Koran Sulindo – Rencana privatisasi empat badan usaha milik negara (BUMN) melalui rights issue disetujui Komite Privatisasi. “Alhamdulillah empat BUMN telah disetujui, sekarang diproses,” kata Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Adityawarman setelah rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/7). Empat BUMN yang akan menerbitkan saham baru itu adalah Jasa Marga, PT PP (Persero) Tbk, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution itu dihadiri Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perindustrian Saleh Husin, serta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Menurut Rini, saham perusahaan milik negara tersebut akan dilepas dengan menjual sebagian sahamnya kepada publik, artinya kepada investor lokal maupun asing. Pemerintah telah menentukan waktu penawaran saham terbatas (rights issue).

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, waktu rights issue keempat perusahaan tersebut dipastikan tidak bersamaan. “Menteri Keuangan meminta di-spread supaya tidak lama,” katanya.

Untuk empat BUMN itu, total rights issue-nya mencapai Rp 14,3 triliun. Pemerintah akan mengambil bagiannya melalui dana Penyertaan Modal Negara (PMN), yang telah disetujui DPR. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memperoleh PMN sebesar Rp 1,5 triliun, PT PP (Persero) Tbk Rp 2 triliun, PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rp 1,25 triliun, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Rp 3 triliun

Adityawarman mengungkapkan, Jasa Marga akan menggalang dana melalui penerbitan saham baru senilai Rp 1,8 triliun. Jadi, jika dana sebesar Rp 1,25 triliun berasal dari PMN, dana dari publik mencapai Rp 540 miliar. Aksi korporasi tersebut, diakui Adityawarman, harus direalisasi pada tahun ini. Karena itu, perseroan akan menggelar RUPS Luar Biasa pada 29 Agustus 2016 untuk meminta persetujuan pelaksanaan rights issue. “Hari ini telah disetujui Komite Privatisasi dan kami akan ke Otoritas Jasa Keuangan untuk selanjutnya diproses untuk mendapatkan pernyataan efektif. Kami harapkan penggalangan dana rights issue diperoleh pada November,” tuturnya.

Direncanakan, hasil rights issue tersebut untuk mendanai proyek Semarang-Batang, Pandaan-Malang, serta Cikampek elevated. “Saat ini, kita ada 19 proyek jalan tol diperkirakan mencapai Rp30,4 triliun. Kebutuhan dananya dari ekuitas serta obligasi,” urainya.

Tentu saja, privatisasi tersebut bukan dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing dan  efisiensi BUMN-BUMN itu, tapi sebagai upaya “jungkir-balik” menutup defisit APBN-P 2016. Padahal, Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003 membatasi maksimum defisit APBN sebesar 3% persen Produk Domestik Bruto.

Sebelumnya, langkah “sirkus” yang mengusik rasa keadilan juga telah dilakukan pemerintah dan disetujui DPR, yakni dengan menggelar karpet merah kepada pelaku pidana pajak, baik perorangan maupun perusahaan, melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) Syaratnya, para penjahat pajak itu mau menanamkan dananya ke dalam instrumen yang ditentukan negara sampai paling tidak tiga tahun ke depan.

Menurut Ketua Badan Anggaran DPR Kahar Muzakir, berdasarkan besaran asumsi dasar yang telah disepakati, pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2016 sebesar Rp1.786.225,0 triliun, yang terdiri atas penerimaan dalam negeri Rp1.784.249,9 triliun dan penerimaan hibah Rp1.975,2 triliun. ”Pendapatan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.539.166,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak [PNBP] sebesar Rp 245.083,6 triliun,” ungkap Kahar dalam laporannya di rapat paripurna DPR, Jakarta, 28 Juni 2016 lalu.

Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak pada tahun 2015 mencapai Rp 1.235,8 triliun atau sekitar 83% dari target Rp 1.489,3 triliun. Tapi, kalau memperhitungkan kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak, realisasi pajak neto hanya Rp 1.055 triliun.

Realisasi pendapatan negara tahun 2015 mencapai Rp1.491,5 triliun atau 84,7% dari target Rp 1.761,6 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari penerimaan pajak, bea dan cukai, serta PNBP.

Yang menakjubkan, target penerimaan pajak di APBN-P 2016 naik sangat siginifikan, yakni naik 24,5% dibandingkan realisasi pada 2015. Target pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rerata kenaikan penerimaan pajak sejak 2013 sampai 2015 yang hanya 8,2%.

Tak mengherankan jika publik banyak yang menilai pemerintah “asal-asalan” dalam menyusun anggaran, karena targetnya melebihi kecenderungan yang normal. Padahal, kondisi ekonomi dunia dan juga Indonesia masih termehek-mehek.

Jika penetapan target penerimaannya saja terkesan asal-asalan, kemampuan belanja pemerintah pun menjadi diragukan. Tentu saja, situasi dan kondisi ini di kalangan dunia usaha mengkhawatirkan. Tak menutup kemungkinan para pengusaha menjadi meragukan pemerintah mampu melunasi pembayaran proyek atau program-programnya. Kalau pembayaran ditunda, misalnya, dari mana para pengusaha yang menjalan proyek pemerintah itu dapat menutup biaya yang dikeluarkan.

Kembali ke privatisasi BUMN, pemerintah harus selalu ingat, jangan sampai privatisasi BUMN itu akan menghilangkan peran strategis BUMN dalam pembangunan nasional jangka panjang. Kalau itu terjadi: sila kelima Pancasila, “Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, boleh jadi hanya akan menjadi seperti mantera tanpa tuah, sekadar pernyataan kosong penghias ruang tamu. [PUR]