Ilustrasi/partainasdem.id

Koran Sulindo – Dari 101 daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak Rabu (15/2) kemarin, sebanyak 9 daerah hanya diikuti oleh 1 pasangan calon. Paslon tunggal itu harus bertarung melawan kotak kosong. 9 daerah itu adalah Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Pati, Kabupaten Landak, Kabupaten Buton, Kabupaten Maluku Tengah, Kota Jayapura, Kabupaten Tambrauw, dan Kota Sorong.

Hasil Pilkada otak kosong itu, bisa dipantau lewat hasil hitung form C1 yang ditampilkan di situs resmi KPU, hampir semua paslon tunggal sementara ini menang.

Umar Ahmad-Fauzi Hasan menang telak 96,69% melawan kotak kosong (3,31%) di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung. Suara yang masuk ke data KPU sudah 96,56%.

Di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, calon Umar Zunaidi Hasibuan-Oki Doni Siregar menang 71,39% melawan kotak kosong (28,61%). Total sudah 100% suara yang masuk ke data KPU.

Di Pati, Haryanto-Saiful Arifin juga menang 74,49% melawan kotak kosong (25,51%). Sudah 91,46% suara yang sudah masuk ke data KPU.

Di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Karolin Margret Natasa-Herculanus Heriadi menang 96% melawan kotak kosong, yang hanya memperoleh 4% suara. Namun baru 52,68% suara yang masuk ke data KPU.

Sementara itu, Pilkada Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, dengan paslon tersangka KPK, paslon Samsu Umar Abdul Samiun-La Bakry mendapat 55,08% suara dan hanya 44,92% tidak setuju dan lebih memilih kotak kosong.

Di Kabupaten Maluku Tengah. Tuasikal Abua-Martlatu Leleury menang 71,14% melawan kotak kosong (28,86%). Namun hasil itu baru berasal dari 5,62% data yang masuk.

Di Kota Jayapura, Papua, Benhur Tomi Mano-Rustan Saru menang 85,08% melawan kotak kosong (14,92%). Hasil ini baru berasal dari 6,04% data.

Data di Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw, keduanya di Papua Barat belum masuk ke situs KPU.

Latar Belakang
Sahnya calon tunggal merujuk pada disahkannya calon perseorangan dalam pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2016 lalu.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai, fenomena calon tunggal harus dicermati dengan baik karena bisa menjadi satu kemunduran politik. Munculnya calon tunggal ini tidak terpikirkan pemerintah dan DPR pada saat penyusunan UU Pilkada.
Fenomena calon tunggal dimulai sejak Pilkada Serentak 2015. Saat itu ada tiga daerah yang menyelenggarakan pemilihan dengan satu pasangan calon, yaitu Timor Tengah Utara, Blitar, serta Tasikmalaya.

Jika paslon memperoleh suara lebih banyak daripada kolom kosong, pasangan tersebut menang. Namun jika lebih banyak pemilih yang mencoblos kotak kosong, pilkada di daerah tersebut akan diulang dari awal lagi, dan partai-partai bisa mengubah dukungan dan calon kepala daerah independen masih bisa ikut.[KPU/DAS]