Hari Dokter Nasional : Indonesia Masih Kekurangan Dokter

Ilustrasi, dokter melakulan pemeriksaan kesehatan masyarakat di pedalaman Papua - antara

Peringatan Hari Dokter Nasional dilaksanakan setiap tanggal 24 Oktober sebagai penghargaan bagi profesi dokter yang berjasa besar dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Hari dokter tidak terlepas dari sejarah terbentuknya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1950 setelah melalui perjuangan panjang pada masa penjajahan.

Cikal bakal organisasi dokter sebelum berdirinya IDI telah ada sejak tahun 1911 dan diberi nama Vereniging van Indische Artsen atau perkumpulan dokter nusantara yang kemudian mengubah nama menjadi Vereniging Van Indonesische Genesjkundigen pada tahun 1926.

Kemudian pada tanggal 30 Juli 1950 PB Perthabin (Persatuan Thabib Indonesia) & DP-PDI (Perkumpulan Dokter Indonesia) sepakat melakukan pertemuan lewat usul Dr. Seni Sastromidjojo yang menghasilkan Muktamar Dokter Warga Negara Indonesia.

Selanjutnya di tanggal 22-25 September 1950 di gelarlah Muktamar I Ikatan Dokter Indonesia (MIDI), kemudian terpilihlah Dr. Sarwono Prawirohardjo menjadi Ketua Umum IDI yang pertama.

Seperti masyarakat pada umumnya, para dokter di Indonesia juga mengambil bagian dari prosesi sejarah kemerdekaan melawan penjajahan. Seperti, dr. Wahidin Soedirohusodo, dr. Radjiman Wedyodiningrat yang selain menjadi dokter ia juga merupakan ketua BPUPKI hingga dr. Tjipto Mangoenkoesoemo yang merupakan salah satu pendiri Indische Partij.

Nama-nama tersebut hanya bagian kecil dari sebuah perjuangan dokter di Indonesia yang saat itu bukan hanya memerangi kolonialisme namun juga penyakit yang diderita oleh masyarakat.

Jumlah dokter masih kurang

Meski diakui memiliki jasa besar dan peran penting bagi masyarakat, ternyata jumlah dokter di Indonesia masih kurang dibandingkan jumlah ideal. Dampaknya pelayanan kesehatan bagi masyarakat belum memadai.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, transformasi SDM kesehatan saat ini menjadi fokus utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pasalnya Indonesia masih kekurangan sekitar 150.000 dokter umum akibat keberadaan fakultas kedokteran (FK) yang tidak merata.

“Dokter umum kita masih kurang 150.000 orang. Fakultas kedokteran kita ada 92, dan tidak merata di seluruh provinsi. Akibatnya pemenuhan dokter di provinsi susah,” kata Menkes dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, pada Januri 2023 lalu.

Adapun berdasarkan data Kemenkes, jumlah dokter aktif atau memiliki STR sekitar 140 ribu. Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta, maka kebutuhan dokter minimal di Indonesia adalah 270 ribu atau 1/1000.

Tidak hanya kekurangan dokter umum, ternyata banyak daerah di Indonesia juga kekurangan dokter spesialis. Kementerian Kesehatan RI melaporkan kekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia saat ini berkisar 30 ribu orang untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang ideal.

“Ketersediaan saat ini 51.949 dokter spesialis, dengan target rasio 0,28:1.000 maka Indonesia kekurangan 30 ribu dokter spesialis,” kata Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya dalam Public Hearing RUU Kesehatan di Jakarta pada bulan Maret.

Asumsi rasio ideal versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah satu dokter per 1.000 penduduk, atau setara dengan kebutuhan di Indonesia sebanyak 272.000 dokter. Sedangkan jumlah dokter spesialis saat ini di Indonesia mencapai 51.949 orang yang sebagian besar terkumpul di Pulau Jawa.

Menkes menyampaikan bahwa sudah ada arahan dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan transformasi di sektor kesehatan. Didorong dengan krisis kesehatan seperti pandemi yang terjadi saat ini, transformasi menjadi sangat penting sebagi pondasi untuk menyiapkan sektor kesehatan yang mumpuni di masa depan.

Salah satu pilar transformasi kesehatan adalah SDM kesehatan. Mulai dari jumlah, distribusi hingga kualitas harus segera ditingkatkan.

“SDM kesehatan ini penting baik dari jumlahnya, distribusinya, maupun kualitasnya. Dan kita sangat membutuhkan peran dari institusi pendidikan kedokteran seluruh Indonesia untuk memastikan jumlahnya cukup, sebarannya cukup dan kualitasnya cukup,” kata Budi Gunadi.

Untuk itu, Menkes mendorong pembukaan Fakultas Kedokteran (FK) baru, khususnya daerah-daerah. Sebab, produksi dokter saat ini sekitar 12 ribu per tahun sehingga membutuhkan lebih dari 11 tahun untuk mencapai standar jumlah dokter. [PAR]