Sulindomedia – Hasil jajak pendapat Kamar Dagang Inggris (Britcham) dan Kamar Dagang Eropa (Eurocham) menunjukkan, tingkat kepercayaan investor dan pebisnis Eropa untuk berinvestasi di Indonesia anjlok 21%, dari 71% pada 2014 lalu menjadi 50% pada periode survei November 2015 hingga Januari 2016. Hasil jajak pendapat itu disampaikan Ketua Britcham, Adrian Short, di Jakarta, Rabu sore (3/2/2016), sebagaimana dilaporkan BBC Indonesia.
Menurut responden dari jajak pendapat itu, kata Short, faktor iklim investasi, kebijakan fiskal, dan kondisi politik yang kurang mendukung menjadi penyebab anjloknya kepercayaan tersebut.
Dari faktor kendala yang dihadapi, dari 170 investor Eropa yang diwawancarai Britcham dan Eurocham, mayoritas menyebut regulasi, birokrasi, dan kebijakan ketenagakerjaan sebagai “masalah terbesar” saat berinvestasi di Indonesia. Padahal, sejak September 2015 lalu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sembilan paket kebijakan ekonomi yang difokuskan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Namun, lebih dari separo investor menilai “tidak yakin paket-paket kebijakan ekonomi tersebut akan diterapkan dengan tepat”.
Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) pun mengatakan, meskipun butuh waktu, paket-paket kebijakan ekonomi akan memperbaiki iklim investasi karena berfokus memotong regulasi dan birokrasi panjang, yang selama ini menjadi momok. Dan, untuk semakin menarik investor asing, BKPM sedang mengurangi daftar negatif investasi, yang diharapkan rampung pada Maret 2016. “Yang baru diputuskan, sekarang asing bisa 100 persen memiliki e-commerce, bioskop, pembuatan dan distribusi film, serta pembangkit tenaga listrik panas bumi di atas 10 megawatt,” kata Kepala BKPM, Franky Sibarani, Rabu (3/2/2016), juga dikutip dari BBC Indonesia.
Semua bidang usaha yang disebut Franky itu merupakan bagian dari kurang-lebih 700 bidang usaha yang sedang dipertimbangkan BKPM dan pemerintah, agar lebih “terbuka” untuk asing.
Menurut Short, rencana BKPM dan pemerintah Indonesia tersebut disambut baik oleh Britcham. Bahkan, Adrian Short mengatakan, “Sudah mendengar ada sejumlah perusahaan Inggris yang tertarik untuk berinvestasi di bidang pembangkit listrik dan media.”
Kendati begitu, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik, mengatakan, untuk memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan, Indonesia seharusnya berkonsultasi terlebih dulu dengan investor sebelum kebijakan diambil. “Di Inggris, sebelum keluar peraturan, pemerintah wajib konsultasi selama 12 pekan. Sementara itu di Indonesia, waktunya beragam [singkat]. Kalau konsultasinya lebih dalam, kualitas [kebijakan] akan lebih baik, tidak dipertanyakan saat diterapkan, dan kepercaan pun meningkat,” ujarnya.
Walau tingkat kepercayaan untuk berinvestasi di Indonesia anjlok, laporan Britcham dan Eurocham memperlihatkan, dalam dua tahun ke depan, 46% investor Eropa tetap akan melakukan “investasi besar” di Indonesia. Investasi tersebut akan berfokus pada bidang infrastruktur dan konstruksi, turisme, industri makanan dan minuman, ritel, dan pertanian.
Dalam kesempatan yang sama, Moazzam Malik mengingatkan, apa yang diperlihatkan data harus dipahami secara hati-hati. “Karena banyak investasi yang akan terjadi [dalam dua tahun ke depan] adalah bagian dari komitmen investasi jangka panjang yang dibuat di tahun sebelumnya, saat kepercayaan investor masih tinggi,” tuturnya.
Karena itu, ia menilai, Indonesia harus waspada karena Eropa sekarang sudah melihat Indonesia sebagai bagian dari sebuah kawasan, ASEAN. Eropa juga “mencari peluang-peluang di Vietnam, Thailand, dan Malaysia”. “Jadi, Indonesia harus kerja keras,” kata Moazzam
Sebenarnya, hasil survei atau jajak pendapat di atas boleh dibilang mengagetkan. Karena, awal tahun 2015 lalu, Britcham juga merilis survei tahunannya berupa tingkat kepercayaan para pelaku bisnis asing di Indonesia atau Business Confidence Index (BCI) 2014, seperti diberitakan oleh banyak media.
Pada BCI 2014 tergambarkan pandangan dari beberapa perusahaan anggota Britcham yang turut berpartisipasi mengenai bisnisnya di Indonesia serta terhadap kepemimpinan baru Indonesia di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Survei yang diambil dari 206 afiliasi bisnis Inggris dan Eropa di Indonesia itu memperlihatkan, 76% pelaku bisnis memiliki tingkat kepercayaan terhadap kepemimpinan baru di Indonesia dan komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi ekonomi. “Hasil dari survei juga menunjukan, 71 persen responden yakin untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia,” kata Adrian Short di Jakarta, 13 Januari 2015 lampau.
Ketika itu, Short juga memaparkan, kemudahan dalam berbisnis di Indonesia pada 2014 meningkat 62% dan dia menilai hal tersebut menunjukkan sentimen positif terhadap pemerintahan baru di Indonesia.
Pandangan terhadap bisnis Indonesia lewat survei itu secara keseluruhan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari 66% menjadi 72%, dengan pertumbuhan pendapatan dan laba diproyeksikan meningkat. [PUR]