Setiap tanggal 9 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Tahun ini, TNI AU genap berusia 79 tahun, menandai perjalanan panjang sejak pertama kali berdiri pada 9 April 1946. HUT ke-79 TNI AU 2025 mengangkat tema “Dengan Semangat Swabuana Paksa, TNI Angkatan Udara Siap Menjaga Kedaulatan Udara Nasional, Untuk Mewujdkan Indonesia Maju”. Hari bersejarah ini menjadi momentum refleksi atas dedikasi dan pengabdian luar biasa dari para prajurit udara dalam menjaga kedaulatan negara di udara.
Awal Mula yang Penuh Perjuangan
Menurut laman tni.mil.id, TNI Angkatan Udara lahir dari transformasi Jawatan Penerbangan Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Status ini resmi disahkan melalui Penetapan Pemerintah Nomor 6/SD tanggal 9 April 1946. Di tengah keterbatasan yang ada, Angkatan Udara Indonesia memulai langkahnya dengan armada seadanya—pesawat-pesawat bekas milik Jepang seperti Cureng, Guntei, Hayabusha, dan Nishikoreng.
Meskipun hanya berbekal peralatan sederhana dan sumber daya manusia yang terbatas, semangat perjuangan para pionir Angkatan Udara sangat luar biasa. Operasi-operasi udara pertama seperti pengangkutan logistik, serangan ke wilayah musuh, serta lintas udara ke Kalimantan, menjadi bukti keberanian mereka. Nama-nama besar seperti Marsekal TNI Suryadi Suryadarma, Marsekal Muda TNI (Anumerta) Agustinus Adisutjipto, Halim Perdanakusuma, Abdulrachman Saleh, dan Iswahjudi tercatat abadi dalam sejarah sebagai pelopor kekuatan udara Indonesia.
Pada dekade 1950-an, Angkatan Udara mulai menunjukkan perkembangan signifikan dengan kehadiran berbagai pesawat tempur dan angkut seperti P-51 Mustang, B-25 Mitchell, dan C-47 Dakota. Kekuatan ini turut digunakan dalam berbagai operasi penumpasan pemberontakan di dalam negeri seperti DI/TII, RMS, PRRI, dan Permesta.
Tahun 1960-an menjadi periode emas TNI AU. Dengan peralatan canggih seperti Mig-19, Mig-21, TU-16/KS, serta Helikopter Mi-4, TNI AU menjadi kekuatan yang disegani di kawasan Asia Tenggara. Mereka terlibat dalam Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat, Dwikora, serta operasi penumpasan G 30 S/PKI.
Namun, memasuki tahun 1970-an, kekuatan TNI AU sempat menurun akibat kendala suku cadang dari negara-negara blok Timur. Untungnya, semangat pembaruan terus digelorakan. Masuknya pesawat F-86 Sabre, T-33 Bird, dan OV-10 Bronco kembali menghidupkan harapan.
Dekade 1980-an dan 1990-an menyaksikan modernisasi berkelanjutan dengan hadirnya pesawat F-5E Tiger II, A-4 Sky Hawk, Boeing 737, hingga F-16 Fighting Falcon dan Hawk 100/200. Angkatan Udara terus memperkuat posturnya demi menghadapi tantangan zaman.
Modernisasi
Memasuki era milenium ketiga, TNI AU semakin memperkuat kekuatannya dengan teknologi dari dua kutub dunia—barat dan timur. Hadirnya pesawat tempur Sukhoi SU-27 SK dan SU-30 MK, serta pesawat latih KT-1 Woong Bee dari Korea Selatan, menjadikan Angkatan Udara semakin siap dalam menghadapi berbagai ancaman udara.
Tak hanya dalam aspek militer, TNI AU juga aktif dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dari membantu evakuasi korban tsunami di Aceh, gempa Yogyakarta, bencana di Papua, hingga misi kemanusiaan internasional di Pakistan, India, dan Filipina, TNI AU menunjukkan wajah kemanusiaannya yang penuh kepedulian.
Kini, di usianya yang ke-79, TNI Angkatan Udara terus menunjukkan eksistensinya sebagai penjaga kedaulatan udara Indonesia. Dengan semangat profesionalisme, modernisasi, dan loyalitas terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, TNI AU berkomitmen menjadi kekuatan udara yang tidak hanya tangguh secara militer, tetapi juga humanis dalam pengabdian.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI Angkatan Udara akan terus berperan aktif dalam menjaga pertahanan negara serta memberi kontribusi nyata dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan nasional. [UN]