Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengadakan gelar perkara untuk kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) dalam waktu dekat. Itu untuk menentukan bahwa akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut.
Akan tetapi, Ketua KPK Agus Rahardjo masih enggan menjelaskan perihal tersebut. Ia hanya memastikan, KPK akan menetapkan tersangka baru dalam kasus itu dengan membuka penyelidikan baru atas kasus korupsi e-KTP.
Soal tersangka baru itu, disebut Agus bisa saja berasal dari legislatif, swasta atau pihak pemerintah. Sejauh ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka dan kini menjadi terdakwa dalam kasus itu. Keduanya adalah Irman (mantan Dirjen Dukcapil) dan Sugiharto (mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri).
Menanggapi langkah KPK itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dengan menuduh Agus memiliki konflik kepentingan atas kasus itu. Pasalnya, ketika menjabat ketua Lembaga Kajian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Agus disebut ikut melobi agar konsorsium memenangi proyek e-KTP.
Tentu saja Agus menolak tuduhan itu. Ia memastikan tidak ada konflik kepentingan atas kasus itu. Ia juga membantah pernah melobi pihak konsorsium penggarap proyek tersebut. Ketika pembahasan proyek e-KTP, LKPP sudah memberi saran agar sembilan paket pengerjaan proyek dipecah karena berpotensi dikorupsi dan agar tidak dimonopoli.
KPK dipastikan akan mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun itu. Meski penuntasannya akan memakan waktu lama. Dan tentu saja penuntasannya seperti yang diharapkan banyak orang.
Berdasarkan dakwaan pada Kamis pekan lalu, Irman dan Sugiharto disebut secara bersama-sama dengan Andi Agustinus (pengusaha), Isnu Edhi Wujaya (Ketua Konsorsium PNRI), Diah Anggraeni (Sekjen Kemendagri), Setya Novanto (Ketua Fraksi Golkar periode 2009 hingga 2014) dan Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia Pengadaan barang/jasa Dirjen Dukcapil tahun 2011) melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum yaitu pengadaan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011 hingga 2013.
Sementara para terdakwa juga disebut memperkaya orang lain seperti Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Dradjat Wisnu Setyawan beserta enam orang anggota Panitia Pengadaan, Husni Fahmi beserta lima orang anggota Tim Teknis, Johannes Marliem, Anas, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasona Laoly dan 37 anggota Komisi II.
Juga memperkaya korporasi seperti PNRI, PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI. Akibat perbuatan itu negara rugi sekitar Rp 2,3 triliun. [KRG]