Koran Sulindo – Perdebatan antara Novel Baswedan dengan Direktur Penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman disebut memicu “perpecahan” di antara pimpinan. Sebagian seolah-olah membela Novel sebagai penyidik senior dan sebagian lagi membela Aris.
Perbedaan pimpinan KPK itu tampak ketika mereka menyikapi perdebatan antara Novel dan Aris. Perbedaan kedua orang ini kini memasuki “babak” baru. Aris melaporkan Novel atas dugaan pencemaran nama baik.
Novel dan Aris boleh disebut sebagai penyidik yang berprestasi. Novel, misalnya, pria kelahiran Semarang pada 22 Juni 1977 itu diangkat menjadi penyidik sejak 2007. Dan secara resmi menjadi penyidik tetap di KPK pada 2014. Ia menorehkan berbagai prestasi.
Yang paling diingat publik adalah ketika ia berhasil membawa pulang bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dari pelariannya di Kolombia. Novel juga tercatat mampu mengungkap kasus Wisma Atlet yang menyeret Angelina Sondakh, yang merupakan kader Partai Demokrat.
Di luar itu, Novel juga “sukses” memenjarakan Nunun Nurbaeti karena terlibat kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada 2004. Jika ingin disebutkan lagi, masih banyak kasus yang ditangani Novel.
Tidak cuma Novel, torehan prestasi Aris Budiman juga panjang ketika berkarier di Mabes Polri. Ia memulainya dari jabatan Kapolsek, Kapolres dan menjadi dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) hingga menjadi Wakil Direktur Tipikor di Bareskrim Mabes Polri.
Setelah mengikuti seleksi ketat pada 14 September 2015, pria yang memiliki nama lengkap Aris Budiman Bulo ini diangkat menjadi Dirdik KPK oleh Taufiequrachman Ruki. Ketika diangkat ke KPK, Aris Budiman masih berpangkat Komisaris Besar Polisi.
Kendati berprestasi, keduanya lali terlibat perdebatan di KPK. Itu pula yang memicu “perpecahan” para pimpinan. Ketua KPK Agus Rahardjo cenderung “membela” Novel ketika Aris melaporkannya ke polisi terkait pencemaran nama baik. Sebagai pegawai KPK, Agus merasa Novel wajib didampingi.
Sedangkan, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif lebih memilih untuk mempertimbangkan memberi bantuan hukum kepada Novel. Ia memilih untuk memeriksa terlebih dahulu aturan internal KPK untuk memberi pendampingan kepada Novel. Apalagi Aris sebagai pelapor juga disebut orang KPK. Seperti Laode M Syarif, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menganggap keduanya harus dijaga.
Saut mengaku sedang mengupayakan penyelesaian internal kedua orang tersebut. Akan tetapi, ia berdalih kasus ini sudah tidak bisa dihentikan karena sudah naik ke tahap penyidikan.
Aris dan Polri
Di samping dukungan dari pimpinan KPK, Aris juga mendapat dukungan penuh dari pimpinan Kepolisian RI. Itu sebabnya, ia datang memenuhi panggilan Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK DPR. Ia mendapat pujian dari semua pihak. Kapolri Tito Karnavian, misalnya, memuji Aris sebagai sosok jujur dan loyal.
“Permasalahan yang ada sekarang ini, kita juga menghargai Brigjen Aris. Brigjen Aris ini kita kenal selama ini sebagai sosok yang sangat low profile, jujur, pekerja keras, cerdas, karena akademiknya juga doktor dari UI. Ia orang yang hobi belajar. Punya prinsip, sangat loyal ke atas, ke samping, ke bawah,” kata Tito beberapa waktu lalu.
Aris juga disebut Tito tidak pernah ingin menonjolkan diri sebagai penyidik. Terlebih, mantan Kapolsek Tebet itu selalu fokus bekerja dan tidak mau tampil di media. Selama 29 tahun berkarier di kepolisian, Aris selalu menjadi sosok yang pandai bergaul, baik ke atasan maupun ke bawahannya. Aris juga pernah masuk timnya saat penanganan kasus-kasus bom.
“Dengan adanya mungkin ia datang ke Pansus, ia lihat bahwa ada sesuatu, ia berani tanpa adanya izin dari pimpinan KPK dan Kapolri. Saya tidak memberi izin karena ia tidak ada komunikasi dengan saya, saya sedang naik haji,” kata Tito.
Kendati begitu, Tito mendengar Wakapolri Komjen Syafruddin sempat memberi arahan ke Kapolda Metro Jaya agar menahan Aris ke Pansus. Namun Aris punya jawaban khusus terkait itu. “Tapi ia (Aris) menyampaikan, ‘Saya hormat, tetapi kali ini hanya saya yang bisa membersihkan nama saya sendiri. Saya sudah menunggu terlalu lama yang lain. Ini sudah menyangkut prinsip saya’,” tutur Tito menirukan jawaban Aris.
Meski didukung Polri, langkah Aris dianggap melanggar aturan KPK. Mantan Wakil KPK Bambang Widjojanto menilai Aris melanggar Pasal 36 UU KPK. Pasal itu berbunyi pimpinan KPK tidak diperbolehkan berhubungan dengan pihak lain yang sedang terkait kasus korupsi yang ditangani KPK atas alasan apa pun.
Jika ada pegawai KPK yang melanggar pasal itu, maka akan dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara. Pasal 36 dikenai sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 65 yang memuat sanksi pidana penjara lima tahun. Dengan demikian, Aris pun terancam hukuman penjara karena telah bertemu dengan Pansus Angket KPK. Dimana, sebagian besar anggota pansus tengah berurusan dengan lemabaga antirasuah terkait kasus korupsi e-KTP.
“Sanksi pidana penjara plus tambahan hukumannya ditambah sepertiga. Karena menurut ketentuan itu tidak boleh disebutkan tidak boleh apalagi itu berkaitan dengan pihak yang ada kaitannya dengan kasus yang tengah ditangani oleh KPK. Itu tidak boleh,” kata Bambang.
Bermula di Pansus
Ketika Brigjen Aris Budiman menghadiri dan kemudian memberi keterangan di depan Pansus KPK pada Selasa 29 Agustus 2017 yang lalu, mulailah terendus oleh publik adanya konflik internal pada tubuh KPK. Ada beberapa poin keterangan Aris Budiman pada pertemuan dengan Pansus tersebut yang mengindikasikan hal tersebut antara lain.
1. Ada penyidik potong video pemeriksaan Miryam S Hariyani. Selanjutnya dinyatakannya pemotongan video itu untuk menyerang dirinya.
2. Aris menegaskan pemotongan video yang diarahkan kepada dirinya itu dilakukan atas permintaan seorang penyidik KPK. Lantas Aris telah dilaporkannya ke pengawas internal KPK dan juga ke polisi.
3. Adanya konflik internal di KPK. Aris mengatakan kerap bertentangan dengan Novel Baswedan. Aris juga menyatakan diincar oknum didalam lembaga KPK. Dia merasa ada yang ingin memojokkannya.
Setelah memberi keterangan di Pansus KPK, sikap Aris pun semakin sering memberi keterangan kepada awak media berkaitan dengan konflik internalnya dengan Novel. Sebagaimana diberitakan, Aris merasa dilecehkan Novel Baswedan. Penghinaan disebut Aris oleh Novel tertera dalam surat elektronik yang dikirimkan kepadanya.
Novel menyebutnya sebagai Dirdik KPK yang tidak berintegritas. Bahkan Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga anti-rasuah itu berdiri. Karena email itu pula, Aris lalu melaporkan Novel Baswedan ke polisi pada 13 Agustus 2017 dengan tuduhan telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik .
Berkaitan dengan pengaduan ini, mengutip keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyatakan, kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Novel telah ditingkatkan kasusnya ke tahap penyidikan. Bahkan menurut Argo Yuwono, penyidik juga telah mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke kejaksaan.
Perbedaan pendapat keduanya berujung kepada proses hukum. Celakanya laporan Aris diproses supercepat sementara kasus kekerasan yang menimpa Novel masih berjalan di tempat meski sudah memasuki bulan kelima. (WIS/KRG)