WIBAWA dan integritas lembaga penyelenggara pemilihan umum menjadi faktor penting dalam kesuksesan penyelenggaraan pemilu. Namun saat proses penyelenggaraan pemilu 2024 mulai berjalan berbagai sorotan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI semakin deras.

Berbagai persoalan mulai dari intimidasi terhada KPUD saat verifikasi faktual partai calon peserta pemilu hinga persoalan pelecehan seksual dialamatkan terhadap lembaga penyelenggara pemilu itu.

Pada hari Rabu (21/12) Barisan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) melayangkan somasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lantaran diduga ada intimidasi dalam proses verifikasi faktual (verfak) berlanjut ke laporan dugaan pelanggaran etik.

Laporan ke DKPP ini merupakan langkah lanjutan yang dilakukan barisan KPUD yang merasa diintimidasi untuk mengubah hasil verfak parpol calon peserta Pemilu serentak 2024.

Dua kuasa hukum barisan KPUD yang melayangkan somasi karena merasa diintimidasi KPU RI menyambangi Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (21/12) sekira pukul 14.00 WIB.

Laporan ke DKPP ini merupakan langkah lanjutan yang dilakukan barisan KPUD yang merasa diintimidasi untuk mengubah hasil verfak parpol calon peserta Pemilu serentak 2024.

Sebelumnya pada tanggal 13 Desember 2022, mereka yang mengatasnamakan diri sebagai Tim Hukum Advokasi Pemilu Bersih 2024 melayangkan surat somasi ke KPU RI terkait sejumlah permasalahan dalam tahapan penyelenggaraan pemilu.

Salah satu poin utama dalam surat somasi itu adalah terkait dengan intimidasi dalam verfak yang dikerjakan KPU RI sejak Oktober hingga awal Desember 2022.

Laporan dugaan pelecehan

Selain somasi dari KPUD, terdapat pula laporan lain dari Ketua umum Partai Republik Satu Hasnaeni Moein alias ‘Wanita Emas’ yang melaporkan Ketua Umum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelecehan seksual.

Adapun laporan itu sudah diterima DKPP dengan nomor 01-22/SET-02/XII/2022 pada Kamis (22/12).

“Oleh karena itu pada 22 Desember [2022], tepatnya pada sore ini, membuat satu laporan tentang asusila dan etik, tepat di DKPP sebagai satu badan yang punya tugas untuk menyidangkan pelanggaran etika yang ada, bagi penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu,” kata Kuasa Hukum Hasnaeni, Farhat Abbas, di Kantor DKPP, Kamis (22/12).

Kata Farhat, pihaknya melampirkan sejumlah bukti pelanggaran etik dan dugaan tindak kesusilaan yang dialami kliennya itu.

“Bukti yang dibawa adalah pengakuan testimoni, kemudian dalam bentuk rekaman video, kemudian bukti-bukti komunikasi WA, dan foto-foto pembelian sebuah tiket Jogja, kemudian foto-foto kebersamaan dan sebagainya,” katanya.

Langkah mengadu ke DKPP ini ditempuh setelah sebelumnya pihak Hasnaeni melayangkan somasi terhadap Hasyim pada 16 November 2022.

Isi somasi terkait desakan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari untuk segera mengklarifikasi dugaan pelecehan seksual itu.

Farhat menyebut dugaan pelecehan seksual terjadi pada 13 Agustus 2022, 14 Agustus 2022, 15 Agustus 2022, 17 Agustus 2022, 18 Agustus 2022, 21 Agustus 2022, 22 Agustus 2022, 23 Agustus 2022, 25 Agustus 2022, 27 Agustus 2022, serta 2 September 2022 di lima tempat berbeda.

Merespons laporan itu, Hasyim menjawab singkat. Dia hanya berkata bahwa dirinya mengikuti perkembangan dari laporan itu.

“Kami mengikuti perkembangan pengaduan ke DKPP tersebut,” katanya.

Integritas penyelenggara Pemilu

Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, pemilu harus mencerminkan sebesar-besarnya kehendak rakyat. Maka diperlukan pemilihan bersifat jujur, bersih dan adil. Sehingga peran KPU RI sebagai penyelenggara pemilu akan menjadi faktor utama dalam penyelenggaraan pemilu.

Berbagai aduan dan sorotan terhadap KPU RI adalah ujian penting bagi penyelenggara hajatan demokrasi tahun 2024 nanti, apakah dapat menunjukkan integritasnya ataukah justru mengalami delegitimasi publik.

Dalam sebuah Seminar Pentingnya Penyelenggara Pemilu yang Berintegritas pada Januari lalu, peneliti LIPI Siti Zuhro menyampaikan bahwa Integritas penyelenggara pemilu adalah bagian penting terselenggaranya pemilihan umum yang baik.

Ia menjelaskan, terdapat empat hal dalam kaitan penyelenggara pemilu yakni integritas, kompetensi, indepensi dan kepemimpinan. Ia menegaskan, integritas penyelenggara ini penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi karena vital dalam pelaksanaan pemilu.

“Kedua tentang kompetensinya. Jadi kalau sudah lulus integritas wajib memenuhi kriteria lain yakni kompetensi. Profesionalitas di bidang kepemiluan tidak hanya paham politik, kepemiluan tetapi juga hukum,” ujar Siti.

Yang ketiga, sambung dia, penyelenggara harus memiliki independensi karena tarikan politik luar biasa dan KPU mengelola pemilu nasional sampai daerah. Ia menegaskan, penyelenggara harus dapat dipercaya, jujur dan amanah.

“Yang keempat adalah kemampuan manajerial, kepemimpinan dan kerjasama. Unsur ini juga tidak kalah pentingnya untuk penyelenggaraan pemilu yang berkualitas. Semua anggota KPU harus memenuhi kualifikasi persyaratan tersebut. Pemilu yang trusted adalah pemilu yang diselenggarakan oleh penyelenggara yang juga trusted. Sengketa pemilu terjadi antara lain dipicu penyelenggara pemilu partisan,” ujar Siti.

Maka sorotan serta kasus yang dialamatkan kepada KPU RI dan jajarannya menjadi hal wajar dan perlu dibuka sejelas-jelasnya agar masyarakat dapat menilai apakah KPU RI mampu menunjukkan kewibawaan dan menjadi lembaga yang bersih. Tentunya kepercayaan publik akan semakin kuat jika KPU RI mampu menunjukkan Integritasnya dalam menjalankan setiap tahapan pemilu. [PAR]