Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang memimpin Safari Politik Kebangsaan II menyinggahi pendopo Omah mBudur di Desa Jowahan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (26/11). Hasto didampingi Ketua DPP Djarot Saiful Hidayat berkunjung ke Omah Mbudir menemui seniman perupa Borobudur, Nuryanto.
Mereka disambut taburan melati dan iringan gamelan. Selanjutnya, tiga penari menarikan Batik Tarum.
“Tarum artinya dari kata harum. Tiga penarinya di bawah didikan Didik Nini Thowok,” terang Nuryanto.
Nuryanto menjelaskan, Omah mBudur diresmikan pada 22 Desember 2016. Namun, tak mudah bagi Nuryanto untuk mewujudkan Omah mBudur.
“Di sini dulunya bekas alas. Ada prasasti yang menyebut ini kawasan Vanuareja yang menjadi tempat singgah para pemahat,” tuturnya.
Nuryanto menjelaskan, vanua berarti hutan. Sedangkan reja maknanya makmur. “Vanuareja artinya alas yang makmur. Sekarang jadi Wanureja,” ulasnya.
Nuryanto mengajak Hasto dan Djarot mencetak stupa miniatur Borobudur. “Bahannya dari abu Merapi dan bekas gergajian batu,” tuturnya.
Kini, banyak turis yang mendatangi Borobudur mampir ke tempat Nuryanto untuk mencetak minatur stupa. “Dan ini menjadi suvenir khas dari sini,” kata Nuryanto.
Hasto mengapresiasi ikhtiar dan kreativitas Nuryanto. Membuat stupa tanpa bahan macam-macam, tapi berbekal kesadaran akan lingkungan, mengumpulkan abu dari Merapi untuk bahan stupa.
“Borobudur menjadi bukti nyata bahwa Bangsa Indonesia punya masa lalu yang hebat. Sekaligus bukti bahwa kita bisa mandiri,” katanya.
Hasto juga memuji gamelan yang dimainkan di Omah mBudur. Mengutip Bung Karno, Hasto menyebut gamelan sebagai musik yang luar biasa.
“Bahkan musisi luar negeri menyebut gamelan sebagai musik paling demokratis, karena kalau dimainkan kendang atau gong saja tidak pas. Harmoni suaranya bercita rasa khayangan,” kata Hasto. [CHA]