Koran Sulindo – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih menunggu langkah hukum pemerintah dalam pembubaran organisasi massa itu. Gugatan pemerintah yang dilayangkan kejaksaan akan menjadi dasar pendapat hukum (legal opinion) HTI.
“Langkah hukum apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah karena langkah hukum itu kalau mengikuti Undang-Undang Ormas itu ada SP 1, SP 2, SP 3, SP 1 untuk masuk ke SP 2 itu ada syaratnya nah itu akan kita cermati melalui pengacara kita,” kata Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HTI, Muhammad Ismail Yusanto, di Kantor DPP HTI, Jalan Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (9/5).
Ismail juga keberatan dengan tudingan HTI anti-Pancasila. Dikatakannya, dalam AD/ART disebutkan Hizbut Tahrir adalah kelompok dakwah berazaskan Islam di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
“Artinya secara faktual HTI mengakui Pancasila itu dasar negara NKRI, tidak semestinya ajaran Islam disebut sebagai bertentangan dengan Pancasila, di Pasal 59 kita menilai bahwa tudingan politis,” ujarnya.
Ismail juga tidak terima dengan tudingan HTI tidak mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Sebagai organisasi legal berbadan hukum perkumpulan (BHP) Nomor AHU-0000258.60.80.2014 tertanggal 2 Juli 2014, HTI memiliki hak konstitusional untuk melakukan dakwah demi perbaikan bangsa.
“HTI telah memberikan kontribusi penting bagi sumber daya manusia negeri ini yang bertakwa dan berkarakter mulia. HTI juga terlibat dalam usaha mengkritisi berbagai peraturan liberal yang merugikan bangsa seperti Undang-undang Migas, Penanaman modal, sosialisasi anti-narkoba dan gerakan separatis,” katanya.
Mengenai konsep khilafah mengubah negara berdasarkan syari’at Islam, HTI berkilah tidak memiliki kekuatan, karena gagasan itu diserahkan kepada masyarakat mau menerima atau tidak.
“Kalau kita tidak dukung NKRI, kita tak akan pernah peduli melakukan berbagai kritik, saran perbaikan seperti ini, ini negara kita juga,” kata Ismail. [YMA]