Pribumi jadi pasukan KNIL (Foto: Wikipedia)

Jika mengulas kembali sejarah kolonialisme di Indonesia, berbagai kebijakan diterapkan oleh pemerintah Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya, terutama ketika menghadapi ancaman dari pihak luar.

Salah satu kebijakan yang cukup kontroversial adalah pembentukan Inheemse Militie, sebuah program wajib militer bagi rakyat pribumi yang digagas pada masa Perang Dunia II. Kebijakan ini mencerminkan kepanikan pemerintah kolonial menghadapi ekspansi Jepang yang semakin mendekat ke Hindia Belanda.

Namun, alih-alih menjadi strategi pertahanan yang efektif, Inheemse Militie justru menuai penolakan dari berbagai pihak, terutama dari kaum nasionalis Indonesia.

Selain dianggap sebagai bentuk eksploitasi rakyat pribumi tanpa imbalan yang setimpal, kebijakan ini juga terbukti sia-sia karena belum sempat terlaksana sebelum Belanda takluk dalam serangan kilat Jepang pada tahun 1942. Lantas, bagaimana sebenarnya latar belakang, dinamika, dan kegagalan dari kebijakan ini? Simak pembahasan yang dilansir dari laman kemdikbud berikut ini.

Pada masa Perang Dunia II, tepatnya tahun 1941, pemerintah kolonial Belanda di Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan wajib militer yang dikenal sebagai Inheemse Militie atau Milisi Bumiputera. Kebijakan ini merupakan bentuk kewajiban bagi rakyat pribumi untuk membantu pemerintah kolonial dalam menghadapi ancaman dari Jepang yang semakin mendekat ke wilayah Asia Tenggara.

Latar Belakang Pembentukan Inheemse Militie

Pada tahun 1941, posisi Belanda dalam kancah Perang Dunia II semakin terdesak akibat agresi Jerman di Eropa dan ancaman ekspansi Jepang di Asia. Pemerintah kolonial membutuhkan tambahan pasukan sebanyak lima hingga enam ribu orang serdadu dari kaum pribumi untuk memperkuat pertahanan Hindia Belanda melawan Jepang.

Milisi ini dirancang untuk direkrut dari setiap kabupaten di Hindia Belanda, sehingga melibatkan banyak penduduk pribumi dalam struktur pertahanan kolonial. Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari beberapa pihak di dalam Hindia Belanda, termasuk dari kaum nasionalis Indonesia dan kelompok pergerakan.

Pembentukan Inheemse Militie bukan tanpa hambatan. Pergerakan Penyadar secara tegas menolak kebijakan ini, tetapi gagal dalam menghentikannya.

Sementara itu, kaum nasionalis Indonesia yang tergabung dalam Volksraad berpendapat bahwa tidak seharusnya ada wajib militer tanpa adanya parlemen penuh yang mewakili rakyat Hindia Belanda secara demokratis.

Meskipun mendapat kritik dari banyak pihak, kebijakan ini tetap disahkan oleh Volksraad pada Juli 1941. Keputusan ini didukung oleh anggota-anggota yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial serta kelompok berkebangsaan Eropa, yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda.

Sebaliknya, sebagian besar nasionalis pribumi, termasuk dari kelompok Parindra, menolak gagasan tersebut karena melihatnya sebagai eksploitasi rakyat pribumi untuk kepentingan kolonial tanpa adanya jaminan hak-hak politik yang lebih luas.

Kegagalan Pelaksanaan Inheemse Militie

Tujuan utama dari kebijakan Inheemse Militie adalah membentuk tentara dari kaum pribumi untuk memperkuat barisan pertahanan Belanda melawan Jepang dengan biaya yang lebih rendah dibanding merekrut pasukan dari Eropa. Namun, sebelum kebijakan ini dapat diimplementasikan, situasi perang berubah drastis.

Pada 10 Januari 1942, Jepang melancarkan serangan besar-besaran ke Hindia Belanda, menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Laut Jawa.

Hanya dalam waktu dua bulan, Jepang berhasil menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda. Pada 8 Maret 1942, Belanda secara resmi menyerah kepada Jepang, dan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh ditawan oleh pihak Jepang.

Dengan demikian, Inheemse Militie tidak pernah terealisasi sesuai rencana karena kekalahan cepat Belanda dalam menghadapi invasi Jepang. Kebijakan ini menjadi salah satu upaya terakhir pemerintah kolonial Belanda untuk mempertahankan Hindia Belanda, tetapi pada akhirnya gagal total sebelum sempat dijalankan.

Inheemse Militie merupakan kebijakan wajib militer bagi pribumi Hindia Belanda yang dirancang oleh pemerintah kolonial pada tahun 1941 untuk menghadapi ancaman Jepang. Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari kaum nasionalis Indonesia dan kelompok pergerakan yang melihatnya sebagai bentuk eksploitasi tanpa adanya representasi politik yang adil.

Meskipun telah disetujui oleh Volksraad, Inheemse Militie tidak sempat terwujud karena serangan cepat Jepang yang membuat Belanda kehilangan kendali atas Hindia Belanda pada Maret 1942. Kegagalan ini menandai berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara dan menjadi awal dari babak baru dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. [UN]