KBRI Korsel Selidiki Dugaan Penyiksaan WNI di Kapal China

Ilustrasi: Jenazah ABK Indonesia yang dilarung dari kapal ikan China/Korea Federation for Environmental Movement (KFEM)

Koran Sulindo – Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan menyatakan sedang melakukan investigasi terhadap dugaan penyiksaan yang dihadapi sejumlah anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal China. Kapal pencari ikan lintas negara tersebut kini berada di Busan, Korsel.

“Harusnya begitu merapat, kapten kapalnya melapor pada syahbandar tempat dia merapat. Yang sekarang diinvestigasi, waktu laporan seperti apa? Ini prosesnya masih berjalan,” kata Duta Besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, di Seoul, Kamis (7/5/2020).

Pemerintah Indonesia juga menyatakan akan menyelidiki apakah pelarungan tiga WNI ABK yang meninggal dari atas kapal China itu sudah memenuhi ketentuan internasional.

“Pelarungan di laut ada syarat-syarat. Itu justru sedang dilihat apa sudah memenuhi,” katanya.

Sebelumnya, sebanyak 14 ABK melaporkan dugaan penyiksaan keKBRI. KBRI akan mengadakan kembali pertemuan dengan coast guard di Busan, Korea Selatan, Kamis, (7/5) sore waktu Korea Selatan.

Menurut Umar, proses hukum akan tetap berlanjut, meski para ABK itu, yang bekerja di kapal Longxing 629, direncanakan untuk diterbangkan kembali ke Indonesia dalam waktu secepatnya.

“Kita tahu kok perusahaannya, kaptennya siapa, datanya lengkap,” kata Umar.

Para ABK mengaku harus bekerja selama 18 jam per hari, beberapa di antaranya harus bekerja selama dua hari berturut-turut. Mereka pun berada di laut dalam jangka waktu lama, 13 bulan, tanpa sempat berlabuh selama menjalani pekerjaannya.

Di antara mereka juga mengaku mendapat kekerasan fisik dari kru kapal senior dan wakil kapten kapal.

Mereka juga mengaku tidak diberi air tawar untuk minum dan harus meminum air laut. Paspor mereka diambil oleh kapten kapal dan upah tiga bulan pertama mereka bekerja tidak diberikan dengan alasan untuk mengganti biaya perekrutan.

Imbas dari kondisi kerja yang buruk ini, tiga ABK meninggal karena penyakit yang menunjukkan gejala serupa seperti tubuh yang kembung dan sesak napas.

Setelah meninggal, biasanya, jenazah akan disimpan di lemari es dan dibawa kembali, namun jenazah ketiga ABK itu justru dibuang ke laut.

Belasan ABK memutuskan untuk meninggalkan kapal karena eksploitasi yang mereka alami di kapal dan menumpang kapal lain yang kemudian berlabuh di Busan, Korea Selatan. Mereka telah menjalani karantina selama dua pekan terakhir.

Informasi tentang pelarungan jenazah WNI dan dugaan eksploitasi terhadap para ABK WNI semula diberitakan oleh stasiun televisi Korsel, MBC. Berita ini kemudian diulas oleh YouTuber, Jang Hansol di kanalnya, Rabu (6/5), dan kemudian menjadi sorotan pengguna media sosial di Indonesia.

Kementerian Luar Negeri

Sementara itu Kementerian Luar Negeri menyatakan tengah mengupayakan perlindungan terhadap 46 ABK yang saat ini berada di Koresel tersebut, juga kasus tiga ABK meninggal dunia yang jasadnya dilarung ke laut.

“Sejak 14-16 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi adanya kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 berbendera Tiongkok yang akan berlabuh di Busan membawa ABK WNI, serta informasi adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut,” kata Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, di Jakarta, Kamis (7/5/2020).

Menurut Menlu, jumlah 46 ABK itu tersebar di empat kapal ikan perusahaan China, yakni 15 orang di kapal Long Xing 629, delapan orang di kapal Long Xing 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xing 606.

Kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 adalah dua kapal yang membawa seluruh 46 ABK Indonesia melalui perairan Korea Selatan, dan sempat berlabuh di Busan. Kedua kapal itu saat ini sudah berlayar ke China.

Kedua kapal tersebut sempat tertahan karena 35 ABK Indonesia yang dialihkan dari Long Xing 629 dan Long Xing 606 tidak terdaftar sebagai ABK di kedua kapal yang berlabuh di Busan, sehingga mereka dianggap sebagai penumpang oleh otoritas pelabuhan.

Sebagian besar dari 46 ABK tersebut telah pulang ke tanah air, yakni total 11 orang ABK Long Xing 605 dan Tianyu 8 sudah kembali sejak 24 April, serta 18 orang ABK Long Xing 606 sudah kembali pada 3 Mei.

Sementara dua sisa ABK Long Xing 606 masih berada di perairan Korea untuk menyelesaikan proses keimigrasian sebelum dipulangkan kemudian, serta 15 ABK Long Xing 629 akan dipulangkan pada 8 Mei setelah sempat dikarantina di hotel selama 14 hari.

Dari 15 ABK Long Xing 629 yang akan kembali ke tanah air esok hari, satu orang telah meninggal dunia pada 27 April, usai dirawat sehari sebelumnya. Keterangan Busan Medical Center menunjukkan bahwa ia menderita pneumonia.

Di samping perkara 46 ABK tersebut, terdapat kasus tiga ABK meninggal dunia ketika masih di atas kapal yang kemudian jenazahnya dilarung di laut lepas, atau diperlakukan dengan cara burial at sea. Perusahaan pengelola kapal menyebut pelarungan itu sudah sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku secara ketenagakerjaan internasional, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga mereka.

Kemlu RI tengah bekerja untuk memastikan kondisi di kapal terkait pemenuhan hak-hak para pekerja, serta penyelidikan lebih lanjut atas pernyataan pengelola kapal soal pelarungan jenazah.

Menurut Kemlu, Kemlu RRT menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya.

“Kemlu juga telah menginformasikan perkembangan kasus dengan pihak keluarga,” tulis rilis Kemlu RI.

Kementerian Tenaga Kerja

Kementerian Ketenagakerjaan juga menyatakan masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap kasus jenazah ABK Indonesia yang dilarung ke laut itu.

“Kita juga terus melakukan koordinasi dengan Kemlu, KKP, dan Kemhub mengingat kejadian ini terjadi di luar negeri,” kata Plt. Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Aris Wahyudi, di Jakarta, Kamis (7/5/2020).

Menurut Aris, Kemnaker fokus investigasi pada aspek-aspek ketenagakerjaan yaitu pelanggaran hubungan kerja dan pelanggaran norma ketenagakerjaan, khususnya pelindungan pekerja migran Indonesia.

Jenis-jenis pelanggaran yang akan diselidiki antara lain perizinan ketenagakerjaan, syarat kerja dan izin hubungan kerja, terjadinya kerja paksa dan kekerasan di tempat kerja, trafficking, potensi mempekerjakan pekerja anak, hingga sarana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

“Kita tegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak akan mentolelir apabila terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan, baik terkait proses penempatan maupun pemenuhan hak pekerja. Kita akan melakukan tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Aris. [RED]