Suluh Indonesia – Masyarakat Adat Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), diwarisi khazanah kekayaan kultural turun temurun dalam bentuk pakaian adat. Pakaian adat yang populer dalam tradisi masyarakat adat Bayan adalah Jong Bayan. Sejatinya, jong mengacu pada pakaian penutup kepala yang biasa dikenakan kaum perempuan dalam acara-acara sakral dan bertuah.
Jong Bayan terbuat dari kain tenun berbentuk persegi empat yang luasnya sekitar 40 sentimeter dengan paduan benang warna-warni. Pemakaian tutup kepala perempuan Bayan ini cukup sederhana, yaitu dengan membagi dua kain tenun hingga membentuk segitiga, kain itu lalu diikatkan ke kepala. Selanjutnya, benang di ujung kain yang merupakan tali pengikat harus dibalutkan ke depan kepala sampai habis.
Bentuk segitiga itu melambangkan sebuah gunung dan bermakna bahwa gunung adalah sumber kehidupan dari makhluk di bumi ini. Agar pemakaiannya kuat dan tidak lembek berdiri di kepala, jong bisa ditambahkan kertas manila dalam lipatan segitiga sebelum dikenakan.
Untuk pakaian adatnya, kain Bayan dikenakan dengan cara menyembunyikan tangan sebelah kiri, laki-laki dan perempuan. Cara yang punya nilai kearifan yang luhur. Makna filosofisnya ketika seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tangan kanan, dilarang keras mengharapkan balasan setimpal atau bahkan lebih baik dari sesuatu yang telah dikeluarkan.
Baca juga: Tutup Kepala Perempuan Khas Indonesia
Kearifan lokal ini disimbolkan dengan menyembunyikan tangan kiri di balik “Sampur atau Dodot Rejasa” saat kita mengenakan pakaian adat Bayan. Tangan kiri juga identik dengan memegang hal-hal yang bersifat kotor atau mengisyaratkan keburukan. Menyembunyikan tangan kiri bermakna tidak boleh mengumbar keburukan di depan orang banyak, baik keburukan diri sendiri, keluarga, maupun keburukan orang lain.
Warisan lain terkait dengan teknik penggunaan pakaian adat dikenal dengan istilah “memenjong”, yaitu cara menggunakan kain Bayan khusus bagi laki-laki. Caranya membuat ujung kain berarah meruncing ke bawah.
Sejak dahulu kala, masyarakat adat Bayan dikenal sebagai penganut Islam “Wetu Telu”, yaitu praktik unik yang hanya menjalankan tiga rukun Islam, yaitu membaca dua kalimah syahadat, salat dan puasa. Mereka juga berkepercayaan tentang adanya roh suci para nenek moyang dan kekuatan gaib pada benda-benda.
Mereka menganggap sakral proses menenun aneka pakaian adat. Misalnya proses pembuatan kain Umbaq Kombong, kain Kagungan, dan kain Bebo. Karenanya, seluruh proses penenunan kain-kain pakaian adat diawali dengan ritual tertentu oleh penenun terbaik di Bayan. Dalam proses pengerjaan, kain-kain ini tidak boleh ditenun sembarangan.
Tak hanya proses penenunannya, sakralisasi kain Bayan terefleksi dari makna kombinasi warna kain tenun. Warna Hitam bermakna kekuatan, melambangkan warna bumi dan tanah. Warna Merah melambangkan darah diartikan berani. Warna Putih berarti suci, melambangkan hubungan keagamaan dan ke-Tuhan-an.
Warna Kuning identik dengan padi tua, lambang kemakmuran. Warna Hijau melambangkan daun berarti kelestarian. Warna Biru lambang laut dan langit refleksi makna ketenangan dan ketentraman.
Jong Bayan digunakan sejak turun temurun dan sering digunakan pada acara-acara ritual, antara lain: 1. Maulid adat Bayan; 2. Ritual menumbuk padi; 3. Ritual mencuci beras saat ingin melaksanakan ritual adat.
Bagi kamu yang berkunjung ke Lombok dan sedang menikmati desa wisata Bayan, jangan lupa untuk melihat proses pembuatan Jong Bayan warisan budaya kita ya! [Ahmad Gabriel]