Kereta Api, Dulu Semrawut dan Kotor, Kini Nyaman dan Aman

Penumpang kereta bergelantungan di pintu dan atap gerbong (Sumber: tempo.co, 2011)

koransulindo.com – Berbicara perkeretaapian tidak lepas dari sejarah masa Hindia-Belanda, transportasi barang, transportasi penumpang, teknologi, dan perubahan kebudayaan. Mungkin lebih dari itu kalau diperdalam lagi. Kereta api di Nusantara resmi beroperasi pada 1867 antara Stasiun Kemijen (Semarang) sampai Halte Tanggung. Pengelolanya perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Kereta api lahir karena kebutuhan akan angkutan yang cepat dan memuat banyak barang. Sejak sistem Tanam Paksa, ekspor berbagai komoditi sangat meningkat. Ketika itu pengangkutan dari daerah pedalaman ke pelabuhan menjadi kendala tersendiri. Kendaraan yang digunakan berupa cikar yang ditarik hewan, seperti lembu, kerbau, kuda, dan sapi sehingga butuh waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan.

Bertahun-tahun kemudian kereta api dikenal sebagai moda transportasi masal yang murah meriah. Masyarakat sering menggunakan kereta api untuk jarak dekat hingga jarak jauh. Fisik stasiun, jalur, dan sarana membawa teknologi transportasi ke babak baru. Nama operator pun beberapa kali berubah, antara lain Djawatan Kereta Api (DKA), Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), PT Kereta Api (PT KA), dan terakhir PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Masa 1970-an moda transportasi masal kereta api identik dengan kesan semrawut dan kotor. Kita sering menjumpai kereta api yang penuh sesak dengan penumpang, ada yang duduk di lantai, berjejal di bordes, bergelantungan di pinggir gerbong, hingga pintu tidak ditutup dan menaiki atap gerbong kereta.

Kondisi semakin kacau dengan masuknya pengamen, pedagang asongan, penyemir sepatu, pengemis, hingga copet. Mereka dapat dengan mudah masuk stasiun atau masuk ke dalam gerbong kereta, karena tidak ada pembatasan orang yang bisa masuk stasiun. Penumpang dapat leluasa keluar masuk stasiun melalui celah lubang di sekitar stasiun. Ironisnya lagi, penumpang sudah terbiasa membayar di atas kereta kepada petugas pemeriksa karcis. Tentu di bawah harga resmi.

Hingga 2008 kereta komuter (commuter line) jarak dekat jurusan Bogor – Jakarta tergolong masih semrawut. Banyak penumpang nekad duduk di atas gerbong, padahal sudah banyak penumpang yang meninggal karena tersengat listrik. Sebenarnya PT KA telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menangkap dan menjerat para penumpang nakal tersebut. Dalam salah satu pasal UU 2007 penumpang yang melanggar bisa dikenai pidana kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp15 juta.

Selain merangkul polisi untuk menindak penumpang nakal, PT KA juga telah mempersiapkan langkah lain. Mulai April 2011 PT KA tidak akan memberangkatkan kereta api jika masih ada penumpang di atap gerbong. Langkah ini tentu akan menyebabkan jadwal kereta terganggu dan molor.  Namun para atapers (sebutan untuk penumpang yang senang di atap kereta) tidak juga jera. Menjelang stasiun perhentian, mereka tiduran di atap gerbong untuk mengelabui petugas.

Para atapers bak penyakit kambuhan yang sulit disembuhkan. PT Kereta Api Indonesia (KAI), terbentuk pada 28 September 2011, mencari berbagai akal agar para atapers sadar bahkan jera. Salah satu langkah PT KAI adalah menggunakan cat semprot. Saat itu cat semprot dipasang di beberapa stasiun. Sempat terjadi kericuhan antara penumpang dengan petugas.

Langkah lain adalah membuat Pintu Koboi yang terbuat dari fiber glass dengan tebal satu cm, yang dipantek pada tiang listrik. Pintu koboi dipasang arah kereta Bogor ke Jakarta. Lewat langkah ini penumpang di atas atap berkurang hingga 45 persen.

Langkah selanjutnya memakai pendekatan spiritual menyadarkan penumpang di atap KRL. Di Stasiun Cilebut, disiapkan tikar untuk ustad berceramah, sementara di belakangnya ada spanduk yang memiliki pesan bahayanya naik di atap kereta. PT KAI juga menggunakan kesenian marawis untuk mengimbau penumpang agar tidak naik di atap kereta.

Upaya Dirut PT KAI Ignasius Jonan yang diangkat pada 25 Februari 2009 baru terlihat pada akhir 2011. Lingkungan luar dan dalam stasiun diperbaiki. Tiket berupa kartu elektronik mulai diberlakukan. Mulai saat itu hanya penumpang bertiket boleh masuk stasiun dan naik kereta api sesuai tujuan tiket.

Tahun berikutnya pemesanan tiket kereta api dapat dilakukan melalui internet dan toko swalayan sampai H-90. Ini untuk mengurangi antrean di loket stasiun pada semua kelas kereta api jarak jauh dan jarak menengah di musim lebaran. Tiket untuk penumpang berdiri ditiadakan. Untuk meniadakan calo, pembelian tiket wajib menggunakan identitas asli. Baru kali ini angkutan lebaran berjalan nyaman dan tidak ada pemandangan dramatis, seperti penumpang berjubel, masuk lewat jendela, dan menempati toilet kereta.

Menurut buku Selayang Pandang Sejarah Perkeretaapian Indonesia 1867-2014, pada 2013 PT KAI menggunakan sistem Electronic Ticketing Single Trip dan Multi Trip dengan gerbang elektronik pada seluruh jaringan/stasiun KRL Commuter Line. Selanjutnya KRL hanya mengenal satu kelas pelayanan, seluruh armada menggunakan AC, dan berhenti di setiap stasiun. Sejak beberapa tahun lalu penumpang KRL bisa menggunakan kartu elektronik dari bank mana pun untuk memasuki stasiun.

Pada 2013 untuk pertama kalinya dioperasikan kereta api yang melayani penumpang  dari Bandara Kualanamu menuju Medan dan sebaliknya.  Saat itu juga Jonan diangkat kembali menjadi Dirut PT KAI. Pada 2014 PT KAI meluncurkan aplikasi “KAI Access”. Cukup melalui ponsel, calon penumpang bisa membeli tiket kereta api dan bebas memilih kursi yang masih kosong. Di stasiun-stasiun besar, pada tahun yang sama, mulai dipasang mesin-mesin pelayanan cetak mandiri. Mesin ini untuk membantu para penumpang mencetak tiketnya sendiri di stasiun terdekat tanpa perlu ke stasiun pemberangkatan. Sistem boarding diberlakukan untuk stasiun jarak menengah dan jarak jauh.

Bila dulu kereta api Indonesia identik dengan kesan semrawut dan kotor, kini sudah nyaman dan aman. Dengan demikian menjadi salah satu moda transportasi darat yang banyak diandalkan oleh masyarakat. Mereka yang pergi pulang naik kereta api ke tempat kerja menamakan diri roker (rombongan kereta).

Kalau sebelum-sebelumnya PT KAI selalu merugi, pada 2010 membukukan laba kotor sekitar Rp400 M. Pada 2019 laba bersih PT KAI tercatat Rp2,02 T. Untung berlipat karena manajemen yang bagus. Hanya sepanjang 2020 dan 2021 PT KAI mengalami kerugian karena terdampak pandemi.[DS]

Baca juga: