Jiangshi, vampir dari tioangkok. (sumber: IMDb)
Jiangshi, vampir dari tioangkok. (sumber: IMDb)

Apa yang dibayangkan ketika mendengar kata “vampir”? mungkin yang terlintas di benak adalah makhluk penghisap darah yang takut cahaya matahari, berubah menjadi kelelawar, atau berjalan mengendap di tengah malam. Namun, di Tiongkok, vampir memiliki wujud yang berbeda dan bahkan lebih menyeramkan.

Mengutip berbagai sumber, Jiangshi, secara harfiah bermakna “mayat kaku” yang juga dikenal sebagai “mayat melompat,” adalah sosok legendaris dalam mitologi Tiongkok. Berbeda dari gambaran vampir pada umumnya, Jiangshi tidak berjalan, tidak pula terbang, tetapi melompat-lompat dengan kedua tangan menjulur ke depan, seolah-olah ingin meraih mangsanya. Legenda ini sudah menjadi bagian dari budaya Tiongkok selama ribuan tahun, menelusup dalam cerita rakyat hingga perfilman modern.

Kisah tentang Jiangshi bermula lebih dari 2.000 tahun yang lalu, tepatnya pada masa Dinasti Qin, ketika Kaisar Qin Shi Huang tengah memimpin penaklukan besar-besaran di seluruh Tiongkok. Dalam peperangan yang sengit, banyak prajurit yang gugur di medan perang, meninggalkan keluarganya tanpa kesempatan untuk membawa jenazah mereka kembali ke rumah.

Rasa kehilangan yang mendalam mendorong keluarga para prajurit itu meminta bantuan pendeta Tao untuk melakukan ritual kuno. Ritual ini dipercaya mampu memulangkan jiwa dan tubuh sang prajurit ke kampung halaman mereka, meskipun dalam kondisi telah meninggal dunia.

Prosesnya tidak sederhana. Pendeta Tao menuliskan mantra khusus di selembar kertas, mencantumkan nama dan tanggal lahir si prajurit, lalu menempelkannya di dahi mayat. Dengan mantra itu, tubuh yang kaku akibat rigor mortis dipercaya dapat kembali bergerak.

Namun, gerakannya tidak seperti manusia biasa, tubuh-tubuh itu hanya bisa melompat-lompat. Ketika malam tiba, mayat-mayat ini akan memulai perjalanan panjang menuju rumah mereka. Dalam tradisi Tao, ritual ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Sebab, jika mantra di dahi mayat terlepas, Jiangshi akan berubah menjadi makhluk berbahaya yang tidak segan-segan menyerang makhluk hidup untuk menyerap qi energi kehidupan yang diyakini sebagai sumber kehidupan manusia.

Dalam cerita rakyat Tiongkok, Jiangshi digambarkan sebagai makhluk yang hanya muncul pada malam hari. Mereka dipercaya terlahir dari berbagai peristiwa tragis, seperti kematian yang kejam, bunuh diri, penguburan yang tidak tepat, atau penguburan yang terlambat. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Jiangshi dapat muncul dari mayat yang baru meninggal atau mayat lama yang tidak membusuk karena faktor lingkungan. Selain itu, mitos lain mengungkapkan bahwa Jiangshi sering kali dikaitkan dengan faktor transportasi.

Pada masa lalu, jenazah harus dikuburkan di lokasi jauh, baik karena aturan adat maupun keinginan keluarga untuk memakamkan kerabat mereka di kampung halaman. Untuk mengatasi kesulitan ini, pendeta Tao mengajarkan ritual yang memungkinkan jenazah untuk “berjalan” sendiri menuju tempat pemakaman.

Karena tubuh mereka telah kaku, pendeta Tao mengikat pergelangan tangan dan kaki jenazah serta memposisikan tangan mereka menjulur ke depan, sehingga tubuh itu bergerak seperti melompat. Ritual ini dilakukan pada malam hari dengan menggunakan kursi pikul, sambil terus membacakan doa dan membunyikan lonceng.

Ada pula catatan tentang corpse drivers, orang-orang yang berspesialisasi dalam mengangkut jenazah kembali ke rumah leluhur. Mereka membawa peti mati yang diikat pada tiang bambu dan diletakkan di atas pundak dua orang pria. Saat mereka berjalan, bambu tersebut akan melentur, memberikan ilusi bahwa jenazah sedang melompat-lompat di sepanjang perjalanan. Selain meminimalkan pembusukan, perjalanan malam dilakukan untuk menghindari bertemu orang hidup, yang dianggap akan membawa sial dan nasib buruk jika bertemu orang mati.

Penampilan Jiangshi sendiri tidak kalah menyeramkan. Kulit mereka putih pucat, gigi bergerigi tajam, dan kuku yang panjang menjadi senjata utama mereka. Jiangshi memiliki kemampuan mendeteksi keberadaan manusia melalui napas.

Maka, salah satu cara untuk lolos dari Jiangshi adalah dengan menahan napas agar tidak terdeteksi. Jika serangan mereka menjadi terlalu berbahaya, cara lain untuk menghentikan Jiangshi adalah menempelkan jimat Tao di dahi mereka, yang dipercaya dapat melumpuhkan Jiangshi dan menghentikan pergerakannya.

Legenda Jiangshi tidak hanya hidup di dalam tradisi lisan, tetapi juga menjelma menjadi inspirasi dalam budaya populer. Salah satu representasi Jiangshi yang paling terkenal adalah film Mr. Vampire yang dirilis pada tahun 1985.

Film ini memperkenalkan Jiangshi kepada khalayak luas dengan gaya horor komedi yang memikat, menciptakan tren baru dalam dunia perfilman Asia. Dalam film itu, Jiangshi menjadi ikon menakutkan sekaligus menghibur, memadukan elemen tradisional dengan sentuhan modern.

Namun, di balik kisahnya yang menyeramkan, Jiangshi memiliki arti yang lebih mendalam. Ia bukan sekadar sosok horor, melainkan juga cerminan kepercayaan masyarakat Tiongkok terhadap hubungan antara dunia manusia dan spiritual. Jiangshi mengingatkan kita bahwa dalam setiap mitos, selalu ada jejak sejarah dan budaya yang tidak boleh dilupakan.

Jiangshi, si mayat melompat, tetap menjadi salah satu makhluk yang menghantui imajinasi manusia. Dengan ciri khasnya yang unik dan kisah asal-usulnya yang kaya, Jiangshi bukan hanya menjadi bagian dari legenda, tetapi juga saksi dari kepercayaan dan tradisi yang telah ada selama ribuan tahun. Di mana pun Jiangshi muncul di cerita rakyat atau di layar film, ia selalu membawa aura misteri yang sulit diabaikan. [UN]