Gatot Nurmantyo: Tak Tahu Islam Melarang Bicara Politik di Masjid

Gatot Nurmantyo (Foto/antara-Yusran Uccang)

Koran Sulindo – Bekas panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menganggap berkembangnya wacana larangan berbicara politik di masjid disampaikan orang yang tidak paham Islam.

Pendapat itu disampaikan Gatot usai mengikuti dialog kebangsaan bertajuk ‘Menjaga Perdamaian dan Kesatuan Bangsa Indonesia’ yang digelar di Masjid Kampus UGM, Jumat (4/5).

“Yang menyampaikan itu, satu, kalau dia umat Muslim, dia tidak tahu tentang agama. Kedua, kalau bukan umat Muslim, tuh sok tahu agama Islam, kan gitu,” kata Gatot.

Menurut Gatot, Islam sebagai rahmat bagi semesta alam semua yang ada di alam tentu ada di dalam Alquran termasuk ilmu tentang pemerintahan dalam Surah an-Naml yang banyak mengisahkan Kerajaan Sulaiman.

Oleh karena itu Gatot merasa aneh jika ada isu yang membicarakan politik dilarang dilakukan di masjid. “Kalau politik dilarang, padahal isi Alquran itu tentang manusia kan ada juga politik, lah gimana ceritanya,” katanya.

Ia menambahkan, Muslim tentu saja melakukan ibadah dengan menirukan rasul yakni Muhammad SAW termasuk ketika Rasulullah berbicara tentang pemerintahan atau politik di Masjid Nabawi bagaimana hal itu bisa di Indonesia dilarang.

“Harusnya yang dilarang bukan bicara politik, tapi bicara mengadu domba, mengajak yang tidak benar-benar, itu benar. Kalau politik, politik itu tujuannya mulia hanya disalahartikan saja,” kata Gatot.

Lebih jauh Gatot mengingatkan, jika isu larangan tersebut terus digulirkan orang bakal takut mendatangi masjid. Jika membicarakan politik dilarang di masjid, bagaimana bisa imam-imam membacakan surah-surah tentang pemerintahan.

“Itu kan pemerintah kan, ditangkaplah dia kan, jamaahnya sebagai saksi, ‘kenapa kamu aminkan, kenapa kamu ikuti,’ logikanya kan gitu,” kata Gatot.

Sebelumnya, prihatin dengan banyaknya kegiatan agama yang ditunggangi kepentingan-kepentingan politik praktis, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif menyarankan  mestinya agama jangan disisipi politik, apalagi kepentingan politik pragmatis.

Termasuk berbicara politik di masjid tergantung dengan politiknya. Jika olitiknya ditujukan untuk meningkatkan moral bangsa atau untuk keadilan hal tersebut diperbolehkan dan tidak ada masalah.

“Tapi kalau hanya untuk kepentingan pilkada, pilpres, pasti rusak masjid itu. Apalagi orang ke masjid kan nggak satu, mungkin dari macam-macam partainya,” kata Buya Syafii.

Menurutnya, dakwah adalah metode untuk menyampaikan kebenaran yakni kebenaran Tuhan. Sedangkan politik cenderung berbicara tentang memperebutkan kekuasaan.

“Jadi yang terjadi, agama dipakai untuk kepentingan politik atau agama menjadi kendaraan politik. Ini nggak benar. Tapi kalau agama dijadikan acuan moral, itu betul. Tak ada masalah,” kata Buya.(TGU)