Koran Sulindo – Kendati sedang perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), Tiongkok menilai situasi itu tidak memicu benturan peradaban. Bahkan pemerintah Tiongkok mengecam munculnya hal-hal yang terkait dengan rasialisme dan menyebutnya sebagai hal bodoh.
Presiden Xi Jinping sebagaimana yang dilaporkan Channel News Asia pada Rabu (15/5) menyinggung hal itu di tengah kekhawatiran akan meningkatnya kekuatan Tiongkok di dunia global dan ketegangan dengan AS. Ditambah lagi seorang pejabat tinggi AS pada bulan lalu menggambarkan, persaingan Tiongkok dan AS sebagai pertarungan peradaban dan ideologi yang berbeda.
Pejabat Kementerian Luar Negeri AS, Kiron Skinner dalam sebuah kesempatan menyebut persaingan negaranya dan Tiongkok menempatkannya dalam persepsi rasialis. Dalam forum keamanan, ia menyebut, Tiongkok adalah pesaing utama AS yang justru bukan “Kaukasia”.
“Menganggap ras dan budaya seseorang lebih unggul dan berkeras mengubah atau mengganti peradaban lain adalah bodoh secara makna dan malapetaka dalam praktik,” kata Jinping ketika membuka Konferensi Dialog Peradaban Asia di Beijing.
Dikatakan Jinping, ketika kebudayaan manusia hanya satu macam, maka betapa membosankan dan tidak menariknya dunia. Justru dunia menjadi menarik karena kebudayaan dan kebijaksanaan yang beragam.
“Saya telah mengunjungi banyak tempat di dunia. Yang paling menari bagi saya adalah pesona budaya yanng berbeda-beda. Seperti budaya kota kuno di Asia Tengah, budaya Mesir, Singapura, Thailand dan lain sebagainya,” kata Jinping menambahkan.
Kendati berbeda, sama sekali tidak ada ada benturan peradaban. Setiap orang hanya perlu menghargai perbedaan peradaban itu. Pernyataan Jinping ini muncul tak lama setelah negosiasi antara AS dan Tiongkok soal perang dagang justru kian memburuk.
AS menetapkan tarif untuk produk Tiongkok yang bernilai US$ 200 miliar dan akan menambahkannya menjadi lebih dari US$ 300 miliar. Menanggapi rencana AS itu, Tiongkok akan menerapkan tarif kepada barang-barang AS bernilai US$ 60 miliar mulai 1 Juni mendatang.
Kedua negara bersaing untuk memperebutkan pengaruh di tingkat global sehingga memicu ketegangan diplomatik, ekonomi dan militer. Meningkatnya pengaruh Tiongkok juga menjadi peringatan untuk Asia terutama dalam hal perbatasan wilayah Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, misalnya, telah mengingatkan Tiongkok agar meninggalkan pulau yang menjadi wilayah negaranya. Kalau tidak, pemerintah Filipina tidak segan untuk mengambil tindakan militer apabila Tiongkok berkeras menguasai pulau tersebut.
Pidato Jinping pada konferensi tersebut fokus mempromosikan kerja sama lintas-budaya di seluruh wilayah dan mendesak negara-negara di Asia untuk memperkuat kerja sama kebudayaan. Itu tak lain untuk terus menuliskan sejarah peradaban Asia. [KRG]