Pada Minggu, 9 Maret 1949, seorang kadet berani bernama Soewoko menorehkan kisah heroik yang akan diabadikan dalam patung untuk menginspirasi generasi-generasi selanjutnya. Keberanian tak tergoyahkannya bersama rekan-rekannya dalam menghadapi tentara Belanda yang jumlahnya melampaui pasukannya sendiri menggambarkan kegigihan dan semangat perjuangan yang luar biasa.
Peristiwa tersebut, seperti yang tercatat dalam sejarah Kodim 0812 Lamongan, berawal dari laporan penduduk kepada Soewoko bahwa sebuah truk mengangkut 12 tentara Belanda terperosok di parit wilayah Desa Parengan, Kecamatan Maduran. Tanpa ragu, Soewoko dan regunya yang terdiri dari delapan orang, hanya dilengkapi dengan tujuh pucuk senjata peninggalan Jepang, memutuskan untuk menyerang.
Meski terbatas dalam jumlah dan peralatan, regu Soewoko meluncur ke lokasi dengan perahu dan merayap mendekati pasukan Belanda. Mereka sepakat untuk menyerang dengan tembakan salvo begitu sampai pada jarak tembak yang tepat. Namun, saat mendekati sasaran, sebuah truk tambahan tiba membawa serdadu Belanda, menjadikan kekuatan lawan mereka menjadi 37 orang. Meski dihadapkan pada situasi yang tak seimbang, regu Soewoko tidak gentar dan tetap melancarkan serangan gencar.
Pertempuran berlangsung sengit, dan beberapa serdadu Belanda jatuh oleh tembakan regu Soewoko. Namun, pasukan Belanda yang berlipat membuat regu Soewoko terdesak. Meskipun berencana untuk mundur, mereka dikepung oleh pasukan musuh yang datang dari berbagai arah. Dalam usaha melawan kejaran musuh, Soewoko memutuskan untuk menerobos kepungan dan menuju Desa Gumantuk, Kecamatan Sekaran.
Pertempuran semakin intens, dan Soewoko dan seorang temannya berhasil menerobos kepungan musuh. Namun, nasib tragis menimpa Soewoko, yang tertembak pada kedua bahunya dalam upaya melarikan diri. Meskipun terluka, Soewoko tetap gigih melanjutkan perlawanan, tetapi akhirnya harus menyerah setelah ditusuk dan ditembak oleh pasukan Belanda.
Soewoko, pahlawan berjiwa besar, lahir di Desa Lumbangsari, Kecamatan Krebet, Malang, pada tahun 1928. Ia gugur pada usia yang muda, 21 tahun, saat menjadi komandan regu I seksi I kompi I pasukan tamtama Kodim Lamongan. Kisah kepahlawanannya terjadi pada 9 Maret 1949, di Desa Gumantuk, Sekaran, Lamongan.
Jenazah Soewoko, bersama tiga temannya, ditempatkan dalam Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Lamongan setelah awalnya dimakamkan oleh warga setempat di desa Gumantuk, Sekaran. Patung yang diabadikan untuknya bukan hanya menjadi kenangan akan keberanian dan pengorbanannya, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi muda untuk terus menghargai sejarah dan semangat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Soewoko, pahlawan abadi, tetap hidup dalam cerita kepahlawanan yang menunjukkan bahwa keberanian sejati akan selalu menginspirasi dan menerangi jalan bagi yang datang setelahnya. [UN]