Koran Sulindo – Dicatat oleh Satuan Tugas Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Agung, sampai kini hampir 34 ribu warga yang mengungsi di zona aman. Tempat pengungsian mereka ada di 142 titik, di seluruh kabupaten dan kota di Bali, antara lain di Kecamatan Bebandem, Tejakula, Rendang, Manggis, dan Sideman.
Menurut Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, penanganan pengungsi sudah berjalan cukup baik. Pendataan pengungsi dilakukan untuk memperlancar pendataan dan penyaluran bantuan logistik, juga kesehatan. “Kami kembali mengimbau pengungsi di bawah 200 orang supaya bersedia bergabung ke titik pengungsian lebih besar dan terdekat yang sudah ditentukan pemerintah,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo beserta rombongan pada Senin menjelang tengah malam (25/9) mengunjungi sebagian para pengungsi itu. Kedatangan Jokowi disambut dengan antusias oleh para pengungsi.
Seperti diketahui, aktivitas vulkanologi Gunung Agung di Pulau Bali mulai meningkat.sejak pekan lalu. Status gunung berapi setinggi 3.031 meter di atas permukaan air laut itu kini sudah berada di level “awas”, level tertinggi dalam aktivitas vulkanologi, dan memasuki fase kritis. Diungkapkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, aktivitas sekarang ini mirip dengan gejala-gejala sebelum Gunung Agung meletus terakhir kali pada 18 Februari 1963. Ketika itu, erupsi terjadi hampir setahun, hingga 27 Januari 1964.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa pers di kantornya menjelaskan, di Indonesia sekarang ini ada 127 gunung berapi aktif. Itu artinya 13% dari total gunung berapi aktif di dunia. Dari jumlah tersebut, ada 20 gunung berapi berstatus di atas normal. Yang berstatus “awas” adalah Gunung Sinabung (sejak 2 Juni 2015) dan Gunung Agung (sejak 22 September 2017). Akan halnya 18 gunung berapi lainnya berstatus “waspada”.
Kendati begitu, gunung berapi berstatus “waspada” tetap bisa meletus kapan saja, meski lazimnya hanya sesaat. Yang berstatus “waspada” itu antara lain Gunung Dieng, Dempo, Bromo, Rinjani, dan Soputan.DIUNGKAPKAN Sutopo, letusan Gunung Agung pada 1963 mencapai ketinggian 20 kilometer, dengan memuntahkan material-material berupa air sulfat dan menyebar hingga ke atmosfer. Akibatnya: temperatur Bumi menurun 0,4 derajat celcius. Dampak dari letusan Gunung Agung pada 54 tahun lalu tersebut sangat besar dan mematikan. “Dampak letusannya: 1.549 orang meninggal, 1.700 rumah hancur, 225 ribu jiwa kehilangan mata pencarian, dan seratus ribu mengungsi. Dampak susulannya: ketika musim hujan, banjir lahar menghancurkan permukiman di sisi selatan lereng Gunung Agung, yang menyebabkan 200 orang tewas dan 316.518 ton produksi pertanian hancur,” tutur Sutopo, Senin.
Sungguhpun demikian, lanjutnya, BNPB tidak memiliki data panjang erupsi Gunung Agung. Dijelaskan Sutopo lagi, tiap gunung berapi memiliki periode erupsi berbeda-beda: periode pendek 2-7 tahun, periode menengah 10-12 tahun, dan periode panjang seratus tahun.
Berdasarkan gempa vulkanik dangkal dan gempa vulkanik dalam, aktivitas Gunung Agung sekarang ini sangat tinggi sekali, memasuki fase kritis. Dari pengamatan berbagai instrumentasi terlihat, ada proses magma mendorong ke permukaan tetapi tersumbat oleh material-material batuan yang ada di sana, sehingga menimbulkan gempa. Ada gempa vulkanik dalam dengan kedalaman 10-20 kilometer dari mulut kawah dan ada gempa vulkanik dangkal sedalam 3-5 kilometer.
Toh, Sutopo juga mengatakan, walau sudah berstatus “awas”, Gunung Agung belum tentu meletus, bergantung pada energi yang didorongkan. Karena itu, BNPB dan pihak otoritas di sana tidak bisa memastikan kapan Gunung Agung akan meletus. “Tapi, dari seluruh pengamatan menunjukkan potensi untuk meletusnya tinggi dan sampai saat ini Gunung Agung belum meletus. Jadi, kalau ada banyak informasi menyampaikan terjadi letusan dan sebagainya, itu hoaks. PVMBG dan seluruh ahli di dunia tidak tahu. Tidak ada satu instrumentasi pun yang bisa memprediksi secara pasti gunung akan meletus,” katanya.
Kondisi Gunung Agung sekarang sangat kritis karena frekuensi gempa vulkanisnya rata-rata hampir 500 per hari. Ada penggelembungan tubuh dari Gunung Agung karena ada energi yang tersumbat, seperti terlihat lewat satelit.
Kalau dianalisis berdasarkan letusan Gunung Agung pada 1963, ungkap Sutopo, daerah beradius 9 kilometer dari kawah ditambah radius 12 kilometer di sektor utara sampai timur laut, tenggara, selatan, dan barat daya harus dikosongkan. Karena, daerah-daerah itu akan diselimuti awan panas jika Gunung Agung meletus lagi.
Awan panas tersebut memiliki suhu 600-800 derajat celcius, dengan kecepatan meluncur dari kawah bisa mencapai 300 kilometer per jam. Bahaya lain yang mengancam adalah aliran lava, guguran batu, batu pijar terlontar dari dalam kawah, dan hujan abu lebat. [RAF]