Koran Sulindo – Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Hasto Kristiyanto menyambangi kelompok tani dari kalangan perempuan di Lampung Tengah, hari ini. Di hadapan para petani perempuan, Hasto menjanjikan bahwa Jokowi-Ma’ruf akan memprioritaskan sektor pertanian guna meningkatkan kesejahteraan petani.
“Bu Mega itu hobinya bercocok tanam. Seluruh ubi-ubian dikumpulkan oleh Bu Mega. Seluruh benih padi dikumpulkan, beliau kalau punya tanah selalu dipakai program penghijauan,” kata Hasto, di Gedung Jual Balak, Lampung Tengah, Jumat (1/3/2019).
Menurut Hasto, PDI Perjuangan terus berkonsentrasi dengan pertanian dan lingkungan hidup. Hal itu sudah diterapkan oleh Bung Karno yang kemudian dilanjutkan oleh Megawati Soekarnoputri membuat laboratorium pertanian di Cariu, Jawa Barat.
Saat Megawati menjabat anggota Komisi IV DPR RI sempat menentang kebijakan Presiden Soeharto yang ingin menjadikan Bekasi-Karawang sebagai wilayah industri. Saat itu Bekasi masih menjadi lahan pertanian yang memiliki tanah yang subur.
“Ibu Mega mencoba memprotes, menolak upaya pengalihan lahan ini. Tanah yang subur tidak boleh diubah menjadi kawasan industri. Terlebih Bung Karno sudah membangun Waduk Jatiluhur. Jatiluhur itu tidak hanya kebutuhan perairan bagi petani, tetapi juga pariwisata, perikanan, energi, dari Waduk Jatiluhur,” katanya.
Diakuinya, saat itu PDI Perjuangan kalah suara yang hanya 13 kursi. Kondisi itu tidak bisa melawan politik otoriter Soeharto.
“Sawah-sawah yang subur itu segera ditimbun untuk pembangunan lapangan golf, dan kawasan industri,” katanya.
Di tengah-tengah industrialisasi itu, lanjut Hasto, Megawati sempat menyambangi sebuah embung, namun kawasan tersebut sudah dibangun pabrik. Lalu, Presiden RI ke-4 itu mengambil teratai di embung tersebut sebagai simbol penyelamatan.
“Setidaknya ada sesuatu yang bisa saya selamatkan ketika upaya-upaya politik untuk menolak alih lahan gagal dijalankan. Maka, kemudian teratai itu diselamatkan dan menghiasi kolam di Kebagusan, tempat tinggal Ibu Megawati Soekarnoputri,” katanya.
Dari situlah, Hasto menekankan bahwa pertanian dan lingkungan hidup adalah politik bagi pihaknya. Karenanya, kedua isu tersebut adalah hal yang tidak dapat dinegosiasi bagi PDI Perjuangan.
“Karena itulah politik penuh dengan rasa cinta. Politik itu penuh dengan mencintai lingkungan,” kata Hasto, disambut tepuk riuh ratusan peserta.
Politik mencintai lingkungan yang sama juga diusung oleh Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Lahan akan dibagikan kepada rakyat untuk menjadi sumber yang produktif bagi pembangunan pangan rakyat dan nasional.
“Infrastruktur yang dibangun, bendungan, embung, waduk, akan menjadikan lahan-lahan produktif yang dikelola oleh rakyat,” kata Hasto.
Peduli Pesantren
Pada kesempatan sama, Intelektual muda Nahdatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa PDI Perjuangan berkomitmen terhadap pondok pesantren dan santrinya selalu nyata dari masa ke masa. Langkah nyata partai itu terhadap pendidikan dan kemajuan Islam bisa dikilas balik dari masa lampau, ketika Indonesia masih dipimpin Proklamator RI Bung Karno.
“Bung Karno adalah sosok yang berperan mempertahankan keberadaan Universitas Al Azhar Kairo. Saat itu, pemimpin Mesir Gamal Abdul Nasser hendak membubarkan kampus itu. Namun Bung Karno berkirim surat meminta agar jangan sampai ditutup.
“Tolong jangan ditutup karena Al Azhar itu simbol peradaban agama Islam. Dan itulah yang terjadi. Saya ini lulusan Al Azhar. Bisa hapal Al Quran, hadist, dan sejumlah kitab kuning. Itu berkat jasa Bung Karno sehingga Gamal tak menutupnya,” kata Gus Mis- sapaan akrabnya.
Komitmen yang sama juga diperjuangkan oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri. Hingga kini, kata Zuhairi, masih banyak kiai yang bercerita bagaimana besarnya bantuan dari ketua umum PDI Perjuangan itu terhadap pembangunan berbagai pondok pesantren.
“Dan sekarang, mungkin bila anda melihat gedung-gedung megah di pesantren, bisa jadi itu adalah rusunawa yang dibangunkan oleh Pak Jokowi,” kata Zuhairi.
Ia menyebut, sebagai kader PDI Perjuangan, Jokowi terus berupaya menunjukkan komitmen perjuangannya terhadap pendidikan Islam dan pesantren. Adalah Jokowi bersama PDI Perjuangan yang memperjuangkan ditetapkannya Hari Santri Nasional yang merupakan wujud pengakuan atas peran santri terhadap NKRI.
Tak hanya itu, lanjut dia, ijazah santri banyak tak diakui oleh kampus negeri. Di era Jokowi, para santri didorong untuk melanjutkan pendidikan di kampus negeri, dengan membawa ijazah santrinya.
“Kalau sekarang 100 ribu beasiswa disediakan ke santri yang ingin kuliah di kampus negeri. Kalau ingin menjadi dokter, menjadi insinyur, sudah bisa,” kata Gus Mis yang juga Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi).
Karena itulah dia mengaku merasa heran bila masih saja banyak pihak yang terus memfitnah PDI Perjuangan dan Joko Widodo anti-Islam. Walau demikian, fitnah itu malah dijadikan sebagai lahan doa dan pengharapan oleh pihaknya.
“Jadi kalau ada orang fitnah PDIP dengan Anti-Islam, Insya Allah isu itu akan makin membesarkan PDI P,erjuangan” kata Gus Mis. [CHA]