Gubernur Sulawesi Utara Dampingi Megawati di Forum Internasional

Presiden Kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey di Korea Selatan, 7 November 2018.

Koran Sulindo – Presiden Kelima Republik Indonesia, yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri didapuk menjadi pembicara dalam forum internasional The KOR-ASIA Forum 2018, yang diselenggarakan di Yongsan-gu, Korea Selatan, 7 November 2018 lalu. Forum yang diberi tajuk “Peace on the Korean Peninsula: Asia’s Opportunity Progress” ini dibuka oleh Perdana Menteri Korea Selatan, Lee Nak-yeon.

Dalam forum ini juga digelar sejumlah seri pembicaraan dan diskusi panel mengenai isu Korea dan ASEAN, yang didukung penuh oleh The ASEAN-Korea Centre. Ada dua fokus pembahasan diskusi panelnya, yakni soal hubungan Korea dan ASEAN dengan tema “Mutual Growth and Prosperity” dan pembahasan untuk kawasan Asia Utara dengan tema “New Challenges Road to the Future”.

Pada kesempatan ini, Megawati antara lain didampingi oleh Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. “Forum ini turut dihadiri sejumlah perwakilan dari partai politik di Korea Selatan, seperti Partai Liberty Korea, Demokrat, Barenmirae, Partai Perdamaian, serta para pakar dan akademisi yang terkenal pada bidangnya masing-masing,” tutur Olly.

Selain Megawati, lanjutnya, The KOR-ASIA Forum 2018 juga menampilkan sejumlah pembicara internasional lain, di antaranya Lee Hyuk (Sekretaris Jenderal Pusat ASEAN-Korea); Moon Hee-sang (Ketua Majelis Nasional Republik Korea); Lee Nak- Yeon (Perdana Menteri Republik Korea); Punsalmaagiyn Ochirbat (mantan Presiden Mongolia); Le Luong Minh (mantan Sekretaris Jenderal ASEAN), Jeong Se-hyu#Olly DondokambeyOlly Dondokambeyn (Ketua Forum Perdamaian Korea), dan; Kim Hyun-chul (Ketua Komite Kepresidenan pada Kebijakan Selatan Baru).

“Ibu Megawati didaulat menjadi salah satu pembicara pada forum ini dalam kapasitasnya sebagai mantan presiden. Ibu Mega dinilai selama ini aktif mendorong perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Olly lagi.

Megawati, lanjut Olly, dalam forum itu mengungkapkan pengalamannya dalam ikut mengupayakan perdamaian kedua Korea, bahkan sejak saat dirinya masih muda. “Ibu Mega menceritakan dirinya sewaktu tahun 1965 diajak ayahnya, Bung Karno, dalam pertemuan dengan Kim Il Sung, pendiri negara Korea Utara. Waktu itu, Megawati berusia 18 tahun, sementara Kim Jong Il berusia 23 tahun,” kata Olly.

Lalu Bung Karno mengajak mereka mengunjungi Kebun Raya Bogor. Di tempat itu, Bung Karno memberikan bunga asli Indonesia, sebuah anggrek berwarna ungu. Bunga itu kemudian dinamakan Kimilsungia oleh Bung Karno dan menjadi bunga negara Korea Utara.

“Waktu itu, Bung Karno berpesan kepada Ibu Mega yang masih remaja agar memperjuangkan perdamaian di Semenanjung Korea. ‘Mega, berjuanglah untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Berdiri tegak di tengah dan jangan memihak Korea Selatan atau Korea Utara. Rangkullah jalan damai. Pegang teguh ideologi Pancasila yang akan membimbingmu menuju jalan damai. Jalan ini akan membawamu kepada para pemimpin dan orang-orang dari kedua negara yang sama-sama berjuang untuk perdamaian dan kedaulatan Korea,’ demikian kata Bung Karno, seperti disampaikan Ibu Mega,” ungkap Olly.

Megawati juga menjelaskan satu per satu prinsip dari kelima sila dalam Pancasila, yakni Ketuhanan; Nasionalisme; Internasionalisme; Demokrasi, dan; Keadilan Sosial. “Dan terbukti, kata Ibu Mega, Pancasila menjadi obor penerang jalannya. Ibu Mega diterima oleh pemimpin Korea Utara Kim Jong Il pada tahun 2002, Ibu Mega menjadi Presiden RepubIik Indonesia. Waktu itu, kepada Kim Jong Il, Ibu Mega mengatakan dirinya menyampaikan pesan dari Presiden Korea Selatan, Kim Dae-jung, yang ingin menyambung pembicaraan soal perdamaian yang terhenti saat itu,” tutur Olly.

Putri Bung Karno itu juga menyampaikan, perdamaian di Semenanjung Korea krusial untuk menjaga stabilitas di Asia Pasifik. Upaya Megawati mendamaikan kedua Korea sempat tertahan karena dirinya tak lagi menjadi presiden pada tahun 2004. “Tapi, Megawati terus berusaha membantu upaya perdamaian. Hingga pada 2017, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in meminta Ibu Mega menjadi bagian dari juru damai untuk Semenanjung Korea,” kata Olly.MEMANG, pada Mei 2017 lalu, Megawati Soekarnoputri memenuhi undangan Presiden Korea Selatan Moon Jae-In untuk membicarakan hubungan Korea Selatan-Indonesia di Istana Kepresidenan Korea Selatan, di Kota Seoul. Tahun lalu, Moon baru saja terpilih sebagai presiden.

Dalam perbincangan yang berlangsung selama satu jam itu, Moon menyampaikan banyak harapan kepada Megawati dan juga Indonesia. Salah satunya adalah harapan agar Megawati mengambil peran kembali dalam proses reunifikasi dua Korea.

Diungkapkan Megawati ketika itu, dirinya pernah terlibat dalam proses reunifikasi dua Korea ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. “Saat saya presiden, Kim Dae Jung adalah presiden Korea Selatan. Beliau adalah sosok yang sangat ingin menyatukan utara dan selatan,” kata perempuan pertama yang menjadi presiden di Indonesia ini.

Kim Dae Jung sendiri oleh banyak kalangan dijuluki sebagai Nelson Mandela dari Asia. Dan, Megawati berhubungan baik dengan Kim Dae Jung. Begitu pula dengan Presiden Korea Utara saat itu, Kim Jong Il.

Jadi, sangat wajar jika Megawati mengambil peran dalam upaya perdamaian kedua negara tersebut. “Bahkan saat Kim Dae Jung digantikan Roh Moon-Hyeun, saya diminta menjadi special envoy untuk reunifikasi kedua negara,” tutur Megawati setelah pertemuan dengan Presiden Moon Jae-in ketika itu.

Menurut Megawati, keterlibatan dan perhatiannya terkait isu Korea sejak lama itulah yang mungkin mendorong Presiden Moon meminta dirinya kembali terlibat dalam reunifikasi kedua negara.

Penunjukan Megawati tersebut ternyata mendapat banyak dukungan dari media Korea Selatan. Juga dari pemerintahan otonomi khusus Pulau Jeju.

Waktu bertemu dengan Moon, Megawati tidak hanya membicarakan isu politik dan keamanan, tapi juga bicara peluang ekonomi, budaya, termasuk pendidikan. Seorang diplomat Indonesia yang enggan disebutkan namanya hadir dalam pertemuan di Istana Blue House itu. Ia menyebutkan, langkah Moon mengundang tokoh Indonesia di luar pakem kebiasaan Korea Selatan.

“Korea Selatan umumnya mengutamakan Jepang, Amerika Serikat, dan Australia. Kehadiran Ibu Mega serta keterlibatannya dalam upaya reunifikasi ditambah utusan khusus Presiden Moon telah menemui Presiden Joko Widodo di Jakarta, saya berkeyakinan Korea Selatan mulai berkeinginan untuk membentuk aliansi baru,” kata diplomat itu.

Megawati sempat mengungkapkan, banyak yang ragu soal perdamaian di Semenanjung Korea. “Tapi, saya justru yakin bahwa perdamaian itu akan terjadi,” ujar Megawati.

Sementara itu, dalam The KOR-ASIA Forum 2018, Megawati menegaskan, orang-orang Korea merindukan perdamaian. “Mereka tidak ingin permusuhan dan kebencian diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Orang-orang menginginkan bahwa keputusan, sehubungan dengan Semenanjung Korea, dibuat atas nama kepentingan dan kelangsungan hidup mereka bersama,” tutur Megawati.

Sebelum berbicara di depan forum, ungkap Olly, Megawati disambut khusus oleh Presiden dari National Assembly of the Republic Korea Moon Hee Sang. Keduanya bicara soal upaya untuk memajukan perdamaian kedua Korea.

Dalam forum itu, Megawati menjadi pembicara bersama dengan mantan Presiden Mongolia Punsalmaagiyn Orchirbat dan Deputi Perdana Menteri Tajikistan Davlatali Said. [Advertorial/PUR]