Koran Sulindo – Para penonton di depan panggung tak kuasa menahan tawa mereka dan terpingkal-pingkal mendengar lelucon dua orang pemain ludruk di atas panggung. Kedua lelaki itu berpakaian batik khas Surabaya dan saling membalas pantun ala Jawa atau yang sering disebut Parikan.
Ceritanya, salah seorang pemain mengajak temannya yang masih jomblo untuk berkenalan dengan seorang wanita cantik agar ia cepat memiliki pacar, tapi langsung dibalas dengan parikan oleh temannya itu:
“Ana gulo, dirubung semut
Durung rondho, ojo direbut”
Parikan berbahasa Jawa di atas artinya: “Ada gula, dikerubungi semut. Belum janda, jangan direbut.” Ternyata balasan inilah yang membuat para penonton tertawa dan merasa terhibur. Seperti biasanya pertunjukan ludruk, iringan musik gamelan pun ikut menimpali setiap kali pemain memberikan leluconnya.
Baca juga: Lempar dan Tangkap Tongkat bersama Teman ala Benthik
Parikan yang biasanya digunakan dalam pertunjukan ludruk di atas adalah pantun/ puisi tradisional Jawa yang terikat pada aturan persajakan tertentu dan memiliki kekhasan. Ia terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang ingin disampaikan, sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin dinyatakan.
Ada dua jenis parikan yang biasanya dipertunjukkan, yaitu parikan sing dumadi saka rong gatra (parikan tunggal) dan parikan sing dumadi saka patang gatra (parikan rangkep/ ganda). Parikan tunggal terdiri dari dua baris, baris pertama adalah sampiran, sedangkan baris kedua adalah isi sebagaimana contoh di atas.
Parikan rangkep pada umumnya terdiri dari empat baris dengan pola sajak a b a b atau a a a a. Pada parikan ini, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Contohnya seperti di bawah ini:
“Dandhan gulo tembang sinom
Nembang ngasi wayah maghrib
Mumpung iseh wong enom
Kerjo becik ngggo sangu urip”
Parikan ini tertulis dalam mural indah yang terpampang di Kampung Bosem, Morokrembangan, Surabaya, Jawa Timur yang pada 1 Maret 2018 lalu diresmikan menjadi Kampung Parikan. Dalam kampung itu, berbagai parikan dipadukan dengan mural cantik berwarna-warni dilukis pada setiap dinding rumah warga dan fasilitas-fasilitas umum. Parikan itu berarti:
“Musik dandhang gulo judulnya sinom
Bernyanyi sampai waktu maghrib
Mumpung masih muda
Kerja yang bagus untuk biaya hidup”
Baca juga: Adu Kerito Surong: Dari Kegembiraan Panen Lada ke Perlombaan Balap
Selain dipertunjukkan dalam kesenian rakyat seperti ludruk dan dagelan, parikan juga kerap menyatakan gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Jawa termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan, pandangan hidup atau hanya sekedar humor di tengah penatnya kehidupan.
Di berbagai media sosial seperti twitter, facebook dan instagram, hashtag #parikanjawa sering dijumpai bila pemuda-pemudi milenial mengunggah parikan yang mereka buat, biasanya tentang asrama. Karena melalui parikan, seseorang dapat mengungkapkan ekspresi jiwanya melalui bahasa yang bermuatan perlambangan dan kiasan.
Ciri khas budaya Jawa yang menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. [GAB]