Ilustrasi. Foto: SMAN 1 Pare, Jawa Timur

Koran Sulindo – Ini memang bisa digolongkan bukan kasus pencurian biasa. Bahkan, kalau dilihat lebih jauh, kasus ini bisa dianggap sebagai kegagalan sistem pendidikan kita dalam membentuk bangsa yang berkarakter atau berwatak baik, antara lain jujur, bertanggung jawab, dan menghargai ilmu pengetahuan.

Bayangkan saja, menjelang pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK), sejumlah komputer di banyak sekolah di berbagai daerah raib digondol maling. Di Jakarta, misalnya, Madrasah Tsanawiyah Al Falah di Penjaringan kehilangan 40 laptop pada awal April lalu, padahal UNBK akan dilaksanakan.

Sebelumnya, 25 unit komputer personal dan beberapa laptop di SMPN 2 Tanggungharjo-Kudus, Jawa Tengah, juga dimaling. Menurut warga dekat sekolah itu, malingnya beraksi pada malam hari, dengan melewati jalan desa dekat ruang laboratorium komputer sekolah tersebut.

Pada akhir Maret 2018, MI/MTS Unwaanunnajah di Tangerang Selatan-Banten juga mengalami hal yang sama. Sekolah itu kehilangan 34 unit laptop. Sebelumnya, pada pertengahan Maret 2018, SMK Maarif Paguyangan di Brebes, Jawa Tengah, juga kehilangan 18 unit prosesor komputernya.

Sebenarnya, kejahatan seperti ini bukan baru pertama kali terjadi. Pada tahun 2017 juga pernah terjadi di beberapa daerah, antara lain di Tasikmalaya (Jawa Barat), Tangerang (Banten), dan Mataram (Nusa Tenggara Barat). Juga di Cianjur (Jawa Barat), sehingga ratusan pelajar SMAN 1 Mande-Cianjur, terpaksa harus mengikuti UNBK di sekolah lain. Pada tahunh 2016, sejumlah sekolah juga mengalami hal yang sama, antara lain di Pangandaran dan Karawang (Jawa Barat) serta di Bima (Nusa Tenggara Barat).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pun sangat geram terhadap adanya aksi kriminal itu. Bahkan, entah disadari atau tidak, Muhadjir sempat mengeluarkan kata-kata kutukan yang ditujukan kepada orang-orang bejat yang menjadi pelaku pencurian tersebut.  “Saya bilang pencuri yang memanfaatkan ujian nasional, yang menghambat itu, termasuk hacker, itu dikutuk tujuh turunan,” ujar Muhadjir di Kompleks Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (13/4).

Namun, ia kemudian mampu meredakan emosinya. Dengan nada sedikit bercanda, Muhadjir lalu mengatakan, pencuri harusnya tetap memiliki moral dengan tidak memanfaatkan situasi ujian pelajar untuk melakukan tindakan kriminal.

Ia juga menjelaskan, untuk menjamin kelancaran pelaksanaan UNBK, kementeriannya telah bekerja sama dengan pihak kepolisian, Ombudsman, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Tapi, untuk kasus komputer yang hilang itu, menurut dia, seharusnya pihak sekolah meningkatkan kewaspadaan mereka. “Harus sudah menyadari, musim ketika akan ujian nasional, ketika alat-alat itu digelar, itu akan banyak mengundang syahwat pencuri untuk melakukan pencurian,” tuturnya.

Namun, Muhadjir menampik bila dikatakan kejahatan itu terjadi di banyak sekolah. Biasanya, katanya lagi, penyebabnnya lebih karena keteledoran. Itu sebabnya, ia merasa tidak perlu mengeluarkan kebijakan khusus untuk mengantisipasi agar aksi kriminal ini tak terjadi lagi di masa-masa mendatang. “Saya minta waspada aja untuk masing-masing sekolah untuk itu,” katanya.

Sebelumnya, lewat siaran pers tertulis pada 8 April 2018 lalu, Posko Pemantauan UNBK Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan, pihaknya menerima sejumlah pengaduan terkait persiapan pelaksanaan UNBK SMA/SMK  tahun 2018 di beberapa daerah di Indonesia. Pengaduan itu ada yang berupa kendala teknis, seperti kurangnya sarana dan prasarana komputer, sehingga banyak sekolah harus meminjam komputer ke pihak-pihak lain dengan tambahan biaya lebih besar dibandingkan dengan ujian nasional berbasis kertas.

“Yang terkait pantauan FSGI dari persiapan sarana UNBK SMA, persentasenya sekitar 71 persen menunjukkan kesiapan sarana CBT yang berasal dari sekolah tersebut. Adapun 29 persen minim komputer sehingga penyelenggara UNBK SMA harus meminjam dari siswa, guru, dan sekolah lain,” kata Fahmi Hatib dari FSGI dalam siaran pers itu. [RAF]