Fredrich Yunadi

Koran Sulindo – Fredrick Yunadi dijatuhi vonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Majelis hakim yang mengadili perkaranya menyebut Fredrick secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar dakwaan Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan terhadap tersangka dalam kasus korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6).

Majelis menganggap Fredrich menghambat penyidikan KPK terhadap terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, dan terlibat manipulasi data medis.

Selain hukuman badan, Fredrick diwajibkan membayar denda Rp 500  juta yang jika tak dibayar ia harus menggantinya dengan hukuman kurungan selama lima bulan.

Vonis yang tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Pada amar putusannya, majelis hakim menyebut perbuatan Fredrich memenuhi unsur mencegah, merintangi, mengagalkan penyidikan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa.

Sebagai pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich terbukti menghalangi proses hukum yang sedang dilakukan penyidik KPK dalam kasus e-KTP yang melibatkan kliennya.

Fredrich dianggap melakukan rekayasa supaya kliennya menjalani rawat inap di RS Medika Permata Hijau bahkan sebelum Setya Novanto mengalami kecelakaan.

Fredrich juga meminta para dokter di rumah sakit tersebut untuk merekayasa data medis Setya Novanto untuk menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Menurut pertimbangan majelis hakim, hal yang dianggap memberatkan tindakannya adalah Fredrich tak mengakui perbuatannya secara langsung dan terus terang.

Di sisi lain ia juga dianggap tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hakim juga berpendapat selama persidangan Fredrich menunjukkan sikap dan tutur kata kurang sopan dan justru mencari-cari kesalahan pihak lain. “Hal-hal yang meringankan belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga,” jata Saifuddin.

Terhadap putusan itu, Fredrich menyatakan tidak terima dan langsung mengajukan banding. “Kami menyatakan banding, hari Kamis juga kami membuat akta banding,” kata Fredrich.

Lebih lanjut ia menuding majelis hakim bersekutu dengan jaksa KPK karena hanya mendengarkan dan meminta pertimbangan jaksa.

“lihat majelis hakim jadi bagian KPK, karyawan KPK, karena apapun majelis hakim nanya pertimbangan jaksa,” kata dia.

Fredrich juga menyebut vonis hakim tersebut cuma menyalin tuntutan jaksa.

“Ternyata pertimbangannya copy paste dari jaksa, saya bisa buktikan apa yang disampaikan majelis hakim apa yang disampaikan jaksa, 100 persen, bukan 99 persen, itu copy paste itu pelanggaran, akan langsung saya laporkan ke KY,” kata Fredrich. (TGU)