GEMPA yang mengguncang Kabupaten Cianjur dan sekitarnya dengan Magnitude 5,6 disebut sebagai gempa dengan siklus berulang. Pendapat itu disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dan mengatakan gempa di Cianjur dengan magnitudo cukup tinggi juga pernah terjadi 20 tahun sebelumnya.
“Dari analisis kajian BMKG, ini merupakan gempa dengan periode ulang kurang lebih 20 tahun. Sebelumnya tahun 2000 yaitu 22 tahun lalu, dan sebelumnya lagi tahun 1982,” kata Dwi dalam konferensi pers, Selasa (22/11).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan gempa serupa di wilayah Cianjur juga terjadi pada tahun 1982 dan 2000. Sumber gempa diyakini berada di zona sesar Cimandiri, yang memiliki potensi gempa hingga magnitudo 6,7.
BMKG juga menyatakan wilayah Cianjur sebagai “kawasan rawan gempa permanen” dengan riwayat gempa bumi merusak yang telah tercatat setidaknya sejak 1844.
Dwikorita mengatakan gempa dengan magnitudo cukup tinggi di Cianjur sudah terjadi selama enam kali.
Tiga periode sebelumnya terjadi dengan rentang waktu puluhan tahun. Sementara tiga periode terakhir terjadi dengan rentang waktu 20 tahunan.
Dwikorita mengimbau agar warga setempat mulai belajar dan membangun konstruksi rumah yang antigempa. Masyarakat juga diimbau agar tidak membangun rumah di lokasi rawan longsor seperti lereng perbukitan.
Di kesempatan yang sama, Dwikorita juga memperkirakan wilayah Cianjur tidak lagi diguncang gempa susulan dalam empat hari mendatang.
Ia mencatat gempa susulan telah terjadi selama 145 kali dengan magnitudo kecil sehingga getaran tidak dirasakan warga. Gempa susulan paling besar tercatat do magnitudo 4,2 sementara paling kecil 1,2.
“BMKG memperhitungkan kurang lebih empat hari lagi, Insya Allah gempa-gempa tersebut sudah semakin berkurang. Insya Allah berhenti, doa kita demikian, dan dari hasil tren perhitungan,” jelasnya.
Dampak gempa
BNPB melaporkan korban meninggal dunia gempa akibat bencana alam ini bertambah menjadi 268 orang hingga Selasa (22/11). Dari jumlah itu, 122 orang telah teridentifikasi.
BNPB hingga Selasa malam menyatakan ada 12 kecamatan yang terdampak gempa, menyebabkan lebih dari 58.000 jiwa mengungsi.
Besarnya jumlah korban salah satunya karena literasi kegempaan yang rendah dan mitigasi bencana yang buruk ditenggarai menyebabkan tewasnya ratusan jiwa dan kerusakan yang masif, kata pakar kegempaan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano.
Menurut Irwan, ada tiga faktor yang memengaruhi mengapa gempa berkekuatan moderat di Cianjur bisa berdampak begitu fatal.
Pertama, gempa yang terjadi cukup dangkal pada kedalaman 10 kilometer. Selain itu terjadi pula amplifikasi, yakni bertambahnya kekuatan dari guncangan gempa pada wilayah yang memiliki lapisan tanah lunak.
Cianjur merupakan wilayah dengan karakter berbukit yang bergelombang hingga terjal karena berada di sisi tenggara Gunung Gede. Ini pula yang menyebabkan terjadinya longsor di beberapa titik.
Faktor kedua ialah penduduknya yang padat. Gempa yang sama yang terjadi 20 tahun lalu, kata Irwan, dampaknya tidak akan sebesar saat ini. Jumlah penduduk yang lebih padat membuat jumlah korban yang terdampak pun menjadi lebih besar.
Faktor ketiga adalah bangunan di wilayah terdampak memiliki struktur yang tidak tahan gempa. “Banyak kerusakan terjadi karena stukturnya tidak disiapkan untuk itu,” kata Irwan sebagaimana di siarkan BBC.
Menurut Irwan, hal itu terjadi karena pemerintah daerah dan masyarakat tidak memahami risiko gempa yang mengintai di wilayah mereka.
“Kalau pun paham, mereka tidak menjadikan itu sebagai prioritas,” kata Irwan.
“Saya melihat ada ketiga kemungkinan tersebut yang menyebabkan dampaknya begitu signifikan, entah yang mana yang paling berkontribusi, atau mungkin kombinasi ketiganya,” ujarnya. [DES]