Seperi diungkap Arbi Sanit, nama Budi Waseso juga sempat ramai diperbincangkan terkait penangkapan dan penahanan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW). Ia juga menuai banyak kecaman karena penangkapan terhadap BW dinilai banyak pihak bak penangkapan terhadap tersangka teroris.
Kemudian, namanya kembali meramaikan media massa ketika ia tidak mau mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang merupakan suatu kewajiban tanpa sanksi bagi penyelenggara negara. Budi Wasseso malah meminta KPK untuk menelusuri harta kekayaannya. “Saya tidak mau saya yang melaporkan. Suruh KPK sendirilah yang mengisi itu,” kata Budi Waseso, 29 Mei 2015.
Belakangan, setelah terjadi kegaduhan atas sikapnya itu, Budi Waseso “melunak”. Ia mengatakan, dirinya kesulitan mengisi LHKPN. Menurut dia, pengisian LHKPN perlu dilakukan secara hati-hati agar perincian laporan kekayaan dapat terhitung dengan baik. “Tidak mudah. Begitu sulitnya mengisi itu. Semua itu harus jujur. Kalau tidak, itu namanya pembohongan publik,” kata Budi pada 2015 lalu.
Dalam kesempatan wawancara ketika Budi Waseso masih menjadi Kepala Bareskrim Polri, ia mengatakan bahwa soal kejujuran bagi dirinya memang sangat penting dan dipegang dengan teguh. “Itu pesan bapak saya ketika saya lulus dari Akabri Kepolisian tahun 1984 silam,” ujarnya.
Bapaknya adalah perwira TNI Angkatan Darat. Dikisahkan Buwas, sang bapak sangat menginginkan Budi Waseso mengikuti jejaknya, menjadi tentara di Angkatan Darat. “Pangkat bapak saya terakhir kolonel dari RPKAD dan dia membenci polisi, seolah polisi itu pengkhianat negara,” tutur Budi Waseso. RPKAD adalah singkatan dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Waktu tahu anaknya berhasil masuk Akabri, sang bapak senangnya bukan main. “Bapak sampai mengirim anak buahnya dan adiknya untuk mengawasi saya agar masuk Angkatan Darat. Apalagi, saya menempati peringkat pertama dari 800 orang yang diterima di Akabri,” kisah Budi Waseso.
Tapi, rupanya, Budi Waseso punya niat lain. “Saya terobsesi untuk menjadi polisi. Karena itu, begitu masa pendidikan enam bulan pertama selesai, saya memilih Akademi Kepolisian. Dan, mengetahui itu, paman saya dimaki-maki Bapak, kenapa bisa ‘kecolongan’ membiarkan saya masuk Akademi Kepolisian,” ujarnya.
Kendati begitu, begitu Budi Waseso lulus dari Akabri Kepolisian dan berhak menyandang pangkat letnan satu, sang bapak mengucapkan selamat juga. “Bekerjalah yang baik. Anakku harus jujur. Walau menyakitkan, jujur itu harus. Dan, saya harus jujur kepada kamu, saya tidak bangga kamu menjadi polisi. Tapi, hidup adalah pilihan dan kamu telah memilih. Tunjukkan pilihanmu tidak salah,” kata sang bapak di hari kelulusan Budi Waseso dari Akademi Kepolisian, sebagaimana diceritakan kembali oleh Budi Waseso.
Budi Waseso mengaku, pesan bapaknya itu ia pegang teguh. Mungkin karena itu pula, Budi Waseso dalam wawancara ketika itu mengaku tidak memiliki rumah pribadi. Sebelum menempati rumah dinas sebagai Kepala Bareskrim Polri, ia dan keluarganya tinggal di rumah peninggalan bapaknya. “Di sana ada Vespa tua, skuter milik saya yang tidak akan saya jual karena banyak kisahnya. Saya pernah narik ojek dengan Vespa itu, walau ketika itu sudah perwira,” tutur Buwas.
Apakah ia benar-benar tak mampu membeli rumah padahal sudah menjadi jenderal ploisi? “Saya punya tabungan. Cukuplah untuk membeli rumah, tapi bukan untuk rumah sekelas perwira. Masalahnya, saya punya anak-anak yang masih perlu biaya sekolah. Karena itu, daripada membeli rumah, lebih baik uang itu buat biaya sekolah anak-anak saya. Alhamdulillah, saya mendapat rumah dinas. Tapi, saya sudah punya tanah pribadi, bersertifikat, ukurannya 1 meter x 2 meter untuk makam saya,” ungkap Budi Waseso dengan nada serius, ketika itu.
Dalam kesempatan terpisah, teman seangkatan Budi Waseso di Akademi Kepolisian, Inspektur Jenderal I Ketut Untung Yoga Anna, pernah mengatakan, Budi Waseso adalah orang yang suka prihatin sejak zaman pendidikan di Akademi Kepolisian. ”Sosoknya bersahaja dan apa adanya. Tegas soal aturan. Sejak di taruna sudah begitu. Kami dulu bersama-sama di Lembaga Musyawarah Taruna semasa taruna, semacam DPR yang menjembatani jika ada persoalan antara lembaga dengan taruna,” kata Untung Yoga, yang mantan Kepala Polda Nusa Tenggara Timur, seperti diberitakan beritasatu.com.
Diungkapkan Untung Yoga, sewaktu menjadi Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri sebelum diangkat sebagai Kepala Bareskrim Polri, Budi juga tidak berubah. “Ya, selama itu juga lurus-lurus saja. Soal hobinya, paling suka dandanin mobil-mobil tua. Misal dibeli murah Rp 10 juta, lalu dijual kembali setelah dirawat,” ungkap Untung Yoga.
Diinformasikan juga dalam artikel di media itu, Kepala Pusat Inafis Brigjen Bekti Suhartono mengungkapkan, dirinya dan Budi Waseso dulu pernah sama-sama bertugas di Kalimantan Tengah. ”Kami dulu juga sama-sama dinas di Kalimantan Tengah. Beliau Kapolres Barito Utara dan saya Kapolres Barito Selatan. Di situ bisa dibilang kami itu kepala polres paling kere karena kami saling mengingatkan. Pernah kami ditawari mobil di showroom oleh bos kayu, tapi tak kami ambil karena sudah punya mobil dinas,” tutur Bekti.
Dengan rekam jejak yang seperti itu, wajar jika beberapa partai politik sudah ada yang melirik Komisaris Budi Waseso untuk diusung sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada pemilihan 2017 nanti. Partai Gerindra, misalnya, meski belum secara resmi mengumumkan, sudah mengadang-ngadang nama Budi Waseso untuk diajukan sebagai calon gubernur. Bahkan, menurut Wakil Ketua Umum cum anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, partainya siap berkoalisi dengan partai politik lain untuk mengusung pasangan Budi Waseso dan Sandiaga Uno sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. “Kami juga akan berkomunikasi menjajaki koalisi dengan PDIP, PPP, PKB, dan PKS untuk mengusung pasangan tersebut,” katanya, Jumat lalu (8/7).
Tentu saja, Partai Gerindra harus berkoalisi karena kursinya di DPRD tidak mencukupi untuk mengusung calonnya sendiri. Yang dapat mengusung sendiri hanya PDI Perjuangan. Akankah PDI Perjuangan melirik Budi Waseso juga dan dipasangkan dengan kadernya, misalnya Djarot Saiful Hidayat, yang kini masih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta?
“Semua terserah partai saja. Ini kan semuanya sedang menunggu keputusan partai,” kata Djarot, yang dihubungi via telepon. [KRG/PUR]