Novel Baswedan

Koran Sulindo – “Ada enam: Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J. Mahesa, Masinton Pasaribu, Syarifudin Suding, dan satu lagi saya lupa namanya,” kata penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan saat dihadirkan menjadi saksi verbalisan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto dalam kasus dugaan korupsi paus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (30/3). Enam orang anggota DPR yang disebutkan Novel itu adalah orang-orang yang dituding Novel telah menekan Miryam S. Haryani, anggota DPR dari Partai Hanura, saksi dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, pada persidangan pekan lalu (24/3), Miryam menyatakan dirinya ditekan penyidik KPK saat memberikan keterangan untuk dimasukkan ke Berita Acara Pemeriksaan. Ia pun lalu mencabut keterangannya di seluruh BAP itu. Padahal, dalam BAP tersebut, Miryam mencerikan dengan detail soal pertemuannya dan sejumlah aliran dana ke anggota DPR.

Untuk mencari tahu kebenaran keterangan Miryam tersebut, majelis hakim pun pada sidang Kamis ini memanggil Novel. Dan, Novel membantah keterangan Miryam itu. Menurut Novel, tekanan kepada Miryam bukan datang dari KPK, tapi justru dari sesama anggota DPR, yang lima nama di antaranya disebutkan Novel di atas.

“Miryam mengaku kepada penyidik KPK, dia tidak bisa mengembalikan uang yang sudah diterima, karena dia bisa habis oleh anggota DPR,” ujar Novel.

Penyidik KPK, lanjutnya, tidak pernah mengarahkan Miryam untuk memberikan jawaban sesuai keinginan penyidik. “Miryam bebas kasih keterangan apa pun. Bahkan, termasuk ketika meralat isi BAP. Kami tinggalkan agar dia lebih leluasa,” kata Novel lagi.

Ia juga menegaskan, tidak ada unsur ancaman ketika memeriksa Miryam. “Sejak awal Miryam sudah mengakui semuanya bahwa dia menerima uang,” tutur Novel. Bahkan, tambahnya, Terdakwa Sugiharto juga menyebut Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap meminta uang ke Kementerian Dalam Negeri melalui Miryam.

Soal Miryam muntah waktu diperiksa penyidik KPK juga dibantah Novel. “Miryam juga tidak diperiksa di ruang ukuran dua kali dua meter,” katanya.

Logikanya, menurut Novel, kalau merasa terancam, untuk apa Miryam menceritakan semua dari awal secara runut. “Saksi diperiksa dengan baik. Bahkan, sejak awal, dia sudah mengakui semuanya. Logikanya jika merasa terancam untuk apa menceritakan semuanya secara runut?” kata Novel. Pihak KPK sendiri memanggil Miryam karena, berdasarkan hasil penyadapan, Miryam kerap menyebut uang dari proyek e-KTP. [PUR]