Koran Sulindo – Nama Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso sempat sangat populer ketika dirinya diangkat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri dan membuat berbagai gebrakan. Salah satu gebrakan yang menimbulkan kontroversi adalah penetapan tersangka komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus dugaan pemalsuan dokumen, sementara Bambang Widjojanto untuk kasus dugaan penghasutan saksi untuk membuat kesaksian palsu.
Masih terkait dengan KPK, Bareskrim Polri yang dipimpin Budi Waseso juga menetapkan penyidik KPK Novel Baswedan sebagai tersangka. Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan saat menjadi Kepala Satuan Reskrim Polres Kota Bengkulu pada tahun 2004.
Bukan hanya itu. Bareskrim Polri mempermasalahkan izin penggunaan senjata api untuk 21 penyidik KPK.
Gebrakan lain yang juga menjadi pembicaraan yang luas di masyarakat adalah upaya membongkar dugaan korupsi pengadaan mobil crane di PT Pelindo II. Budi Waseso dan jajarannya pun melakukan penggeledahan kantor BUMN yang mengurus pelabuhan tersebut, termasuk ruangan Direktur Utama PT Pelindo II, Ricard Joost Lino.
Sang direktur utama protes dan sempat menelpon Sofyan Djalil, yang ketika itu
Menteri PPN/Kepala Bappenas. Isi percakapan tersebut kemudian tersebar ke kalangan wartawan. Isinya: Lino memprotes penggeledahan tersebut dan mengultimatum Presiden Joko Widodo bahwa dia akan mundur dari jabatannya.
Entah karena itu atau karena sebab yang lain, beberapa hari kemudian, Budi Waseso dicopot dari posisinya sebagai Kepala Bareskrim Polri. Sejak 8 September 2016, ia diamanatkan untuk memimpin Badan Narkotika Nasional (BNN). Artinya, tak sampai setahun ia memimpin badan berlambang busur panah tersebut.
Dalam sebuah kesempatan, Budi Waseso memang pernah mengatakan, dirinya sempat dipanggil Presiden Jokow Widodo. Ia diwanti-wanti agar tak membuat membuat “kegaduhan”.
Belakangan, R.J. Lino malah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kasus yang membelitnya sama dengan yang akan dibongkar Bareskrim Polri: dugaaan korupsi dalam proyek pengadaan mobile crane. Padahal, seperti terungkap dalam sidang Panitia Khusus Kasus Pelindo II di DPR, 21 Oktober 2015, pihak Bareskrim Polri menyatakan, kasus pengadaan mobil crane itu hanya pintu masuk. Karena, ada banyak kasus dugaan korupsi lain di sana, yang juga akan dibongkar Bareskrim Polri.
Namun, bukan Budi Waseso namanya kalau tidak membuat gebrakan. Di BNN pun begitu. Beberapa di antaranya juga menuai kontroversi. Misalnya, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, pada tahun 1961 itu sempat dikecam karena beberapa pernyataan-pernyatannya, antara lain soal ingin menghapus rehabilitasi bagi pecandu narkoba, ingin menembak mati bandar narkoba, dan ingin membuat penjara yang dipenuhi buaya bagi bandar narkoba.
Pada awal April 2017 lalu, wartawan Koran Suluh Indonesia Yudha Marhaena berkesempatan mewawancarai Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso di ruang kerjanya. Berikut petikannya.
Apa program utama BNN pada tahun 2017?
Kami kini sedang menjalankan program P4GN—Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba. Sebenarnya, program ini sudah dibuat sejak tahun 2016 lalu. Program ini bisa lancar ketika ada bantuan dari teman-teman media. Kalau tidak, kami akan terseok-seok untuk memberikan pemahaman terhadap narkotika yang begitu luasnya kepada masyarakat.
Kami juga membuat poster yang memuat informasi jenis-jenis narkoba dan 36 narkotika jenis baru, yang kami sebar ke sekolah-sekolah. Juga ada buku pelajaran dan buku dakwah.
Kami juga membuat program alternative development. Sudah kami sampaikan itu kepada Bapak Presiden agar presiden bisa membuat sebuah kebijakan nasional.
Sejauh ini, bagaimana dukungan Presiden Jokowi terhadap upaya BNN memerangai narkoba?
Beliau memberikan dukungan secara bertahap. Misalnya, untuk kemampuan-kemampuan di BNN ada peningkatan struktural. Salah satunya, Kepala BNN provinsi berpangkat brigadir jenderal dan itu sudah disetujui. Ini untuk memudahkan koordinasi. Kan sempat ada kesulitan berkoordinasi karena level Kepala BNN provinsi dianggap di bawah, sehingga koordinasi diserahkan kepada yang bukan pengambil keputusan. Saat ini, saya sebagai Kepala BNN juga sudah bisa mengambil keputusan dengan menteri. Karena, saya sekarang selevel dengan menteri. Saya bisa langsung menelepon menteri, sehingga langsung bisa ada keputusan.
Untuk pengawasan internal, bagaimana Anda mengawasi Kepala BNN provinsi dan kabupaten/kota?
Saya bersinergi dengan semua pihak dan juga masyarakat. Masyarakat, TNI, polisi, dan pemerintah daerah ikut mengkontrol jajaran kami dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Kami juga ada website yang bisa diakses setiap hari dan menerima pengaduan juga lewat pesan pendek telpon selular. Jadi, kami terbuka terhadap saran dan masukan. Saya sudah mengeluarkan banyak anggota BNN terkait penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum. Saya konsisten dan konsekuen. Kalau saya salah, saya juga harus ditindak. Jangan semau-maunya, jangan merasa hebat atau super. Kami konsisten. Kalau saya bilang tidak boleh, ya, kami semua tidak boleh melakukan.
Sempat ada tudingan BNN menghambat penelitian ganja untuk medis, terutama setelah penangkapan Fidelis Ari, yang menanam ganja untuk dibuat ekstrak, yang kemudian dijadikan obat untuk menyembuhkan istrinya yang sedang sakit, Yeni Riawati. BNN dianggap tak memberi lampu hijau untuk penelitian seperti itu. Tanggapan Anda?
Tidak mungkin narkotika diberi lampu hijau. Narkotika kok dikasih lampu lampu hijau?
Bukannya untuk kepentingan medis diperbolehkan, seperti tertera dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika?
Justru untuk kepentingan medis sendiri di atur dalam undang-undang itu, dibatasi tata cara penggunaannya. Sekarang secara medis belum ada yang menyatakan ganja untuk pengobatan, kan? Itu kan baru katanya. Di dunia juga baru katanya.
Untuk langkah penelitiannya?
Itu terserah Menteri Kesehatan. Masa di BNN? Kewenangannya bukan di BNN untuk penelitian. Lampu hijau dari BNN sudah bisa dirilis kalau sudah ada hasil penelitian dan pernyataan ganja itu bisa digunakan untuk pengobatan. Kementerian Kesehatan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sekarang yang resmi boleh melakukan penelitian. Mereka hanya berkoordinasi dengan kami dalam kegiatannya saja. BNN adalah pelaksana undang-undang. Selama undang-undang berbicara seperti itu, kami tidak boleh keluar dari undang-undang.
Tudingan itu kan dari kelompok Lingkar Ganja Nusantara. Itu pikiran yang sangat naif. Mereka ingin ganja bebas. Mereka tidak pernah tahu akibat penyalahgunaan ganja. Berarti, mereka ingin melegalkan pembunuhan generasi muda bangsa ini. Ingin cepat-cepat menghancurkan negara ini. Berarti kan mereka penghianat bangsa.
Soal Fidelis Ari, itu hanya pembenaran dia bahwa istrinya meninggal karena tidak mengomsumsi ekstak ganja ketia Fidelis ditahan meninggal. Tanya pihak medis, istrinya sakit apa. Memangnya sakit flu? Kan sakitnya sudah kronis.
Jadi, meski untuk pengobatan dan penelitian, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 35/2009, untuk pelanggaran ada sanksi hukumnya?
Pasti ada. Pengguna dan penyalahguna dulu kan dipandang sebagai korban dan wajib direhabilitasi, tidak boleh ditahan. Bukan begitu. Itu yang bikin masalah. Saya akan merevisi undang-undang itu, salah satunya poin tersebut. Misalnya yang memiliki sekian gram, ancaman hukumnya sekian. Itu harus diatur. Maka nanti, selain ada aturan yang mengatur lembaga pemasyarakatan, juga perlu ada lembaga pemasyarakatan untuk narkotika, supaya pembinaannya beda. Terus, tidak semua pelanggar hukum kasus narkotika dipenjarakan, ada yang hukuman sosial, misalnya kerja sosial selama beberapa bulan. Langkah ini supaya mereka tidak menjadi beban negara, dengan memanfaatkan dan dimanfaatkan oleh negara.
Kami harus berpikir inovasi, setiap permasalahan dievaluasi, kami ambil terobosan apa yang terbaik. Penjara juga tidak harus dibentengi begitu, cukup dibentengi dengan alam. Saya berpikir pulau terluar di Indonesia cocok karena lebih manusiawi. Mereka tidak dikurung. Kalau melarikan diri, salah sendiri. Di sana diajak pola hidup sehat, karena mereka hidup dengan alam, dengan dibekali makanan mentah.
Presiden kan sudah sudah menyetujui ide itu, kenapa belum direalisasi?
Presiden sudah menyetujui dalam rapat kabinet, tinggal Menteri Hukum dan HAM merealisasik soal penjara di pulau terluar itu. Bahkan, Panglima TNI berjanji TNI akan membantu mengawasi. Panglima TNI juga menyampaikan ada pulau didekat Pulau Natuna yang dapat digunakan.
Bagaimana dengan narapidana hukuman berat atau hukman mati dalam kasus narkoba?
Akan dipisahkan, harus diisolasi, dan mendapat pembinaan khusus. Jadi, yang di pulau terluar itu untuk yang baru-baru. Di sana juga tidak ada jaringan komunikasi, sehingga mereka tidak akan bisa berkomunikasi.
Ketika melakukan tindak pemberantasan, belakangan banyak yang ditembak mati, sampai-sampai Anda dikatakan mirip dengan Presiden Filipina Duterte….
Itu karena mereka melawan. Dalam tiga kasus terakhir, mereka bahkan bersenjata otomatis. Berarti betul, di kala kami menggalang kekuatan, mereka juga membuat kekuatan. Maka, kami tak boleh didahului oleh mereka. Masa negara kalah sama penjahat? Itu bukti. Makanya, saya sekarang perintahkan, jangan ambil risiko. Artinya, jangan sampai didahului, tapi kami yang mendahului. Ini satu wujud dari ketegasan dalam penindakan kasus narkotika, yang merupakan kejahatan luar biasa, makanya kami menangani juga harus luar biasa.
O, ya, sudah sejauh mana soal revisi Undang-Undang Narkotika?
Banyak yang sudah berjalan, terutama dari penggunaan uang hasil kejahatan narkoba. Dalam undang-undang sudah ada yang menyangkut tindak pidana pencucian uang dari kejahatan narkoba bisa dimanfaatkan. Hanya pelaksanaannya yang sulit, menyangkut aturan dari Kementerian Keuangan dan aturan dari kejaksaan sebagai eksekutor. Tapi, itu aturan dan sudah dibenahi. Seacara keseluruhan sudah tersirat di undang-undang itu dukungan pada P4GN dan saat ini sudah ada yang dilaksanakan. Karena, kami harus berpikir soal terobosan dan inovasi, bagaimana dukungan dari anggaran hasil kejahatan bisa dimanfaatkan untuk memerangi narkoba.
Apa saja pencapaian BNN selama satu setengah tahun Anda pimpin?
Banyak, dalam kaitannya dengan pencegahan, pendayagunaan masyarakat, program standard rehabilitasi, pembangunan sarana dan prasarana, serta pengumpulan relawan yang semakin banyak. Kami juga membuat tempat pelatihan anjing K9 di Lido, Jawa Barat. Nanti juga akan dibangun pusat laboratorium dan pusat rehabilitasi nasional di Lido. Lalu, akan kami buat juga museum narkotika nasional. Selain itu, ya, yang tadi saya sebut, pembuatan buku dakwah, yang berisi soal narkoba dan permasalahannya, sebagai bahan dakwah bagi umat beragama, untuk semua agama, agar semua umat memahami narkotika itu dilarang.
Kenapa Indonesia belakangan ini menjadi pangsa pasar besar narkoba?
Ini wujud yang dimanfaatkan suatu negara sebagai bentuk perang modern atau perang proksi. Jadi, tidak perlu menggunakan pasukan, tidak perlu menggunakan senjata-senjata canggih, cukup dengan narkoba. Bisa saja perang modern menghancurkan negara dengan budaya, bisa juga perekonomiannya, yang tujuannya menghancurkan suatu negara. Ini fakta, generasi kita yang dihancurkan dari usia bayi hingga orang tua, dari yang paling kuat TNI hingga paling bawah, sudah sampai yang profesinya paling atas hingga bawah sudah. Pulau-pulau semua sudah dimasuki narkoba. Makanya, jangan sembarangan berbicara soal narkotika!Contoh Menembak yang Baik
SEPERTI juga halnya ketika menjalankan tugas negara di Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso harus datang ke kantor di BNN hampir selalu lebih pagi dari anak-anak buahnya. Dia kerap datang ke kantornya di Cawang, Jakarta Timur, pada pukul 06.00 WIB, dan baru pulang menjelang tengah malam. “Saya mengukur beban tugas. Beban pekerjaan saya ini bisa diselesaikan jika saya mengawalinya pukul 06.00 WIB. Itu pun sampai pukul 23.00 WIB sering belum selesai,” ujarnya.
Ia mengaku, dirinya menyadari benar, tugasnya tersebut merupakan adalah amanah dari negara. “Dan saya diberikan amanah oleh negara lebih dari anggota-anggota saya, maka beban tugas saya lebih banyak. Sekarang gaji lebih besar, tunjangan lebih besar, fasilitas juga lebih dari anggota saya, maka saya harus menyelesaikan beban tugas saya yang tidak normal. Jam satu dini hari pagi saja, saya harus mengecek anggota saya yang di lapangan untuk langkah-langkah teknis penanganan pemberantasan narkoba. Anggota di lapangan setengah mati itu,” kata Budi Waseso.
Memang, jenis pekerjaan di BNN cenderung homogen daripada di Bareskrim Polri. Tapi, di BNN lebih dinamis. “Di Bareskrim, kami masih bisa menunggu laporan. Tapi, di BNN, tidak akan ada yang melapor. Karena itu, kami harus mengungkap dan proaktif. Mengungkap jaringan narkoba itu harus diikuti terus. Itu sebabnya disebut kejahatan luar biasa, sehingga penanganan juga harus luar biasa. Begitu ada jaringan narkoba yang tertangkap di daerah, saya harus terus mengikuti,” ujarnya.
Jika seandainya dalam tugasnya nanti berhadapan dengan bandar narkoba yang bersenjata api dan mencoba menembak dirinya, Budi Waseso mengaku tak akan gentar. “Kalau ada yang meminta contoh menembak yang baik, saya masih bisalah. Kami kan terlatih dan dilatih,” tuturnya.
Sebagai Kepala BNN, ia berharap masyarakat harus melihat masalah narkoba secara lebih komprehensif. Karena, menurut Budi Waseso, narkotika bukan hanya masalah penyalahgunaan dan peredaran, tapi juga telah dijadikan alat untuk menghancurkan bangsa dan negara. “Generasi kita sudah jelas-jelas dihancurkan, dari umur yang terendah, bayi, sampai yang tertua sudah terkontaminasi narkoba. Ini akan menghancurkan generasi kita ke depan. Bagaimana kalau generasi kita habis? Semoga masyarakat sadar untuk berbuat dengan perannya masing-masing dalam melakukan pencegahan dari penyalahgunaan narkoba,” katanya.
Ia berharap semua pihak ikut berperan menyelamatkan generasi penerus bangsa dari masalah narkotika. “Makanya, ayo kita katakan ‘Narkotika No!’. Jika masuk ke narkotika, kita akan sulit lepas, walaupun sudah menjalani rehabilitasi,” ujar Budi Waseso. [Foto: Yudha Marhaena]