Buah Pala (foto: goodnewsfromindonesia)

Perjanjian Breda merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Indonesia. Perjanjian yang ditandatangani tahun 1667 antara Inggris, Belanda, Perancis dan Denmark–Norwegia tersebut berisi pertukaran Pulau Rhun atau Run, di Kepulauan Banda dengan Manhattan, di Amerika Serikat.

Run saat ini berstatus desa di Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Jaraknya lebih kurang 114 mil laut (211 kilometer) dari Ambon, ibu kota Provinsi Maluku. Dari Ambon, untuk mencapai Run harus melalui Pulau Naira, ibu kota Kecamatan Banda, yang berjarak sekitar 17 mil laut (31 kilometer). Run yang terpencil dan jauh dari mana-mana, dulu maupun sekarang.

Perjanjian Breda merupakan kesepakatan Belanda untuk melepaskan wilayah kekuasaannya di Niew Asmterdam di Amerika, saat ini lebih dikenal sebagai Manhattan Island, untuk ditukar dengan Pulau Run di Kepulauan Banda yang milik Inggris demi mempertahankan monopolinya atas perdagangan rempah dunia di abad ke-17.

31 Juli 1667 di Kota Breda, Belanda, Perjanjian Breda ditandatangani, salah satu isinya adalah mengenai kesepakatan tukar guling tersebut. Pasal 3 Perjanjian Breda memutuskan Pulau Run di Maluku yang sebelumnya dikuasai Inggris menjadi milik Belanda. Sedangkan Pulau Manhattan di Amerika yang merupakan koloni Belanda resmi menjadi hak Inggris. Pulau Manhattan itu dulunya disebut sebagai Niew Amsterdam.

Belanda dan Inggris berperang habis-habisan untuk menguasai perdagangan dunia. Terhitung dari tahun 1652-1654 perang pertama dilakukan dan perang kedua dimulai dari tahun 1665. Hingga akhirnya Traktat Breda dikeluarkan untuk memberi solusi damai atas perang-perang tersebut.

Salah satu isi dari Traktat Breda adalah Inggris harus mengakhiri kekuasaan mereka di Pulau Run, Kepulauan Banda, dan menyerahkan kepada Belanda. Sebagai gantinya, koloni Belanda, Nieuw Amsterdam di Amerika Utara (kini Manhattan, New York) diserahkan ke Inggris. Isi traktat lainnya adalah tentang pengaturan perdagangan. Menariknya pada Traktat Breda Inggris juga sempat menawarkan untuk menukar Nieuw Amsterdam dengan pabrik gula mereka di Suriname. Namun Belanda menolak dan bersikukuh tetap menukar Nieuw Amsterdam dengan Banda.

Run dan Pala

Kepulauan Banda terutama Pulau Run memainkan peran sangat penting dalam sejarah dunia, di mana ratusan tahun lalu, perhatian seluruh dunia terarah kepada Pulau Run karena kekayaan rempah-rempahnya yaitu pala.

Pala (foto: halosehat.com)

Jauh sebelum kalender Masehi dirujuk, pala telah menjadi komoditas yang menguntungkan dan menggerakkan perniagaan lintas benua. Pamornya mungkin lebih dari minyak bumi atau karet pada zaman industri.

Sebelum bibit pala diselundupkan dan berhasil ditanam di banyak tempat, buah wangi itu hanya tumbuh di pulau-pulau di Kepulauan Banda, salah satunya Pulau Run. Dari Banda, pala diangkut oleh para pelaut Melayu, Tiongkok, dan India menggunakan kapal-kapal layar yang mengikuti pola arah angin.

Mereka menuju kota-kota bandar utama seperti Malaka dan Calicut (di Pantai Malabar, Calicut merupakan pusat perdagangan maritim utama). Setelahnya, para saudagar Arab membawanya dengan kapal ke Teluk Persia dan Laut Merah, mengusungnya dalam karavan-karavan menuju Jazirah Arab dan Alexandria, menyeberangi perairan Mediterania, hingga akhirnya sampai di meja-meja para bangsawan Eropa. Di Eropa harga pala bisa melonjak 60.000 kali lipat dari harga di tempat panennya.

Sebuah catatan Jerman dari abad ke-14 menyebutkan, bahwa harga 0,5 kilogram pala setara dengan “seven fat oxen” atau tujuh lembu jantan gemuk! Pala dicari karena mitosnya sebagai obat sekaligus bahan ramuan vitalitas. Tanpa buah pala, kaum bangsawan dan borjuis Eropa hanya seperti menyantap daging  busuk dan makanan basi. Ketika Kekaisaran Bizantium runtuh, pala menghilang dari peredaran di Eropa karena para pedagang sulit untuk melewati Alexandria. Kesultanan Usmani menutup gerbang selatan benua Eropa tersebut. Para pelaut Eropa dan kongsi-kongsi dagang mereka akhirnya mulai mencari tanah asal pala dan menemukannya di Kepulauan Nusantara yaitu di Banda.

VOC dan Banda

Di awal abad ke-17 Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang Belanda, tiba di Kepulauan Banda dan mulai menguasai satu per satu pulau utamanya. VOC berhasil menguasai Banda dengan melakukan genosida terhadap penduduk asli Banda. Jumlah penduduk asli Banda yang tadinya ada 15.000 jiwa menjadi tersisa 600 orang saja. Bahkan, penduduk asli yang tersisa memilih untuk hengkang dari Banda.

Dalam rangka menggarap perkebunan pala di Banda, VOC mengimpor buruh kebun dari daerah-daerah lain di Nusantara. Bersamaan dengan kekuasan VOC di pulau-pulau besar Banda, Inggris juga datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau terpencilnya, yaitu Pulau Run dan Ay, pada tahun 1616.

Mengetahui hal tersebut, VOC merasa terancam dan menganggap Inggris berupaya untuk memonopoli perdagangan pala serta mengusir mereka. Belanda dan Inggris kemudian terlibat dalam pertempuran selama 50 tahun karena Belanda ingin sepenuhnya menguasai Kepulauan Banda, tapi Inggris masih menguasai Pulau Run. Sejak tahun 1621, Belanda telah menguasai 10 dari 11 pulau di Banda, kecuali Pulau Run.

Dan akhirnya, demi mendapatkan Pulau Run yang hanya seluas 6 kilometer persegi atau 600 hektare itu, Belanda menukar Niew Amsterdam, daerah jajahannya di benua Amerika, kepada Inggris. Meski luas Niew Amsterdam pada kenyataannya 18 kali lipat dari Run, namun kesepakatan itu sangat menguntungkan Belanda. Penguasaan atas Pulau Run membuat Belanda akhirnya dapat menguasai seluruh Kepulauan Banda, satu-satunya kawasan penghasil pala di dunia kala itu.

Saat ini kondisi Pulau Run sangat kontras dengan Pulau Manhattan. Manhattan adalah wilayah paling padat penduduknya dari 5 wilayah di New York City, menjadi pusat komersial, keuangan, dan merupakan jantung dari “Big Apple“. Situs ikoniknya antara lain gedung pencakar langit seperti Empire State Building, Times Square, dan teater Broadway.

Sedangkan di Run tak ada satu mobil pun. Jaringan jalan di pulau itu hanya berupa lapisan semen yang tak terlalu lebar. Di dekat dermaga kecil di bibir pantai Pulau Run ada guest house bagi para pelancong yang berkunjung. Run yang senyap yang bahkan sepeda motor pun dapat dihitung dengan kedua belah tangan. [NoE]

Baca juga: