Tim ilmuwan baru-baru ini menemukan aktivitas ionisasi yang tinggi di pusat Bima Sakti. Ini berarti mungkin ada Materi Gelap (dark matter) jenis baru yang telah muncul.
Melansir dari Space.com, Materi Gelap baru tersebut diperkirakan lebih ringan dan mampu memusnahkan dirinya sendiri (self-annihilating).
Self-annihilating adalah keadaan ketika dua partikel Materi Gelap bertemu, saling menghancurkan, dan menciptakan elektron dan positron. Proses ini, ditambah banjir elektron dan positron, akan menyediakan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan elektron dari atom netral (ionisasi) dalam gas padat di pusat Bima Sakti.
Ini menjelaskan mengapa ada begitu banyak gas terionisasi di wilayah pusat Bima Sakti yang disebut Zona Molekuler Pusat (CMZ).
Meskipun pemusnahan Materi Gelap jarang terjadi, masuk akal jika hal itu berlangsung lebih sering di inti galaksi tempat materi gelap diperkirakan berkumpul.
“Kami mengusulkan bahwa Materi Gelap yang lebih ringan daripada proton [partikel yang ditemukan dalam inti atom] dapat bertanggung jawab atas efek tidak biasa yang terlihat di pusat Bima Sakti,” kata Shyam Balaji, pemimpin tim sekaligus Peneliti Pascadoktoral di King’s College London, dikutip dari Space.com.
“Tidak seperti kebanyakan kandidat Materi Gelap, yang sering dipelajari melalui efek gravitasinya, bentuk Materi Gelap ini mungkin menampakkan dirinya dengan mengionisasi gas, yang pada dasarnya melepaskan elektron dari atom di CMZ. Ini akan terjadi jika partikel Materi Gelap hancur menjadi pasangan elektron-positron, yang kemudian berinteraksi dengan gas di sekitarnya.”
Sifat Materi Gelap
Materi gelap adalah salah satu zat misterius yang mendominasi Alam Semesta. Ia tidak memantulkan, menyerap, atau memancarkan cahaya, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Kalaupun zat ini dapat berinteraksi dengan cahaya, kekuatannya terlalu lemah dan terlalu jarang untuk diamati.
Partikel penyusun utama Materi Gelap kemungkinan besar adalah axion dan partikel mirip axion, yang memiliki rentang massa yang luas. Teori tentang axion pertama kali dicetuskan oleh fisikawan teoritis Frank Wilczek dan Steven Weinberg pada tahun 1978.
Dalam studi yang dipublikasikan di Physical Review Letters pada 10 Maret 2025, Balaji dan rekan-rekannya menepis anggapan bahwa kedua partikel itu merupakan penyebab munculnya Materi Gelap jenis baru yang terkait dengan ionisasi gas di CMZ.
“Sebagian besar model axion tidak memprediksi pemusnahan signifikan menjadi pasangan elektron-positron seperti yang dilakukan Materi Gelap yang kami usulkan,” kata Balaji. “Subjek Materi Gelap yang kami usulkan memiliki massa sub-GeV (satu miliar eV) dan memusnahkan diri sendiri menjadi elektron dan positron.”
“Hal ini membedakannya karena secara langsung memengaruhi medium antarbintang, menciptakan tanda dalam bentuk ionisasi ekstra, sesuatu yang biasanya tidak diharapkan terjadi pada aksion.”
Balaji juga berteori bahwa sinar kosmik bukan penyebab terjadinya ionisasi yang tinggi di CMZ. Sinar kosmik adalah partikel bermuatan yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.
“Masalah terbesar yang dapat dipecahkan oleh model ini adalah ionisasi berlebih di CMZ,” katanya. “Sinar kosmik, penyebab umum gas pengion, tampaknya tidak cukup kuat untuk menjelaskan tingkat ionisasi tinggi yang kami amati.”
Jika sinar kosmik mengionisasi gas di CMZ, proses itu seharusnya menghasilkan emisi sinar gamma, yang merupakan partikel cahaya berenergi sangat tinggi. Studi terhadap CMZ tidak menemukan emisi ini.
Balaji dan timnya lantas berkesimpulan bahwa aktivitas ionisasi yang tinggi di dalam CMZ disebabkan oleh sumber yang bergerak lebih lambat dan lebih ringan. Dengan kata lain, Materi Gelap jenis baru.
“Jika Materi Gelap bertanggung jawab atas ionisasi CMZ, itu berarti kita mendeteksi Materi Gelap bukan dengan melihatnya, tetapi dengan mengamati dampak kimianya yang halus pada gas di galaksi kita,” kata Balaji.
Terlalu Cepat
Masih terlalu cepat untuk menyimpulkan secara pasti mengenai kemunculan Materi Gelap jenis baru. Ini karena para ilmuwan perlu melakukan pengamatan lebih jauh untuk memperoleh data dan membuat banyak teori. Atas alasan tersebut, zat baru hipotetis di CMZ belum diberi nama resmi.
“Kita memerlukan pengukuran ionisasi yang lebih tepat di CMZ; jika kita dapat memetakan ionisasi dengan lebih akurat, kita dapat melihat apakah ionisasi mengikuti distribusi Materi Gelap yang diharapkan,” kata Balaji. “Jika kita mengesampingkan sumber potensial ionisasi lainnya, hipotesis Materi Gelap menjadi lebih meyakinkan.”
Meski belum ada kepastian mengenai zat misterius tersebut, penelitian yang Balaji dan timnya lakukan telah memberikan cara baru untuk melihat pengaruh Materi Gelap di Alam Semesta.
“Materi Gelap tetap menjadi salah satu misteri terbesar dalam fisika, dan penelitian ini menunjukkan bahwa kita mungkin telah mengabaikan efek kimia halusnya pada kosmos,” Balaji menyimpulkan. “Jika teori ini benar, ini dapat membuka cara yang sama sekali baru untuk mempelajari Materi Gelap, tidak hanya melalui gravitasinya, tetapi juga melalui caranya membentuk struktur galaksi kita.” [BP]