Tahukah anda, berdasarkan survei tingkat dunia, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan perusahaan rintisan, startup, terbanyak secara global? Dalam lima tahun terakhir, ekosistem startup di Tanah Air terus meningkat dengan pesat dan cepat yang kini sudah menjadi karakteristik dari perusahaan rintisan.
Saat ini, perkembangan startup Tanah Air sudah memasuki era gelombang kedua, second wave, yang sudah semakin menyentuh banyak sektor setelah pada generasi pertama hampir seluruh perusahaan rintisan berfokus pada e-commerce dan juga ride hailing.
Startup di Indonesia terus melangkah ke arah yang gemilang, terbukti di masa sulit pandemi COVID-19 saja perusahaan rintisan besutan anak bangsa terus mendapatkan pendanaan dengan nilai yang besar. Pada 2020, ekonomi digital di Indonesia bahkan tumbuh senilai 44 miliar dolar AS.
Itu menjadikan startup Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan double digit di Asia Tenggara dan menjadi pernyataan bahwa startup Anak Bangsa memiliki potensi perkembangan yang lebih menggila lagi.
Tentu untuk menjaga pertumbuhan startup ke arah yang positif dan menjadi investasi jangka panjang, pemerintah tak bisa hanya duduk menunggu dan harus bergerak untuk bisa menyelaraskan kebutuhan para generasi muda untuk memperbanyak dan memperbesar kapasitas startup.
Salah satu ikhtiar yang dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) adalah dengan menyiapkan para talenta berpotensi itu dengan menghadirkan “Program 1000 Startup”.
Gerakan itu sebenarnya diinisiasi pada 2016 setelah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengunjungi Silicon Valley di Amerika Serikat bersama dengan para generasi pertama startup di Indonesia.
Kunjungan mereka itu akhirnya membawa semangat menghadirkan lebih banyak ruang bagi generasi muda yang membesut startup agar akhirnya bisa membawa kemajuan bagi Indonesia tidak hanya dari segi teknologi tapi juga dari sisi ekonomi dan manfaat sosial yang lebih baik lagi.
Pada 2021, gerakan itu kembali muncul sebagai Gerakan Nasional yang bernama “Ignition Gerakan 1000 Startup Digital”. Gerakan nasional itu bukan sembarang gerakan, Kementerian Kominfo berharap gerakan itu bisa menjadi wadah menimba ilmu dan menjadi tempat berbagi pengalaman yang dapat membantu startup pemula tumbuh lebih cepat dan berinovasi dengan lebih baik.
Tercatat ada 1.160 perusahaan rintisan yang tergabung dengan 85.000 talenta digital yang akan mendapatkan ilmu- ilmu terbaru seputar perkembangan perusahaan rintisan hingga pemahaman bentuk- bentuk bisnis di era digital dan potensinya.
“Indonesia punya keunggulan dalam pengembangan startup, ekosistemnya mulai terbentuk. Baik dari talentanya, maupun investor lokalnya juga bertumbuh. Termasuk juga fasilitas- fasilitas pendukung seperti data center dan cloud service ikut tumbuh. Inilah yang membuat peluang kita besar dan harapannya kita jadi negara yang menguasai teknologi startup,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Teknologi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan saat meluncurkan Gerakan “1000 Startup”.
Berkearifan lokal
Pada gelombang pertama dan gelombang kedua, karakteristik startup di Tanah Air masih menyiapkan solusi untuk masalah di permukaan. Kondisi itu dipaparkan oleh salah satu Modal Ventura lokal atau investor startup yaitu BRI Ventures.
Sasaran dari para perusahaan rintisan di gelombang pertama dan kedua pun masih tersebar untuk menjawab permasalahan di kota- kota besar seperti kota tier pertama dan kota tier kedua.
Meski belum mencakup kota tier ketiga dan tier keempat yang termasuk wilayah yang lebih pelosok, kemampuan dan pendapatan startup di Indonesia sudah menyaingi negara- negara maju.
Bayangkan jika potensi startup itu dikembangkan untuk menjawab masalah di kota tier ketiga dan tier keempat yang saat ini belum tersentuh. Tentu kapasitas dan daya saingnya akan semakin kuat dan mengukuhkan posisi Indonesia dengan talenta digital yang unggul.
Maka dari itu lewat gerakan “1000 Startup” yang diharapkan mampu menghadirkan generasi baru startup bisa mendukung para pemula startup untuk menyentuh masalah lokal dan menghadirkan solusi berkearifan lokal.
Chief Investment Officer BRI Venture William Gozali menyebutkan beberapa sektor yang bisa diulik solusinya berdasarkan kearifan lokal meliputi sektor edukasi, agrikultur, ritel, transportasi, ekonomi kreatif berbasis konten, dan kesehatan.
Dari segi edukasi, di tingkat kearifan lokal tentu startup Indonesia masih punya banyak peluang besar karena jumlah startup yang bergerak di bidang itu masih sedikit padahal dibutuhkan banyak solusi untuk menghadirkan pendidikan di Indonesia.
Tentunya jika pengembang aplikasi berasal dari Indonesia, solusi yang ditemukan akan semakin nyata karena pemahaman kurikulum pendidikan bisa dilakukan lebih mendalam dan lebih cepat.
Selanjutnya dari sektor agrikultur, jika startup tidak memahami wilayah geografis di Indonesia tentu akan sulit untuk menyiapkan pemecahan masalah hingga solusi yang benar- benar efisien untuk masyarakat.
Begitu pula dengan ritel, masih banyak potensi yang bisa dikembangkan di samping startup Indonesia memiliki kelebihan dengan mengetahui selera dan perilaku belanja masyarakat Tanah Air.
Dari segi transportasi dan kesehatan dibutuhkan pemahaman regulasi yang baik sehingga akan sangat tepat jika solusi digital bisa dihadirkan oleh startup asal Indonesia.
Terakhir pengembangan sektor ekonomi kreatif berbasis konten, sektor ini menjadi salah satu sektor yang bisa diulik dari kearifan lokal karena masyarakat Indonesia dewasa ini sangat terikat pada media sosial.
Bisa dilihat dari berbagai layanan media sosial yang hadir di Indonesia, masyarakat Tanah Air sangat gemar menggunakan dan menghabiskan waktunya di media sosial.
Pada survei “We Are Social” untuk Indonesia di 2021, masyarakat Indonesia mengaku hampir sembilan jam menghabiskan waktunya di ruang digital yang artinya seluruh kegiatan di ruang fisik sudah dilakukan berbarengan dengan kegiatan di ruang digital.
Dengan potensi yang besar itu, maka pengembangan solusi dari startup di sektor konten kreatif bisa lebih baik lagi terutama bila menyentuh nilai kearifan lokal.
“Kita mampu bersaing secara global. Indonesia punya potensi yang luar biasa besar. Terlihat juga dari animo bermunculannya para investor, program seperti ‘Gerakan 1000 Startup‘ diharapkan bisa mempercepat proses pertukaran ilmu, mempercepat kurva pembelajaran sehingga tahapan trial and error lebih efektif dan efisien,” ujar William.
Tantangan berikhtiar
Ikhtiar yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo mengembangkan startup dan mengukuhkan eksistensinya di Indonesia tak berhenti di angka 1000 startup. Tentu jumlah itu diharapkan bisa berlipat kali ganda dan memberikan efek yang positif pada perkembangan negara Indonesia.
Dirjen Aptika Semuel menyebutkan ada tiga hal penting untuk mewujudkan startup yang memiliki ekosistem berkelanjutan. Tiga hal itu di antaranya adalah SDM, proses pendanaan, hingga persiapan regulasi.
Dari segi SDM program- program pelatihan talenta digital terus dikembangkan. Kementerian Kominfo bahkan menyiapkan program lanjutan untuk inkubasi startup lewat “Startup Studio Indonesia” (SSI).
Setelah digodok semangat dan ilmunya lewat program “Gerakan Nasional 1000 Startup Digital”, perusahaan rintisan dengan ide yang matang disiapkan untuk ditetaskan lewat inkubasi SSI.
Tak berhenti di situ untuk terus mencetak talenta digital, Kementerian Kominfo pun dengan rutin menyiapkan pelatihan bersertifikasi yang kini disesuaikan materinya dengan kebutuhan industri. Beberapa materi yang dibagikan di antaranya seperti coding, big data analytics, cloud computing, dan pendalaman materi kecerdasan buatan.
Lalu dari segi pendanaan, Kementerian Kominfo terus menjaring para Modal Ventura atau pihak lainnya untuk bisa berkolaborasi dan menyiapkan pendanaan bagi para startup potensial.
Dengan keberhasilan generasi startup gelombang pertama dan kedua, Kementerian Kominfo pun semakin siap dan matang menjadi jembatan pendanaan para perusahaan rintisan yang berpotensi besar untuk berkembang.
Terakhir masalah terpenting yang menjadi tantangan adalah regulasi. Dengan perubahan digital yang begitu cepat, maka Kementerian Kominfo terus berupaya menyiapkan regulasi yang sederhana serta mudah dipahami agar perusahaan rintisan tidak lagi terbatas ketika menyiapkan peluang maupun inovasi.
Jika inovasi dan peluang berkembang terhalang aturan yang terlalu ketat maka tentu perusahaan rintisan menjadi memiliki ruang gerak yang terbatas. Dengan segala upaya yang ada, regulasi yang berkeadilan namun mendukung inovasi menjadi salah satu alternatif untuk menjawab tantangan pengembangan ekosistem startup di Indonesia.
Ikhtiar ini masih terus digenjot agar semakin maksimal, namun melihat perkembangan pesat ekosistem startup dalam lima tahun terakhir ikhtiar ini menjadi secercah harapan untuk semakin mengukuhkan fondasi startup besutan anak bangsa untuk menjadi besar di rumah sendiri. (Livia Kristianti/Antara)