Krisis Garam, Apa yang Terjadi?

Ilustrasi: Usaha garam rakyat/disperindang.pamekasankab.go.id

Koran Sulindo – Krisis garam yang terjadi lebih sepekan terakhir belum ada tanda-tanda berakhir. Pasokan ke pasar-pasar masih terbatas, garam langka, akibatnya harga naik antara 100 persen hingga 200 persen.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan kelangkaan garam terjadi karena industri garam rakyat banyak yang gagal panen gara-gara cuaca yang tidak mendukung pengolahan garam.

“Saat ini terjadi anomali iklim dari awal tahun,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (26/7).

Saat ini KKP juga tengah menyusun regulasi tambahan untuk mengendalikan impor garam. Sebelum menerbitkan regulasi yang nantinya berbentuk peraturan menteri, KKP akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait agar senada dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Sementara itu, kementerian Perdagangan hingga saat ini menyatakan masih menunggu rekomendasi resmi dari KKP untuk segera mengimpor 75.000 ton garam konsumsi. agar bisa diteruskan oleh Kementerian Perdagangan untuk segera mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI).

Impor garam konsumsi dilakukan untuk meredam tingginya harga.

“Konsumsi segera kami keluarkan setelah dapat dari KKP dan KKP tadi sudah clear, dengan PT Garamnya saya panggil,” kata Mendag Endartiarto Lukita, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (28/7).

Kemendag sudah memberikan kuota impor untuk PT Garam. Di tahap pertama, PT Garam diminta mengimpor 75.000 ton garam konsumsi dari Australia. Garam impor nantinya akan masuk melalui 3 pelabuhan di Indonesia yaitu Pelabuhan Ciwandan di Banten, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, dan Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara.

Kasus Pemidanaan Dirut PT Garam

Untuk mengingatkan, karena garam inilah Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Budiono menjadi tersangka kasus manipulasi izin impor.

Bareskrim Polri menduga PT Garam mengimpor garam industri dengan kadar NaCl di atas 97%. Impor itu dilakukan sesuai surat persetujuan impor (SPI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sekalipun Menteri BUMN hanya memberikan PT Garam penugasan impor garam konsumsi.

KKP bersikukuh rekomendasi yang dikeluarkan KKP adalah impor bahan baku garam konsumsi, bukan garam industri. Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 125/M-Dag/Per/2015 tentang Ketentuan Impor Garam, impor garam konsumsi dapat dilakukan oleh BUMN pergaraman setelah mendapat penugasan dari menteri BUMN dan rekomendasi dari menteri kelautan dan perikanan.

Siaran pers polisi menyatakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri pada Sabtu (10/6/2017) pukul 14.00 WIB menangkap Achmad Budiono, dengan dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton. Kemudian, 1.000 ton garam industri yang diimpor itu dikemas dalam kemasan 400 gram dengan merek Garam cap SEGI TIGA G dan dijual untuk kepentingan konsumsi. Adapun sisanya 74.000 ton diperdagangkan atau didistribusikan kepada 45 perusahaan lain.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 10 Permendag 125, importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.

Tersangka diduga melanggar pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, dan pasal 3 dan 5 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.

“Yang bersangkutan sudah 2 kali mengajukan rencana impor garam konsumsi sejumlah 75.000 ton, namun tidak direalisasikan. Kemudian yang bersangkutan mengubah konsentrasi kadar NaCl menjadi 97 persen ke atas, sehingga menerima rekomendasi dari Kementerian KKP ke Kementerian Perdagangan, sehingga impor yang terealisasi adalah garam industri sebanyak 75.000 ton,” bunyi rilis itu.

Dalam kasus PT Garam ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan ada indikasi kasus penyalahgunaan izin impor garam itu merupakan jebakan.

Susi mengaku belum menemukan kesalahan yang dibuat oleh PT Garam, dan menyinggung kemungkinan ada pihak-pihak merasa dirugikan karena PT Garam merupakan satu-satunya pelaku industri yang boleh mengimpor garam konsumsi.

“Ada kemungkinan penyalahgunaan, ini baru kemungkinan ya, masih belum tentu. Karena indikasi ini ada permainan yang menjebak sana sini, juga kelihatan sekali. Saya melihat di sini, kemungkinannya bisa saja banyak. Yang dulu biasa impor, kemudian comfort zone-nya hilang. Lalu membuat satu pelaporan atau apa, bisa saja,” kata Susi, di kantor KKP, Jakarta, Jumat (16/6), seperti dikutip kbr.id.

Susi mengatakan ada kemungkinan pemerintah bakal melakukan revisi terhadap Permendag itu.

“Kita akan membuat beberapa perubahan di Permendagnya supaya lebih clear. Sekarang ini kan ambigu. Jadi perlu direvisi supaya ke depan lebih jelas,” katanya.

Susi berharap perkara ini tidak bakal menyurutkan komitmen pemerintah untuk memberantas kartel dan mengatur tata niaga pangan.

“Kita tahu semua kartel pangan di indonesia itu luar biasa, tidak mudah juga untuk menghentikannya. Kita mencoba membuat sesuatu memperbaiki supaya tidak terlalu terkartelisasi, ada konsekuensi yang terjadi seperti ini,” kata Susi.

Siapa Berkuasa atas Izin Impor?

Kemendag sejak Juni 2017 lalu sedang memproses revisi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang impor garam. Dalam aturan baru nanti, rekomendasi impor garam hanya dipegang KKP.

“Jadi semuanya itu harus rekomendasi dari kementerian KP, itu intinya. Kalau selama ini untuk industri itu dari Kemenperin. Kalau untuk konsumsi dari KemenKP. Nah sekarang satu,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, di Jakarta, Jumat (23/6).

Revisi ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam. Pada Pasal 37 ayat 3 tertulis bahwa impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman, Menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Tetapi kita saling berkoordinasi. Jadi persetujuan impor tetap dari Kemendag, atas dasar rekomendasi KKP,” kata Oke.

Revisi aturan impor garam ini dianggap mendesak, setelah terungkapnya dugaan penyelewengan izin impor garam oleh PT Garam tahun ini. Izin impor yang seharusnya untuk garam konsumsi, tetapi digunakan untuk garam industri.

Namun belum sebulan berlalu proses revisi itu terhenti. Pada 14 Juli lalu hanya Kemendag yang akan memberikan izin impor garam industri untuk menjamin kebutuhan industri. Izin impor tidak lagi membutuhkan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Rekomendasi itu diserahkan selama setahun diberikan KKP kepada Kemendag supaya tidak menganggu investasi yang ada di Indonesia,” kata Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, seusai mengikuti rapat tentang garam industri di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat, 14 Juli 2017.

Rapat dipimpim Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanrto, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Impor garam industri sebelumnya memerlukan rekomendasi Kementerian Perindustrian, sementara rekomendasi garam konsumsi dari KKP. Setelah ada regulasi baru, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Negara, izin impor dikeluarkan oleh KKP. Namun, rekomendasi izin impor garam oleh KKP tidak membedakan antara garam konsumsi dan garam industri.

“Maka hari ini diselesaikan garam industri itu wewenangnya untuk Mendag saja, tanpa ada keterlibatan rekomendasi KKP,” kata Sofjan.

Keputusan rapat ini diambil sebagai solusi menipisnya garam industri dalam beberapa bulan terakhir. Dengan demikian, perusahaan yang sudah kehabisan garam bisa mengimpor lagi untuk kebutuhan produksi mereka.

“Izin keluar hari ini,” kata Enggar, hari itu juga. [DAS]