Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pelanggaran hukum pengurusan perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi Barat, Jawa Barat.
Hari ini KPK memeriksa 3 orang saksi untuk 2 tersangka masing-masing Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dan konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama (FDP).
“Penyidik mendalami pengetahuan para saksi terkait proses perizinan proyek Meikarta dan dugaan pelanggaran hukum dalam proses perizinan tersebut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Tiga saksi itu adalah Wakil Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja, mantan Kasie Pengelolaan PSDA Dinas PUPR M Urip Karisabanu, dan Pelaksana Seksi Pencegahan Andi Dwi Prasetyo.
Sampai saat ini, KPK telah memeriksa 72 orang saksi dalam penyidikan kasus tersebut terdiri dari nsur pegawai dan pejabat Lippo 29 orang, pejabat dan pegawai Pemprov Jabar 11 orang serta pejabat dan pegawai Pemkab Bekasi 32 orang.
Baca juga: Kasus Meikarta, Lippo Group, dan Suap Korporasi Itu
Selain itu KPK juga terus mendalami sejumlah penyimpangan perizinan yang diduga terjadi sejak awal dan keterkaitannya dengan dugaan suap yang diberikan pada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.
“Juga pendalaman sumber uang suap tersebut pada sejumlah pejabat dan pegawai Lippo Group,” katanya.
Latar Belakang Kasus
KPK telah menetapkan 9 tersangka dalam kasus ini, yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen “fee” fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam. [DAS]