Glorene Dass, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga akan terus terjadi jika tidak ada hukum tegas yang mampu membela dan melindungi mereka. Ia karena itu mendesak pemerintah Malaysia agar segera membuat aturan hukum yang melindungi para buruh migran di negeri itu.
Apa yang dikatakan Glorene Dass merupakan buntut dari banyaknya buruh migran asal Indonesia mengalami kekerasan bahkan berujung pada kematian. Karena lemahnya hukum Malaysia untuk melindungi buruh migran, terbaru Pengadilan Petaling Jaya, Malaysia hanya menghukum denda Datin Rozita Mohammad Ali pada pertengahan Maret lalu.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada Datin hanya berupa denda 20 ribu ringgit atau setara Rp 70,3 juta tanpa harus menjalani hukuman penjara. Padahal, ia dinyatakan terbukti menganiaya Suyanti, buruh migran asal Sumatra Utara, Indonesia.
Merujuk kepada vonis pengadilan, Datin hanya dituntut berkelakuan bai selama lima tahun ke depan tanpa perlu menjalani hukuman penjara. Padahal, apa yang dialami Suyanti jauh dari tindakan manusiawi karena ditemukan dalam keadaan mengenaskan di selokan kompleks perumahan majikannya dengan luka-luka legam di sekujur tubuhnya.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan, Suyanti disebut mengalami cedera serius di kedua belah mata, tangan, kaki, pendrah beku di kulit kepala dan mengalami patah tulang di belikat kiri. Datin menganiaya Suyanti dengan menggunakan pisau, alat pel, payung, setrika dan gantungan baju.
“Kegagalan pemerintah membuat hukum tegas untuk melindungi buruh migran, maka korban kekerasan dan korban jiwa akan terus bertambah,” kata Glorene Dass seperti dikutip star2.com pada 6 April 2018.
Soal korban jiwa itu, Dass menyebut nama Adelina Lisao, buruh migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tewas karena dianiaya majikannya di Bukit Mertajam, Penang. Tewasnya Adelina disebut Dass hanya menambah daftar panjang korban tewas akibat dianiaya majikannya yang kejam.
Hukum Lemah
Kekerasan yang menimpa buruh migran di Malaysia, kata Dass, umumnya lantaran lemahnya perlindungan hukum terhadap mereka. Sebuah aturan yaitu The Employment Act 1955 yang konon disebut melindungi buruh migran sektor rumah tangga, bahkan tidak mengakui mereka sebagai pekerja. Para buruh migran ini hanya disebut sebagai pembantu sehingga dasar hukum perlindungan terhadap mereka menjadi berbeda.
Di samping itu, para buruh migran sektor rumah tangga ini bekerja di rumah majikan yang menjadi domain pribadi; tidak terawasi sehingga banyak yang menjadi korban eksploitasi majikan. Mereka tidak saja dianiaya secara fisik, juga mengalami pelecehan secara berkelanjutan. Sementara pelaku lolos begitu saja tanpa dihukum persis seperti Datin itu.
“Kadang kala penganiayaan itu berujung pada kematian seperti yang dialami Adelina. Kasus yang dialami buruh migran itu tidak berdiri sendiri. Adelina karena mendapat sorotan, lalu bagaimana yang sama sekali tidak dilaporkan?” tutur Dass.
Tenaganita mencatat dari Juni hingga Desember tahun lalu, ada 120 kasus pelecehan yang dialami buruh migran sektor rumah tangga. Dari jumlah itu, 82 orang yang menjadi korban adalah perempuan, sementara sisanya adalah laki-laki. Tahun ini, organisasi ini menangani 29 kasus baru.
Berdasarkan catatan Tenaganita, para buruh migran ini setidaknya mengalami enam bentuk pelecehan. Umumnya para buruh migran itu tidak dibayar selama berbulan-bulan dengan alasan upahnya dipotong untuk berbagai keperluan seperti seragam, makan, cuti, izin kerja dan lain sebagainya. Lalu, pelecehan lain adalah tidak diberi makan dengan kondisi kerja yang buruk, tidak memiliki hari libur selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, paspor ditahan dan dipaksa kerja lembur tanpa upah.
Para buruh migran itu juga acap menerima kekerasan verbal, fisik dan juga seksual. Para buruh migran sektor rumah tangga menghadapi tantangan yang kompleks dan spesifik dibandingkan dengan buruh migran sektor lain. Itu sebabnya, pemerintah Malaysia didesak untuk membuat aturan hukum secara khusus kepada mereka.
Ia menduga, pemerintah Malaysia barangkali menganggap jumlah buruh migran sektor rumah tangga yang menjadi korban penganiayaan oleh majikan masih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total buruh migran yang bekerja di sektor rumah tangga yang mencapai 250 ribu jiwa. Akan tetapi, kata Dass, tidak sepatutnya demikian. Sebab, satu kasus sesungguhnya sudah terlalu banyak. Pun satu kematian juga terlalu banyak. [KRG]