Ketimpangan dan Potensi Gejolak Sosial di Indonesia

Ketimpangan sosial kian menganga berpotensi menimbulkan gejolak sosial [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Gejolak sosial berpotensi terjadi di Indonesia apabila tingkat kesenjangan sosial tidak segera diatasi. Indonesia berada pada posisi keenam terburuk dalam hal ketimpangan sosial di dunia.

Untuk Asia, hanya Thailand negara yang relatif lebih merata. Sebuah laporan dari Oxfam menyebutkan empat orang kaya Indonesia memiliki kekayaan melebihi kekayaan 100 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia.

Seperti ditulis The Guardian, berdasarkan laporan Oxfam itu, jumlah orang kaya atau miliuner telah meningkat dari satu orang pada 2002 menjadi 20 orang pada 2016. Ini akibat penerapan ekonomi “fundamentalisme pasar” yang hanya memberi manfaat kepada segelintir orang.

Selama hampir dua dekade, ekonomi tetap bertumbuh, tetapi pada saat bersamaan kepemilikan tanah justru berpusat di tangan segelintir orang. Ketidakadilan gender pun kian mencuat. Pada 2016, jumlah orang kaya sebanyak satu persen dari populasi menguasai 49 persen total kekayaan nasional.

“Dalam satu hari saja, bunga kekayaan orang terkaya Indonesia itu seribu kali lipat dari jumlah pengeluaran orang-orang termiskin selama setahun,” tulis Oxfam pada Kamis (23/2).

Laporan itu juga menyebutkan pengembalian investasi dari empat orang terkaya Indonesia versi Forbes seperti Budi Hartono, Michael Hartono dan Susilo Wonowidjojo itu sesungguhnya bisa menghilangkan kemiskinan ekstrem dalam setahun.

Ukuran orang miskin itu adalah pendapatannya kurang US$ 1,90 per hari dan pendapatan tersebut menurun tajam sejak 2000. Kendati demikian, Bank Dunia mencatat sekitar 93 juta orang Indonesia memiliki pendapatan kurang dari US$ 3,10 per hari dan itu disebut sebagai miskin moderat.

Bank Dunia juga melakukan survei pada 2015 berkaitan dengan tingkat kepedulian masyarakat tentang ketimpangan. Indonesia menduduki posisi kedua sebagai negara dengan pendapatan terendah di Asia Tenggara. Dengan kata lain, sistem pajak gagal memainkan perannya untuk mendistribusikan kesejahteraan.

Untuk meningkatkan layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan, Indonesia mesti meningkatkan penerimaan pajaknya. Terutama dari mereka yang berpendapatan tinggi.

Mencegah penghindaran pajak oleh kaum berduit juga menjadi penting. Oxfam mengutip data yang disampaikan Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan US$ 101 miliar mengalir dari Indonesia ke tempat-tempat yang disebut sebagai  “surga” pajak pada 2015. [KRG]