Parikan rangkep pada umumnya terdiri dari empat baris dengan pola sajak a b a b atau a a a a. Pada parikan ini, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Contohnya seperti di bawah ini:
“Dandhan gulo tembang sinom
Nembang ngasi wayah maghrib
Mumpung iseh wong enom
Kerjo becik ngggo sangu urip”
Parikan ini tertulis dalam mural indah yang terpampang di Kampung Bosem, Morokrembangan, Surabaya, Jawa Timur yang pada 1 Maret 2018 lalu diresmikan menjadi Kampung Parikan. Dalam kampung itu, berbagai parikan dipadukan dengan mural cantik berwarna-warni dilukis pada setiap dinding rumah warga dan fasilitas-fasilitas umum. Parikan itu berarti:
“Musik dandhang gulo judulnya sinom
Bernyanyi sampai waktu maghrib
Mumpung masih muda
Kerja yang bagus untuk biaya hidup”
Baca juga: Adu Kerito Surong: Dari Kegembiraan Panen Lada ke Perlombaan Balap
Selain dipertunjukkan dalam kesenian rakyat seperti ludruk dan dagelan, parikan juga kerap menyatakan gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Jawa termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan, pandangan hidup atau hanya sekedar humor di tengah penatnya kehidupan.
Di berbagai media sosial seperti twitter, facebook dan instagram, hashtag #parikanjawa sering dijumpai bila pemuda-pemudi milenial mengunggah parikan yang mereka buat, biasanya tentang asrama. Karena melalui parikan, seseorang dapat mengungkapkan ekspresi jiwanya melalui bahasa yang bermuatan perlambangan dan kiasan.
Ciri khas budaya Jawa yang menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. [GAB]