Kisah Hidup Cleopatra VII, Firaun Terakhir Mesir yang Paling Terkenal

Patung dan lukisan yang menggambarkan Cleopatra VII. Sebagai seorang keturunan Yunani Makedonia, Cleopatra VII disebut memiliki wajah yang dibingkai oleh rambut ikal, mata berbentuk almond, dan hidung yang menonjol. (Sumber: Sulindo/Benedict Pietersz)

Mesir Kuno memiliki sejumlah firaun yang terkenal. Cleopatra VII adalah salah satunya, dan dia bukan satu-satunya ratu yang pernah memimpin kerajaan tersebut.

Sebagai seorang ratu Mesir, Cleopatra VII terkenal karena memiliki banyak kelebihan yang sangat menonjol, yaitu cerdas, patriotik, penuh tekad, berani, penuh strategi, karismatik, bercita-cita tinggi, dan rendah hati. Di era di mana kekuasaan Mesir Kuno hampir secara eksklusif dipegang oleh laki-laki, Cleopatra VII menjadi salah satu penguasa yang paling ditakuti dan paling efektif.

Selain itu, Cleopatra secara aktif mempengaruhi politik Romawi pada periode krusial, serta menjalin hubungan dengan Julius Caesar dan Marcus Antonius (Mark Antony). Kisah hidupnya yang dramatis telah banyak diangkat dalam karya seni.

Kisah HIdup Cleopatra VII

Melansir dari Blenheim Partners, Cleopatra VII lahir pada awal tahun 69 SM di Alexandria, Mesir. Nama Cleopatra melambangkan ‘kemuliaan sang ayah’. Dia adalah salah satu dari lima anak Ptolemeus XII dan Cleopatra V. Saudara-saudaranya adalah Berenike IV, Arsinoe IV, Ptolemeus XIII, dan Ptolemeus XIV.

Pada tahun 58 SM, ayahnya, Ptolemeus XII, diusir dari Mesir. Dia melarikan diri ke Roma bersama Cleopatra VII. Berenike IV merebut takhta. Namun pada tahun 55 SM, para pemimpin Roma mengangkat kembali Ptolemeus XII dan mengeksekusi Berenike IV, menjadikan Cleopatra VII sebagai pewaris takhta berikutnya.

Ketika Ptolemeus XII meninggal di tahun 51 SM, tahta diserahkan kepada Cleopatra VII yang saat itu berusia delapan belas tahun dan saudaranya, Ptolemeus XIII yang berusia sepuluh tahun. Kemungkinan besar kedua saudara kandung itu menikah, sesuai adat Mesir Kuno pada saat itu.

Hubungan keduanya tidak akur. Penasihat Ptolemeus XIII memicu pemberontakan terhadap pemerintahan Cleopatra VII dan mengusirnya dari Alexandria di tahun 49 SM,. Cleopatra VII melarikan diri ke Suriah dan mengumpulkan pasukan bayaran untuk mengalahkan saudaranya agar dapat mendeklarasikan tahta untuk dirinya sendiri.

Setahun kemudian, Cleopatra VII kembali ke Mesir untuk menghadapi saudaranya di Pelusium, di perbatasan timur Mesir. Di sekitar waktu yang sama, perang saudara antara Julius Caesar dan Pompey telah menyebar hinga keluar dari Roma, dan Caesar mengejar Pompey yang telah melarikan diri ke Mesir. Pompey dibunuh oleh Ptolemeus XIII saat dia tiba di Mesir.

Hubungan dengan Julius Caesar

Cleopatra VII membutuhkan perlindungan militer dari Julius Caesar untuk memperkuat kekuasaannya atas Mesir Kuno. Pada saat yang sama, Julius Caesar membutuhkan kekayaan sang ratu Mesir untuk membiayai kampanye militernya dan memperkuat posisinya di Roma.

Maka, Cleopatra VII mengatur pertemuan dengan Caesar di tahun 47 SM. Dia menyelundupkan dirinya di dalam karpet yang dikirim ke kamar tidurnya. Cleopatra VII yang berusia dua puluh satu tahun memanfaatkan kecantikannya untuk meluluhkan Caesar, yang saat itu berusia lima puluh dua tahun.

Keesokan paginya, Ptolemeus XIII menemukan mereka bersama. Dia lantas bergabung dengan adik perempuannya yang termuda, Arsinoe IV, karena khawatir Cleopatra VII akan meyakinkan Caesar untuk melenyapkannya.

Selama musim dingin tahun 47 SM, pasukan Caesar meraih kemenangan telak melawan Ptolemeus XIII dalam Pertempuran Sungai Nil dan mengusir Arsinoe IV ke Roma. Caesar mengembalikan tahta Cleopatra VII dan adik laki-lakinya yang termuda, Ptolemeus XIV.

Pada tahun 46 SM, Cleopatra VII melahirkan seorang putra, Ptolemeus Caesar. Anak ini diyakini sebagai hasil dari hubungan dengan Caesar. Dia dikenal oleh orang-orang Mesir sebagai Caesarion atau Caesar kecil.

Di tahun berikutnya, Cleopatra VII dan Ptolemeus XIV melakukan perjalanan megah bersama Caesarion ke Roma. Di Roma, Caesar mengadakan perayaan kemenangannya yang meliputi parade musuh yang kalah, Arsinoe IV. Namun, Caesar tidak mengakui Caesarion sebagai putranya. Dia menyatakan bahwa keponakannya, Octavianus, akan menjadi ahli warisnya.

Beberapa teman dan musuh Caesar menikamnya dengan 23 belati saat dia memasuki Senat Roma di bulan Maret 44 SM. Hancur oleh pembunuhan Caesar, dan dikelilingi oleh permusuhan Romawi, Cleopatra VII kembali ke Mesir.

Dia diduga meracuni saudaranya, Ptolemeus XIV, sampai mati. Setelah kematian saudaranya, Cleopatra VII menunjuk putranya, Caesarion, sebagai rekan bupati bersamanya. Dia memberi nama Ptolemeus XV untuk Caesarion.

Hubungan dengan Marcus Antonius

Pada tahun 42 SM, Marcus Antonius alias Mark Antony memerintah Roma setelah pembunuhan Julius Caesar. Dia memanggil Cleopatra VII untuk mengetahui kesetiaannya kepada Caesar. Cleopatra VII menyetujui permintaannya dan berlayar ke Tarsus, mengenakan jubah Dewi Isis untuk bertemu dengan Antony.

Terpesona oleh kecantikan dan kepribadiannya, Antony jatuh cinta padanya. Cleopatra VII kemudian kembali ke Mesir. Antony ikut dengannya, sehingga membatalkan rencananya untuk menginvasi Kekaisaran Parthia. Dia meninggalkan istri ketiganya, Fulvia, dan anak-anak mereka di Roma.

Selama musim dingin tahun 41-40 SM, Antony memerintahkan eksekusi terhadap adik perempuan Cleopatra VII, Arsinoe IV, di Roma atas permintaan Cleopatra VII. Di masa itu, Arsinoe IV adalah calon saingan untuk tahta Mesir.

Pada tahun 40 SM, Cleopatra VII melahirkan anak kembar dari hubungannya dengan Antony. Dia menamai mereka Alexander Helios (matahari) dan Cleopatra Selene (bulan). Namun Antony meninggalkan Alexandria dan pergi ke Roma untuk membuat perjanjian dengan Octavianus.

Mereka mencapai sebuah kesepakatan: bagian dari kesepakatan itu adalah Antony harus menikahi saudara perempuan Octavianus, Octavia.

Antony kembali bertemu dengan Cleopatra VII di tahun 37 SM untuk mendapatkan dana guna melanjutkan kampanyenya melawan Kekaisaran Parthia. Sebagai gantinya, dia setuju untuk mengembalikan sebagian besar kekaisaran timur Mesir, termasuk Siprus, Kreta, Libya, Yerikho, dan sebagian besar Suriah dan Lebanon.

Cleopatra VII bergabung dengan Antony di Antiokhia, dekat Turki, dan menikah. Hal ini tidak hanya melanggar hukum Romawi, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap Octavia, istri sahnya dan saudara perempuan Octavianus.

Pada tahun 36 atau 35 SM, Cleopatra VII melahirkan seorang putra lagi dari pernikahannya dengan Antony. Dia menamai anak itu Ptolemeus Philadelphus.

Kematian

Antony merayakan perolehannya dari Parthia di Alexandria pada tahun 34 SM, . Dalam perayaan tersebut, yang dikenal sebagai “Donasi Alexandria”, Antony menyatakan Caesarion sebagai putra Caesar dan pewaris sah, lalu memberikan tanah kepada masing-masing anaknya dengan Cleopatra VII.

Hal ini memicu perang propaganda. Octavianus, mengklaim bahwa Antony berada di bawah kendali Cleopatra VII dan akan meninggalkan Roma untuk pergi ke Mesir. Senat Romawi mencabut semua gelar Antony, dan Octavianus menyatakan perang terhadap Cleopatra VII di akhir tahun 32 SM. Saat itu, Antonius dan Cleopatra VII tinggal bersama di Yunani.

Pasukan Octavianus mengalahkan pasukan Antony dan Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium, di lepas pantai barat Yunani tanggal 2 September 31 SM. Kapal-kapal Cleopatra VII membelot dari pertempuran dan melarikan diri ke Mesir, dan Antony segera berhasil melepaskan diri dan mengikutinya dengan beberapa kapal.

Kemudian selama musim panas tahun 30 SM, Octavianus menyerbu Mesir dan Antony mengambil tindakan luar biasa dengan menawarkan diri untuk bunuh diri demi menyelamatkan nyawa Cleopatra VII. Namun, Octavianus menulis surat kepada Cleopatra VII yang menyatakan bahwa jika dia mau menyingkirkan Antony, dia dapat ‘meminta bantuan apa pun darinya’.

Cleopatra VII menyadari bahwa dirinya tidak cukup kuat untuk mengusir Antony dari Mesir atau membunuhnya. Karena itu, dia menyusun rencana. Dia mengirim pesan kepada Antony dan mengatakan bahwa dia telah bunuh diri. Setelah mendengar bahwa orang yang dicintainya telah meninggal, Antony bunuh diri dengan pedangnya.

Setelah kematian Antony, Cleopatra VII mengetahui bahwa Octavianus bermaksud untuk membawanya dan anak-anaknya ke Roma untuk diarak dalam pawai kemenangan. Cleopatra VII mengirim Caesarion untuk bersembunyi di timur Mesir dekat Laut Merah. Setelah itu, Cleopatra VII mencoba bunuh diri dengan membakar makam tersebut. Namun, tentara Romawi menggagalkan rencananya dan dia ditawan.

Pada tanggal 12 Agustus 30 SM, Cleopatra VII mengatur agar seekor ular berbisa diselundupkan kepadanya dalam sebuah ‘keranjang buah ara’. Dia bunuh diri dengan membiarkan ular berbisa itu menggigit dadanya. Dia kemudian mengatur agar dia dan Antony dikubur bersama.

Octavianus mengirim agen untuk memburu Caesarion dan membunuhnya, sehingga mengakhiri anggota terakhir dinasti Ptolemeus. Cleopatra VII adalah penguasa terakhir dinasti Ptolemeus yang memerintah Mesir dari tahun 51 SM hingga 30 SM. [BP]