Koran Sulindo – Kementerian Keuangan memenangkan perkara melawan PT Timor Putra Nasional (PT TPN), produsen mobil nasional milik Hoetomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), yang sudah berjalan sejak 2006.
Dengan kemenangan ini Kemenkeu menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp1,2 triliun yang sudah disetor ke kas negara pada 2010, dan sekitar Rp2,3 triliun yang merupakan sisa utang PT TPN ke negara.
Kemenangan itu diputuskan Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK Nomor 716 PK/PDT/2017 tanggal 13 Desember 2018) yang diberitahukan kepada para pihak pada Juli 2018 lalu.
“Dengan putusan atas Permohonan PK ke-2 yang diajukan oleh PT TPN ini, maka kemenangan Pemerintah sebagai pihak yang berhak atas dana yang sudah disetor ke negara sebesar Rp1,2 triliun sudah dikukuhkan,” kata Kepala Biro Advokasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu, Tio Serepina Siahaan, di kantor pusat Kemenkeu, Jakarta (3/08/2018), seperti dikutip kemenkeu.go.id.
Selain perkara ini, masih ada 5 perkara perdata melawan PT TPN di pengadilan Indonesia yang diantaranya sudah sampai pada tingkat MA.
Menurut Tio, kemenangan Pemerintah sampai tingkat PK ini melalui proses pembuktikan dan argumentasi hukum yang sangat kritis, tajam dan jelas.
“Kami sangat menyakini dana tersebut memang hak Pemerintah. Jadi, meski putusan MA atas perkara PK ke-2 ini telah memenangkan Pemerintah dari sisi formalitas perkara, tapi bagi kami selaku penangan perkara, putusan ini sudah menegakkan keadilan bagi negara juga menjadi keadilan bagi PT TPN,” katanya.
Sebelumnya, PT TPN mengajukan permohonan PK ke-2 atas Putusan PK Perkara 928 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap Putusan PK Perkara 118 di PN Jakarta Utara. Dalam proses tersebut, Biro Advokasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu berkoordinasi dengan Jaksa Pengacara Negara dan Bank Mandiri.
Kemenangan telak atas perkara PT TPN ini, menjadikan Menkeu sebagai pemegang hak tagih atas seluruh utang PT TPN kepada Pemerintah RI.
“PT TPN tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum lain atas perkara mengenai utang PT TPN,” kata Tio.
Dengan kemenangan atas perusahaan otomotif milik Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) itu, Timor tak bisa lagi menagih dana Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri yang disita pemerintah pada 1997.
Sengkarut perkara ini berawal tatkala pemerintah Presiden Soeharto melaksanakan program mobil nasional pada 1997 dengan menunjuk Timor. Saat itu Timor mendatangkan mobil produksi KIA Motor dari Korea Selatan dan melabelinya sebagai mobil nasional.
Setelah Soeharto lengser, perusahaan ini dituding menunggak pajak bea masuk impor mobil.
Direktorat Jenderal Pajak kemudian menyita aset Timor dan memblokir dana sekitar Rp 1,2 triliun di beberapa bank yang belakangan dimerger menjadi Bank Mandiri.
Timor menolak putusan itu, lalu menggugat Direktorat Jenderal Pajak. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Timor, namun vonis tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Di tingkat kasasi, pada Agustus 2008 Mahkamah Agung memenangkan Timor dan memerintahkan pembatalan penyitaan aset. Mahkamah menyatakan uang Tommy di Bank Mandiri, berupa rekening giro dan deposito, sah menurut hukum. Mahkamah juga menghukum Bank Mandiri membayarkan seluruh dana Timor berikut bunga-bunganya tanpa ada yang dikecualikan. Terhadap putusan itu, Bank Mandiri dan Departemen Keuangan mengajukan peninjauan kembali, yang keputusannya diketok majelis hakim pada Rabu lalu.
Setelah itu Timor mengajukan PK kedua, dan hasilnya dimenangkan Kemenkeu di atas.
Mobnas
Keinginan Soeharto mewujudkan produksi dan pemasaran mobnas, untuk swadaya kendaraan dalam negeri membuahkan Instruksi Presiden (Inpres) No.2/1996. Isinya memerintahkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi, untuk “melicinkan” proses kelahiran mobnas yang memiliki unsur, mengenakan merek sendiri, serta diproduksi dan menggunakan komponen dalam negeri.
Seluruh proyek ini dilimpahkan kepada puteranya, Tommy Soeharto yang akhirnya mendirikan PT Timur Putra Nasional (TPN) sebagai produsen pembuat mobnas secara massal.
Setelah Inpres, Soeharto juga menerbitkan Keputusan Presiden No.42/1996 yang menyebutkan, kelahiran mobnas masih terkendala persiapan dan biaya, sebab itu perlu disokong bantuan. Salah satu butir mengatakan, mobil yang diproduksi di luar negeri oleh tenaga kerja Indonesia dan memenuhi kandungan lokal sama derajatnya dengan mobnas buatan dalam negeri.
TPN memutuskan bekerja sama dengan perusahaan otomotif terbesar ketiga Korea Selatan, Kia, untuk memproduksi generasi pertama mobnas yang diberi nama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat), dibantu beberapa insinyur asal Indonesia. Itu sebabnya TPN legal mengklaim Timor produksi Korea Selatan disebut mobnas. Tambahan informasi, pada dasarnya Timor hanyalah rebadge Kia Sephia rakitan 1995.
Inpres No.2/1996 itu membebakan mobil Timor dari pajak impor barang mewah. Ditambah lagi, target kandungan lokal mobnas di tahun pertama 20 persen, kemudian 40 persen di tahun kedua, dan 60 persen tahun berikutnya. Semua komponen impor bebas bea masuk dan bebas kewajiban pajak-pajak lain selama 3 tahun pertama.
Namun semua ini dipancung oleh Keppres No.20 tahun 1998 yang isinya mengakhiri mobnas pada 21 Januari 1998; bagian dari kesepakatan pemerintah dengan Dana Moneter Internasional (IMF), hanya beberapa bu;lan sebelum Soeharto berhenti dari jabatan Presiden. [DAS]