Lagi, Kapolri Jelaskan Proses Perkara Kasus Makar di DPR

Kapolri Jenderal Tito Karnavian/tribratanews

Koran Sulindo – Kapolri Tito Karnavian menjelaskan dasar hukum dan proses perkara makar di hadapan Komisi III DPR, hari ini. Tito menyebut penyelidikan kasus makar berawal dari temuan-temuan video yang tersebar di media sosial dan temuan dokumen rapat-rapat terbatas yang dihadiri para tersangka makar.

“Dasar tuduhan makar, terdapat fakta yang ditemukan oleh penyidik, diantaranya video-video yang tersebar di akun media sosial di antaranya Youtube,” kata Tito, Selasa (23/5), seperti dikutip ntmcpolri.info.

Tito juga mengatakan polisi menemukan bukti adanya pertemuan terbatas hasil dari penyelidikan lapangan (surveillance). Pertemuan itu merancang upaya mengembalikan UUD ’45 yang asli, menurunkan Presiden Joko Widodo, membentuk pemerintahan transisi, kemudian menangkap dan mengadili Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), dan menolak reformasi.

Pertemuan tersebut berujung pada tema ‘Konsolidasi Pergerakan Menuju Jihad 212, People Power 2016’.

Materi pembahasan dalam rapat itu, menurut Tito, termasuk persiapan teknis menuju makar.

“Pertemuan-pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan beberapa rapat bertemakan ‘Konsolidasi Pergerakan Menuju Jihad 212, People Power 2016’, serta persiapan teknis menuju hal tersebut,” katanya.

Setelah penangkapan para tersangka makar, polisi mendapati bukti digital forensik dalam telep[on seluler (ponsel) yang berkaitan dengan pembahasan upaya makar.

“Terdapat juga fakta dari hasil laboratorium forensik terhadap handphone milik beberapa tersangka yang berkaitan dengan upaya tersebut. Pasal yang disangkakan Pasal 107 KUHP,” katanya.

Pasal itu menyatakan makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Sedangkan para pemimpin dan pengatur makar tersebut diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.

Tito meyakini para tersangka dapat dimintai pertanggungjawabannya terkait dugaan rencana menggulingkan pemerintah secara inkonstitusional.

“Setidaknya sejumlah tersangka sudah menjalani pemeriksaan, namun kemudian ditangguhkan karena adanya permintaan dengan pertimbangan, alasan kesehatan dan kemanusiaan terhadap yang bersangkutan,” kata Tito.

Makar 1

Pada Jumat 2 Desember 2016, sebanyak 11 aktivis dan tokoh nasional ditangkap polisi dinihari. Mereka dibawa ke Polda Metro Jaya karena diduga merencanakan makar pada saat aksi damai 212.

Mereka adala  Ratna Sarumpaet, Kivlan Zein, Adityawarman, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputi, Ahmad Dhani, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar.

Sebanyak 8 orang, yaitu Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, Ahmad Dhani, dan Rachmawati Soekarnoputri dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan hampir 1×24 jam.

Sementara Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar tetap ditahan. Ketiga tersangka ini dijerat dengan UU ITE dan Pasal 107 Jo Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat.

Belakangan, tersangka bertambah satu orang lagi, yaitu Hatta Taliwang, bekas anggota DPR dari PAN.

Makar 2

Polisi sekali lagi menangkap 5 orang dengan tuduhan makar pada 31 Maret 2017 dinihari. Mereka adalah Sekjen FUI Al Khaththath, Zainudin Arsyad, Irwansayah, Dikho Nugraha, dan Andry. Mereka diduga hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Kelima orang itu langsung ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Mereka didakwa hendak menduduki gedung DPR/MPR, lalu mengganti UUD kembali ke UUD asli.

Kelimanya disangkakan dengan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP tentang Pemufakatan Makar dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Tito sudah 2 kali menjelaskan kasus makar ini di hadapan Komisi 3 DPR. Yang pertama dilakukannya pada 5 Desember 2016, 5 bulan yang lalu. [DAS]