Ilustrasi

Koran Sulindo – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti)  memperoleh anggaran sebesar Rp 39 triliun pada 2017 ini. Anggaran ini turun Rp 1 triliun dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, Kemristek Dikti akan menambah jumlah penerima beasiswa pada tahun 2017 ini menjadi 80 ribu dari sebelumnya yang hanya 60 ribu. Tak hanya itu, besaran dana yang diterima penerima beasiswa Bidik Misi juga naik dari Rp 600 ribu per orang menjadi Rp 650 ribu.

“Ini suatu perjuangan yang harus kita lakukan, meskipun anggaran turun tapi jumlah beasiswa harus terus naik,” ujar Menristek Dikti Mohamad Nasir dalam pertemuan bersama perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (30/1) di Grha Sabha Pramana UGM.

Adanya penurunan anggaran ini, menurut Nasir, memaksa kementerian untuk memangkas anggaran operasional atau melakukan langkah rasionalisasi, demi tetap mempertahankan alokasi dana beasiswa bagi mahasiswa yang tidak mampu.

Nasir berjanji  Kemristek Dikti akan berusaha mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas dunia. Caranya adalah, misalnya, dengan revitalisasi sarana laboratorium yang dapat menggenjot produk riset dan inovasi Indonesia.

Kepada para perwakilan BEM, Nasir mengungkapkan bahwa peningkatan alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi masih menjadi hal yang sulit. Hal ini mengingat pemerintah masih memprioritaskan pembiayaan sekolah dasar dan menengah.

“Dilihat secara makro, kalau dari skala prioritas memang menyelesaikan sekolah dasar dan menengah menjadi wajib bagi negara. Karena itu alokasi anggaran pun masih ditekankan ke sana,” tutur Nasir.

Saat dicegat wartawan, Nasir menambahkan bahwa untuk tahun ini Uang Kuliah Tunggal (UKT). “UKT tahun ini tetap. Saya tegaskan, UKT tetap. Meski telah banyak universitas yang meminta untuk  menaikkan UKT, namun saya tolak,” kata Nasir.

Pada kesempatan itu Nasir juga mengatakan akan menghentikan tunjangan kehormatan guru besar (profesor) yang tidak produktif melaksanakan publikasi di jurnal internasional. “Guru besar harus buat publikasi internasional. Kalau tidak ada publikasi maka tunjangan akan diberhentikan sementara,” katanya.

Dijelaskan, dosen dengan jabatan akademik profesor akan memperoleh tunjangan kehormatan guru besar dengan ketentuan harus menghasilkan paling sedikit 3 karya ilmiah dalam jurnal internasional dalam waktu 3 tahun. Selain itu juga harus menghasilkan paling sedikit 1 karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional berreputasi, paten, atau karya seni monumental dalam waktu 3 tahun.

Tunjangan kehormatan tersebut, menurut Nasir, dievaluasi setiap 3 tahun oleh  Direktorat Jendral Sumber Daya Ilmu pengetahuan, Teknologi, dan pendidikan Tinggi. Untuk pertama kalinya, evaluasi tunjangan ini dilakukan pada bulan November 2017 dengan memperhitungkan karya ilmiah sejak tahun 2015.

Menurut Nasir, Kemenristek Dikti akan terus menggejot jumlah publikasi internasional.  Dalam RPJMN Kemenristek Dikti 2015-2019, di tahun 2017 mentargetkan 8.000 publikasi internasional. “Target 2017 diangka 8.000, tapi sekarang sudah terlampaui 10.500. Kedepan kita genjot bisa mencapai 15-16 ribu publikasi internasional,” ujarnya. [YUK]