Ilustrasi/Youtube

Koran Sulindo – Piring berisi bubur merah dan putih malam itu berpindah isinya ke hadirin di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, pekan lalu. Dalam tradisi Jawa, bubur dwiwarna adalah bakti syukur pada pencipta karena disehatkan, atau mendapat amanah momongan, atau karena keinginannya dikabulkan. Bubur itu dihidangkan para petani Kendeng.

“Ini simbol kehidupan, kami membuat dan memakan ini bersama-sama sebagai ucap syukur kepada pencipta dan juga terimakasih kepada pemerintah. Kami petani hidup kembali,” kata Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Beberapa hari sebelumnya, tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) mengeluarkan hasil penelitiannya atas kawasan cekungan air tanah (CAT) di Watuputih Rembang. Kawasan itu tidak boleh ditambang sampai hasil KLHS tahap II diterbitkan kelak.

Di tempat yang lain, syukuran serupa juga diselenggarakan perusahaan yang hampir selama 10 tahun terakhir dilawan para petani itu.

“Sehubungan dengan hasil rapat tersebut juga, karena hanya tinggal masalah penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, Semen Indonesia akan segera memulai kegiatan produksi di Rembang.” Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Rizkan Chandra mengatakan hal itu dalam rilis media, sehari setelah rapat di Kantor Staf Presiden, di Bina Graha Istana.

Rizkan mengatakan dalam rapat itu diputuskan pabrik Rembang tetap boleh beroperasi, dengan menggunakan bahan baku tersedia sampai ada keputusan tentang kegiatan penambangan.

Kepala KSP Teten Masduki mengatakan hasil KLHS ini memang tidak memuat keputusan boleh atau tidaknya pembangunan pabrik semen di Rembang.

Pengumuman hasil KLHS yang diundur-undur terus oleh KSP itu seolah hanya menjadi pengantar bagi drama lebih lanjut semen versus pangan, pabrik melawan petani itu. Petani memiliki tafsir sendiri, perusahaan mengartikannya sendiri. Dan KSP seolah berdiri di tengah, tapi hanya menambah kebingungan, terlihat dari berita yang diunggah di situs mereka yang berganti hingga 3 kali.

Unggahan pertama, tak lama berselang dari jumpa pers di istana itu, situs itu memberi judul,”KLHS Putuskan Penghentian Penambangan CAT Watuputih.” Di berita ini ada kutipan dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan rekomendasi KLHS.

Berita itu dihapus, lalu diganti berjudul “KLHS Rekomendasikan Penghentian Penambangan CAT Watuputih.” Di berita ini masih ada kutipan langsung pernyataan Ganjar, namun rekomendasi KHLS dihapus.

Berita kedua ini dihapus pula dan diganti,“KLHS Rekomendasikan Penambangan CAT Watuputih Tak Dilakukan.” Pada berita ini tak ada lagi kutipan langsung Ganjar dan rekomendasi KHLS.

Jelas saja pen-delete-an berita berulang yang dilakukan KSP ini langsung ramai di media sosial. Tapi bukan itu yang penting. Yang utama adalah rekomendasi KHLS. Dan inilah: Pertama, menetapkan CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam RTRWN; dan melakukan proses penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).

Kedua, perbaikan KRP RTR Nasional, RTRW Provinsi Jawa Tengah, dan RTRW Rembang. Ketiga, selama proses penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung dan/atau KBAK, dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu sistem akuifer, dengan melakukan.

Keterbukaan informasi publik terkait IUP yang mencakup nama perusahaan, lokasi, luas, & masa berakhir IUP. Diwujudkan oleh PemProv dan Pemkab.

Ke-4, operasi penambangan dihentikan sementara hingga adanya penetapan status CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung dan/atau KBAK.

Kelima, penghentian penerbitan IUP baru bagi perusahaan pertambangan yang akan beroperasi di CAT Watuputih dan sekitarnya. Keenam, penghentian kegiatan penambangan ilegal yang beroperasi di CAT Watuputih dan sekitarnya, dan ke-7, melakukan audit lingkungan hidup.

Terakhir, bagi perusahaan telah memiliki IUP namun belum melakukan operasi penambangan, alternatif lokasi penambangan batu gamping mengacu pada perubahan RTRW Kabupaten Rembang. [DAS]