Ken Arok Mewakili Tentang Selubung Mistisme dalam Legitimasi Merebut dan Mempertahankan Kekuasaan Politik Kerajaan di Jawa

koransulindo.com – Menilik cerita tentang Ken Arok, maka kita akan melihat bagaimana cerita tentang kekuasaan politik, intrik, dan pertentangan kepentingan kekuasaan antara dinasti lama dan dinasti baru, dalam perebutan kekuasaan politik. Tetapi, uniknya pertentangan tersebut dalam kerajaan-kerajaan Jawa banyak merupakan intrik internal dalam satu keluarga besar atau wangsa. Kemudian, berlanjut pada kepentingan untuk melegitimasi kekuasaan melalui mistisme, dan memainkan unsur kepercayaan serta keyakinan rakyat atas konsep ketuhanan dan garis kekuasaan.

Barangkali, pertama kita melihat lakon bagaimana sosok Ken Arok yang berpolitik. Berangkat dari seorang buangan dan penjahat, kemudian mengabdi pada kekuasaan Tunggul Ametung di Tumapel. Ken Arok seolah menjadi politisi dengan caranya sendiri, setelah mendapatkan legitimasi dari Mpu Lohgawa bahwa dia memiliki takdir raja, yang membuatnya memiliki kepercayaan diri sekaligus membuat orang-orang di sekitarnya mempercayai bahwa sosok Ken Arok akan menjadi orang besar. Legitimasi dari orang penting inilah yang membawa Ken Arok ke lingkar kekuasaan. Dalam hal ini Ken Arok mendapatkannya dari Mpu Lohgawa.

Dari situ kemudian Ken Arok memulai perjalanannya untuk menjadi orang nomor satu di Tumapel. Bukan sekedar cara lurus yang ditempuh, tetapi intrik dan siasat licik digunakan oleh Ken Arok. Kebo Ijo menjadi korban pertama Ken Arok, setelah tertuduh menjadi pembunuh Akuwu Tunggul Ametung sang penguasa Tumapel, oleh senjata khusus pesanan Ken Arok dari mpu Gandring. Setelah penghukuman Kebo Ijo, Ken Arok naik sebagai penguasa Tumapel. Bersamaan dengan hal tersebut janda Tunggul Ametung, Ken Dedes, pun dipersuntingnya untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya.

Sebuah kesempatan yang barangkali tidak bisa masuk diakal bagi kita adalah, bagaimana mungkin Ken Arok seorang penjahat begitu saja dimaafkan dan kemudian mendapatkan kemuliaan pada jabatan dan kekuasaan, yang saat itu dipahami harus memiliki takdir khusus. Jangan dilupakan, bahwa Ken Arok adalah anak Brahma, sang dewa pencipta. Sebuah mitos yang sama kuatnya dengan mitos bahwa Ken Arok sesungguhnya adalah anak dari seseorang yang memiliki “pengaruh” atau kekuasaan. Hal inilah yang kemudian mempermudah Ken Arok untuk menapaki jalur kekuasaan di Tumapel.

Angin kekuasaan Ken Arok semakin besar, ketika terjadi krisis kepercayaan atas kekuasaan Dandang Gendis di Kediri dengan kebijakannya yang menindas rakyatnya. Dandang Gendis diceritakan ingin disembah selayaknya dewa dengan kekuasaan yang tidak terbatas, bahkan pendeta agama Hindu dan Budha pun diminta menyembahnya. Dandang Gendis mendeklarasikan kalau yang bisa mengalahkan dirinya hanya sang dewa itu sendiri. Hal ini tentu memicu kemarahan rakyat, termasuk para pendeta yang merasa kepercayaan dan dewa-dewanya telah direndahkan. Kebijakan Raja Dandang Gendis ini membuat para pendeta dan rakyat kemudian mencari perlindungan dengan datang ke Tumapel.

Dukungan tersebut pun disambut Ken Arok, sebuah kesempatan untuk memperluas dan memperkuat kekuasaan yang tidak disia-siakan. Ken Arok yang mendapatkan dukungan, kemudian menabuh keberaniannya untuk melawan kekuasaan Kediri. Bukankah Ken Arok mendapatkan pembenaran tentang perang melawan Kediri? Ken Arok adalah anak dewa, mendapatkan dukungan pendeta dan rakyat. Lalu, kurang apalagi kedudukan perang melawan Kediri itu? [Catur]

(Bersambung ke bagian 3, 26 September 2021, pukul 18.00. Bagian pertama dapat dilihat di sini)

Baca juga: