Koran Sulindo – Saat ini Indonesia membutuhkan ahli-ahli komunikasi pembangunan yang andal di berbagai lini, khususnya di lembaga-lembaga pemerintah.
“Ahli komunikasi pembangunan di Tanah Air sekarang ini hampir tidak ada, sehingga banyak lembaga yang tidak tahu akan dibawa kemana, terutama lembaga yang dulu sangat dikenal, yakni Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dulu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),” kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Rinekso Kartono, di Malang, Jawa Timur, Kamis (22/11/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Rinekso, terdapat masalah besar yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu stunting, anak-anak yang tidak bisa berkembang bukan karena kurang gizi akibat kemiskinan, tetapi karena teknologi yang luar biasa. Karena tidak bisa lepas dari game-game yang ada di handphone, mereka lupa makan, bahkan lupa segalanya. Kondisi ini harus dipahami dan diatasi.
“Di sinilah peran para ahli komunikasi pembangunan, mereka harus mampu memetakan isu-isu penting dalam komunikasi pembangunan sekaligus merencanakan program dan kebijakan lembaga ke depan,” katanya.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia bukan hanya stunting, tetapi juga di bidang pertanian.
“Ke depan, harapan kami akan lahir ahli-ali komunikasi pembangunan yang andal agar lembaga-lembaga pemerintah bisa memetakan apa saja yang harus ditangani dengan program dan kebijakan yang mampu meminimalisasi segala permasalahan yang muncul,” kata Rinekso.
Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nasrulllah Msi, mengakui masih ada daerah yang merespons negatif setiap kebijakan dari pusat karena adanya miskomunikasi.
“Miskomunikasi ini terjadi karena belum maksimalnya komunikasi publik di daerah,” katanya.
Mantan Kahumas UMM itu mencontohkan Kemendikbud memiliki banyak kebijakan strategis namun tidak sedikit daerah yang merespons negatif karena minimnya komunikasi publik di lembaga bersangkutan.
Contoh terkini adalah zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), pendidikan karakter yang sedang digencarkan, “fullday school”, dan lainnya.
“Fullday school heboh, zonasi PPDB heboh, karena miskomunikasi di daerah, padahal faktanya tidak seperti yang digaduhkan,” kata Nasrullah. [DAS]