Hendrik Tio: Pemain e-Commerce Lokal Belum Siap Hadapi Asing

Sulindomedia – Wakil Ketua Dewan Pembina Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Hendrik Tio mendesak pemerintah agar mengambil kebijakan yang tepat dalam menentukan nasib industri bisnis online di Tanah Air. Dia meminta pemerintah tidak gegabah membuka 100% kepemilikan untuk asing karena ada pemain lokal yang mesti dilindungi.

“Yang ditakutkan 100 persen ini untuk e-commerce retail, karena merek asing akan leluasa membanjiri pasar  di Indonesia. Ini jelas akan merugikan produk dan pemain lokal,” ujar Hendrik di Jakarta, Senin lalu (25/1).

Menurut dia, pemerintah bisa saja membuat kebijakannya membuka untuk asing, tapi tidak langsung 100%, melainkan secara bertahap, menunggu kesiapan pemain lokal untuk cukup kuat di industri bisnis online. Faktanya di lapangan, masih banyak pemain lokal yang masih tahap baru (start up) dan menghadapi kendala modal dan keterbatasan teknologi.

“Kalau ini dipaksakan, pemain lokal tinggal waktu untuk kolaps dan akhirnya pemain asing yang akan mendominasi pasar dengan modal besar yang mereka miliki,” tuturnya.

Pengaturan bisnis online mencuat ke permukaan setelah Menteri Komunikasi dan Informatika  Rudiantara mengusulkan membuka kesempatan kepada pemain asing dalam bisnis e-commerce melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Usulan tersebut tidak tangung-tanggung, yakni membuka 100% kepemilikan bisnis e-commerce untuk pihak asing.

Tentu saja, usulan tersebut ditolak pemain e-commerce lokal lantaran ada kekhawatiran terjadi persaingan tidak sehat. Sejauh mana implikasi dari rencana pemerintah yang mengizinkan asing bisa memiliki 100% bisnis e-commerce di Indonesia, berikut petikan wawancara wartawan Suluh Indonesia Arief Setiawandengan Hendrik Tio.

Bagaimana tanggapan Anda soal aturan yang membolehkan asing memiliki 100% bisnis e-commerce di Indonesia?

Saya mengerti alasan pemerintah, ingin investor asing masuk ke sini dan mendapatkan investasi 100% untuk menggerakkan ekonomi. Masalahnya, yang masuk itu bukan asing, tapi pemain itu sendiri. Misanya pemain e-commerce global amazon.com, dengan aturan tersebut tentu bisa masuk ke sini, apalagi dibolehkan investasi 100%, jelas lebih senang lagi karena tak perlu menggandeng perusahaan lokal. Lain halnya kalau syarat kepemilikannya dibatasi, misalnya maksimal 49%. Tentu Amazon akan berpikir, yang 51% lagi punya siapa. Investornya dari lokal, ini lebih bagus lagi. Bagus buat kita, meski bagi Amazon kurang bagus karena tidak bisa dominan. Syarat pembatasan kepemilikan ini bisa menjadi filter yang akan membatasi asing melakukan sesuatu yang merugikan pemain lokal.

Risiko kedua, kalau kepemilikan asing memang benar-benar sampai 100%, produk dan merek asing akan semakin deras membanjiri pasar di sini. Amazon tidak akan menjual produk lokal, tapi produk global. Ini jelas akan merugikan produk lokal. Begitu juga pemain online asing yang lain, seperti Ebay atau Alibaba, jelas melakukan hal serupa, yakni menjual produk global. Produk kita akan kalah bersaing.

Berarti aturan kepemilikan 100% oleh a-commerce asing sudah ditunggu-tunggu?

Ya, karena pasar Indonesia sangat potensial. Asing pasti datang begitu aturan pemerintah disahkan. Contohnya Ebay, jelas-jelas akan masuk ke sini sendiri tanpa menggandeng pemain lokal. Begitu aturan disahkan, kapan saja e-commerceasing bisa masuk ke Indonesia.

Bukankah banyak pemain e-commerce lokal yang mendapat suntikan dana dari asing? Bagaimana ini?

Memang, bisnis e-commerce di Indonesia adalah industri yang sedang berkembang. Karena baru, banyak pemainnya yang masih dalam tahap memulai usaha sehingga butuh modal besar untuk menggerakkan bisnisnya. Jumlah pemaine-commerce yang terdaftar di idEA ada 170-an, padahal ada sekitar 300-an pemain.

Saya setuju bila keberadaan asing hanya sebatas menyertaan modal. Istilahnya investasi modal, sementara yang menjalankan usahanya adalah pemain lokal. Ini lebih fairkarena akan menguntungkan. Dari sisi bisnis, suntikan modal asing akan memperbesar bisnisnya. Dari sisi produk, tentu akan memprioritaskan produk dalam negeri. Mindset seperti ini yang seharusnya dipunyai pemerintah, bukan mengizinkan 100% kepemiliki asing di sini.

Apa peran idEA terhadap kebijakan e-commerce yang dikeluarkan pemerintah?

Kami sebagai asosiasi kerap diminta pendapat oleh pemerintah terkait dengan aturan atau kebijakan tentang bisnis e-commerce. Setiap masukan yang kami sampaikan selalu diperhatikan pemerintah. Baik idEA maupun pemerintah punya visi yang sama, ingin memajukan industri e-commerce di Tanah Air.

Apa sikap idEA atas revisi DNI oleh pemerintah?

Kami meminta pemerintah bersikap bijaksana, tidak gegabah membuka 100% kepemilikan untuk asing karena ada pemain lokal yang mesti dilindungi. Kalaupun pemerintah tetap akan memberlakukannya, hendaknya secara bertahap, sampai pemain lokal benar-benar siap menghadapi persaingan dengan asing. Kalau sekarang, pemain lokal benar-benar belum siap. [PUR]