Setiap tanggal 23 Mei, dunia memperingati Hari Penyu Sedunia, sebuah momentum penting untuk menyoroti keberadaan hewan bersisik yang sering luput dari perhatian dalam agenda konservasi yaitu penyu dan kura-kura. Reptil lambat ini mungkin tampak sederhana, namun memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan alam. Di balik tempurungnya yang keras, tersimpan kisah perjuangan panjang melawan ancaman kepunahan.
Peringatan ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2002 oleh American Tortoise Rescue (ATR), sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh Susan Tellem dan Marshall Thompson. Sejak berdiri pada 1990, ATR telah menyelamatkan lebih dari 4.000 ekor penyu dan kura-kura yang kehilangan habitat atau mengalami penyiksaan. Hari Penyu Sedunia menjadi wadah kampanye ATR untuk meningkatkan kesadaran publik dan menggalang dukungan bagi perlindungan reptil purba ini.
Partisipasi dalam Hari Penyu Sedunia datang dari berbagai kalangan mulai dari sekolah, pusat penyelamatan satwa, hingga komunitas pecinta alam. Beragam kegiatan dilakukan, seperti edukasi anak-anak tentang pentingnya konservasi, pelestarian pantai sebagai tempat bertelur penyu, hingga rehabilitasi hewan yang terluka akibat ulah manusia. Aksi-aksi kecil ini diharapkan mampu menanamkan kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan serta membantu memperlambat laju kepunahan spesies yang rapuh ini.
Namun, tantangan di lapangan tidaklah kecil. Polusi laut, perburuan liar, perubahan iklim, hingga perdagangan ilegal menjadi ancaman nyata yang terus membayangi. Terlebih lagi, dalam budaya tertentu, kura-kura masih digunakan untuk pengobatan tradisional atau dijadikan hewan peliharaan, meski mereka adalah makhluk sosial yang sebenarnya lebih cocok hidup di alam bebas.
Mengutip data dari World Animal Protection, terdapat sejumlah fakta menarik sekaligus menyedihkan mengenai penyu dan kura-kura:
1. Semua kura-kura adalah penyu, tetapi tidak semua penyu adalah kura-kura. Kura-kura hanya hidup di darat, sedangkan penyu lainnya hidup di air tawar atau laut.
2. Penyu memiliki kemampuan navigasi yang luar biasa, menggunakan medan magnet bumi untuk kembali ke pantai tempat mereka menetas demi bertelur.
3. Dalam migrasinya, penyu membawa nutrisi penting yang mendukung kesuburan ekosistem pantai dan laut.
4. Cangkang kura-kura terdiri dari 50 tulang yang menyatu, struktur unik yang sejak abad ke-18 justru menjadi incaran kolektor dan pembuat perhiasan.
5. Ada tujuh spesies penyu laut, yaitu penyu sisik, penyu tempayan, penyu belimbing, penyu lekang, penyu hijau, penyu pipih, dan penyu belimbing Kemp. Enam di antaranya kini berada di ambang kepunahan.
6. Kura-kura merupakan hewan sosial yang suka bepergian dalam kelompok besar, membuat mereka tidak cocok untuk dipelihara secara individu.
7. Tangkapan sampingan, perdagangan ilegal, dan eksploitasi untuk pengobatan menjadi ancaman serius bagi populasi kura-kura saat ini.
Hari Penyu Sedunia bukanlah sekadar selebrasi tahunan, melainkan panggilan bagi kita semua untuk bertindak. Melindungi penyu dan kura-kura berarti menjaga keutuhan rantai ekosistem yang selama ini mendukung kehidupan kita juga. Karena ketika makhluk lambat seperti mereka punah, kita akan kehilangan lebih dari sekadar satu spesies kita kehilangan bagian penting dari keseimbangan alam. [UN]