Kasus Penyelundupan Senjata, Siapa Pemiliknya?

Ilustrasi/indonews.id

Koran Sulindo – Pasukan Garuda Indonesia sangat dikenal di kalangan mancanegara. Dalam sejarah sudah lebih dari 30 misi dikirim oleh Indonesia, untuk menjadi pasukan perdamaian di bawah bendera PBB. Selama ini, tugas yang dilakukan selalu berjalan dengan sukses tanpa cacat. Namun, minggu lalu ada berita yang mengejutkan tentang ditemukannya upaya penyelundupan osenjata oleh pasukan penjaga perdamaian Indonesia yang di tempatkan di Sudan.

Berita ini sempat mencuat di media lokal negeri tersebut. Upaya penyelundupan senjata ditemukan ketika pasukan Garuda akan kembali ke tanah air. Puluhan pucuk senjata laras panjang jenis AK-47, beberapa pucuk pistol, dan amunisinya ditangkap aparat setempat ketika dicoba untuk dibawa keluar dari Sudan. Pemeriksaan itu sendiri dilakukan oleh pihak polisi militer pasukan penjaga perdamaian PBB.

Kabar tidak sedap tersebut, sampai ke tanah air. Seperti diketahui, ada dua kontingen pasukan perdamaian dari Indonesia dikirim ke negara yang sedang bertikai karena perang saudara tersebut. Pertama adalah pasukan dari TNI (United Nations African Mission in Darfur/UNAMID), dan kedua dari Polri tergabung dalam FPU (Formed Police Unit).

Pihak TNI sendiri, dalam pernyataan yang diungkapkan oleh Kapuspen TNI, sudah menyangkal bahwa pasukan yang dituduh melakukan usaha penyelundupan itu dari TNI. Menurut Mayjen Wuryanto, S.IP menungkapkan, tidak ada keterlibatan anggota TNI pasukan penjaga perdamaian yang tergabung dalam Satgas Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid (United Nations Mission In Darfur) yang ditahan di Bandara Al Fashir, Darfur Sudan, karena terlibat mencoba menyelundupkan senjata dan amunisi pada saat kembali ke Indonesia.

“Di Sudan ada dua penugasan misi perdamaian dibawah bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Pertama dari TNI yaitu Satgas Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid dan kedua dari Kepolisian RI yaitu Satgas FPU (Formed Police Unit),” jelas Kapuspen TNI dalam rilis ke media massa.

Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto menyampaikan bahwa, telah melaksanakan komunikasi dan koordinasi dengan Komandan PMPP (Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian) TNI Brigjen TNI Marzuki yang saat ini berada di New York, Komandan Sektor Unamid Brigjen TNI Nur Alamsyah yang berada di Sudan dan Komandan Satgas Batalyon Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid di Darfur Letkol Inf Singgih Pambudi Arinto.

“Mereka mengatakan bahwa kejadian tersebut memang ada, tetapi tidak melibatkan satupun personel Satgas Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid. Sampai saat ini masih melaksanakan tugas di Sudan sampai bulan Maret 2017 yang akan datang,” lanjut Mayjen TNI Wuryanto.

Lebih lanjut Mayjen TNI Wuryanto menyatakan bahwa, kejadian di Bandara Al Fashir saat pemeriksaan X-Ray diketahui ada benda-benda yang mencurigakan, setelah dibuka memang ada senjata berikut amunisi dan masih dalam penyelidikan. “Kejadian itu ada, tetapi tidak melibatkan satupun anggota pasukan perdamaian Satgas Kontingen Garuda XXXV-B/Unamid dari TNI,” kata Kapuspen TNI.

TNI membuktikan tidak ada keterlibatan itu, karena  personel Satgas Komposit TNI Konga XXXV-B/Unamid sampai saat ini masih melaksanakan penugasan di Darfur Sudan.

Namun, Dilansir dari laman Sudan Tribune, Wakil Gubernur Sudan Utara Mohamed Hasab Al-Nabi mengatakan, senjata itu ditemukan saat para polisi Indonesia melakukan check-in bagasi di bandara tersebut. “Pasukan UNAMID itu baru akan berangkat setelah menyelesaikan tugas. Informasinya ada sejumlah besar senjata, dan material lain,” ujarnya.

Pada laman berita yang sama diungkapkan mendapat informasi tersebut, pihak Mabes Polri akan mengirimkan tim untuk melakukan penyelidikan akan kasus tersebut, ungkap sumber dari Kementrian Luar Negeri Sudan.

Menteri Luar Negeri Sudan, Abdel Ghani al-Nai’m menyatakan pihaknya akan menerima tim tersebut dengan baik. Pihaknya memberi catatan tersendiri, bahwa pasukan penjaga perdamaian dari Indonesia dikenal sangat disiplin. Bahkan dia memuji kinerja pasukan garuda Indonesia dalam melaksanakan tugasnya.

Di dalam negeri sendiri, pihak Kemlu Indonesia menyatakan bahwa barang-barang berupa beberapa koper yang berisikan 29 senapan Kalashnikov, 6 senjata api GM3, dan 61 buah pistol ragam jenis dengan amunisinya, bukan milik kontingen dari Indonesia. Hanya saja, pihak Kemlu membenarkan berita tentang ditahannya pasukan dari Indonesia karena kasus penyelundupan senjata tersebut.

Dari Mabes Polri sendiri sudah mengeluarkan pernyataan melalui Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul yang mengatakan, senjata yang disebut-sebut diselundupkan itu bukanlah milik polisi pasukan perdamaian Indonesia, Formed Police Unit (FPU) VIII yang hendak pulang ke Indonesia.

“Menurut komandan Satgas FPU VIII itu bukan milik mereka,” kata Martinus.

Kronologi kejadiannya, tatkala kontingen FPU VIII yang sudah selesai menjalankan tugasnya akan kembali ke tanah air. Sebelum perjalanan mereka ke bandara, saat masih di camp, barang-barang milik FPU VIII dicek oleh otoritas UNAMID. Koper setiap anggota, bahkan yang berisi barang pribadi diperiksa. Barang-barang itu, kemudian dimasukkan ke dalam dua buah kontainer. Sebanyak 40 orang anggota FPU menjaga kontainer tersebut hingga tiba di Bandara Al-Fashir.

Lalu ketika sampai di bandara, Empat puluh orang ini membantu menurunkan barang. Masuklah ke ruang X Ray pemeriksaan. Semua barang-barang yang dimasukkan, lolos semua dari pemeriksaan tersebut. Hanya saja dalam penyelidikan selanjutnya, tak jauh dari lokasi penyimpanan barang-barang tersebut, ada koper lain. Oleh polisi Sudan dicurigai merupakan barang milik pasukan Indonesia. Saat itu polisi Sudan sudah menanyakan kepemilikan koper itu kepada anggota FPU, dan dijawab bukan milik kontingen tersebut.

Tatkala koper-koper itu dimasukkan ke pemeriksaan X-Ray, diketahui isinya senjata. Di situlah kemudian muncul tudingan pasukan FPU VIII hendak menyelundupkan senjata. Atas terjadinya kasus ini, seluruh anggota pasukan FPU VIII yang berjumlah 139 orang tertahan kepulangannya.

Misi pasukan perdamaian ini, menurut data-data dari PBB, sudah mulai bertugas di Sudan sejak 2007 denegan tujuan meredam kekerasan yang terjadi atas warga sipil di sebelah barat negeri Sudan.

Pasukan PBB yang ditempatkan di negeri tersebut, merupakan yang terbesar kedua dikirim oleh badan dunia tersebut. Sebanyak 20,000 pasukan sudah ditempatkan dan menghabiskan dana hingga USD 1,35 miliar. (NOR)