Kenaikan Harga di Tengah Pemulihan Pandemi dan Hari Raya

ANTRIAN SEMBAKO: Masyarakat keluarga pra sejahtera berbaris untuk mendapatkan bantuan Rastra. - Jabarekspress

Inflasi akibat kenaikan harga barang-barang komoditas secara internasional merupakan tantangan ekonomi Indonesia, setelah era pandemi Covid-19 mulai terkendali. Hal tersebut pernah disampaikan oleh Sri Mulyani.

“Kalau dulu ancaman dan tantangan untuk masyarakat adalah pandemi, sekarang tantangan dan ancaman adalah kenaikan harga dari barang-barang,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan lewat Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 5 April 2022.

Lonjakan kenaikan harga-harga sebetulnya sudah terjadi sebelum Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut. Kenaikan yang paling terasa mungkin adalah gejolak harga minyak goreng yang terjadi berminggu-minggu, yang kemudian memaksa pemerintah mengeluarkan skema BLT minyak goreng akibat gagal mengatasi gejolak kenaikan harga minyak goreng tersebut.

Tidak lama setelah minyak goreng, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM jenis pertamax. Pemerintah menetapkan harga Pertamax menjadi 12.500-13.000 perliter. Kebijakan ini dinilai akan mendorong kelangkaan Pertalite sebagai BBM bersubsidi akibat banyak peralihan pembelian masyarakat ke BBM bersubsidi.

Berbarengan dengan hal tersebut, masyarakat juga dipusingkan dengan kelangkaan solar bersubsidi. Hal ini diakibatkan tingginya perbedaan atau disparitas harga antara solar bersubsidi dengan solar non subsidi yang mencapai Rp 7.800/liter. Dimana solar subsidi dijual seharga Rp 5.150/liter sementara produk non subsidi seperti Dexalite dijual dengan harga Rp 12.950/liter.

Biasanya kenaikan harga BBM akan mengerek kenaikan harga-harga yang lain seperti sembako dan ongkos transportasi. Kenaikan harga-harga kali ini sepertinya tidak akan berhenti begitu saja, dan kelihatannya akan menambah beban rakyat lebih berat lagi. Beban tambahan paling tidak yang sudah di depan mata adalah kenaikan tarif tol dan kebijakan pengenaan pajak PPN 11% untuk top up E-money.

Tantangan perekonomian rakyat

Kenaikan harga-harga niscaya akan terus terjadi apalagi saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan momentum Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri. Acapkali terjadi kenaikan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menjelang Idul Fitri.

Tentu kenaikan harga-harga ini akan menimbulkan gejolak di tengah pemulihan ekonomi rakyat akibat pandemi Covid–19 yang masih terjadi.

Pandemi Covid-19 sempat meluluhlantakkan ekonomi baik di sektor formal maupun informal. Ada sekitar 1,7 juta pekerja yang terdampak pandemi baik itu di PHK maupun dirumahkan. Sementara menurut data Asosiasi UMKM (AKUMIDO) dari Juli 2020 hingga September 2021 paling tidak ada 30 juta UMKM yang gulung tikar akibat pandemi.

Kenaikan harga-harga kali tentu tidak akan mudah dilewati. Sebagian besar tentu harus melewati dengan pengetatan pengeluaran.

Ironisnya saat ini lebaran sedang di depan mata. Entah bagaimana dengan para pekerja yang terkena PHK dan belum mendapatkan pekerjaan kembali ataupun pedagang kecil yang baru memulai kembali membuka pasar pasca pembatasan sosial.

Satu upaya pemerintah adalah pemberian BLT Minyak Goreng, langkah jangka pendek meredakan gejolak. Pekerjaan selanjutnya adalah langkah jangka menengah dan panjang di tengah kenaikan komoditas yang sepertinya tidak akan berhenti begitu saja. [WID]